Seorang gadis menatap sendu cermin yang memantulkan dirinya. Tatapannya fokus pada kedua matanya. Ini bukan kali pertama gadis itu menatap heran pada perbedaan warna bola matanya sendiri.
Helaan nafas terdengar pelan keluar dari mulutnya. Ia mengambil kotak softlens untuk menyamarkan warna biru pada bola mata kirinya agar serupa dengan warna bola mata lainnya, hitam. Warna dominan yang dimiliki hampir seluruh warga Indonesia.
"Kak Viny!! Coba lihat, deh!!"
Kotak softlens yang digenggam Viny terjatuh. Helaan nafas kasar terdengar. Gadis mungil yang baru saja masuk menutup mulutnya.
"Ups, maaf."
"Anin...." Viny mengambil kotak softlens yang terjatuh. "Gimana kalau mata Kakak luka karena kamu ngagetin pas Kakak lagi pake softlens?"
"Maaf." Anin menunduk. "Aku cuman mau nunjukin ke Kakak seragam baru aku." Ucapnya getir. Perasaan bersalah jelas menyelimutinya terlihat dari gerak-geriknya yang tengah memainkan ujung-ujung jemarinya.
Viny mendekat lalu mengusap puncak kepala Anin. "Maaf, gak maksud marahin kamu juga." Lalu ia menatap Anin dari atas ke bawah, balik lagi ke atas. "Lucu. Kamu udah cocok kok pake seragam SMA."
"Yey, makasih, Kak." Anin memeluk sekilas Viny. "Turun yuk, Kak. Ditunggu Papa sama Mama sarapan."
"Yuk."
Viny turun sambil bergandengan tangan dengan Anin, langkah keduanya membawa mereka menuju ruang makan. Senyum ceria terus terukir di wajah imut Anin, berbeda dengan Viny yang memasang wajah datarnya.
Viny lalu duduk dihadapan sang Papa yang tengah membaca koran, dan Anin duduk disampingnya. Sementara sang Mama sibuk mengambilkan nasi serta lauk pauknya untuk kedua anaknya.
"Makasih, Mah." Ucap Anin.
"Dimakan, Vin. Papa juga makan." Ucap Mama Viny.
Viny hanya tersenyum tipis lalu mulai memakan sarapannya. Sambil sesekali memperhatikan kedua orang tuanya yang mengobrol dengan Anin, Viny bertanya dalam benaknya, mengapa orang tuanya tak pernah menjawab pertanyaannya.
Pertanyaan yang sudah sering ia lontarkan dan akhirnya membuatnya bosan, darimana Viny bisa memiliki warna bola mata biru? Dan kenapa hanya setengah? Apa Viny lahir dengan maaf, cacat? Apalagi kedua orangtua Viny tak memiliki darah asing yang mengalir pada diri mereka.
"Viny."
"Iya, Pah."
"Nanti di sekolah jagain Anin, ya. Kalau dia bandel bilang Papa."
"Ih, Papaaaa. Anin gak bandelll."
Viny hanya terkekeh pelan, lalu bangkit setelah sarapannya habis.
"Kita berangkat dulu ya, Pah, Mah. Yuk, Dek kita jalan."
"Iya. Pah, Mah, Anin berangkat, ya."
Setelah salim dan pamit pada kedua orangtuanya, Anin dan Viny berangkat ke sekolah mereka dengan motor milik Viny.
***
Anin berjalan riang mengelilingi sekolah barunya. Ia terlihat sangat senang bisa bersekolah di sini apalagi setelah tiga hari kemarin harus merasakan MOS yang menurutnya menyiksanya karena harus mendapat bentakan dari para seniornya.
Anin menggelengkan kepalanya kecil saat terlintas ingatan kemarin dipikirinnya. Ia memang paling tidak bisa jika dibentak dengan keras.
"Wah taman yang indah." Gumam Anin saat melihat taman belakang sekolahnya. Ia tersenyum lebar lalu menyimpan taman ini dipikirannya jika ia perlu ketenangan. Ia pun kembali berbalik dan ingin kembali melangkah namun langkahnya itu terhenti saat melihat ada dua gadis yang sepertinya kakak kelas menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Nephilim
FanfictionDunia ini tak hanya tempat tinggal manusia. Malaikat dan Iblis berada diantaranya. Based idea: Devil May Cry story