Part 3

660 102 18
                                    

Mobil Viny, akhirnya kembali memasuki daerah perkomplekan rumah Shani dan berhenti tepat di depan rumah mewah Shani. Anin yang duduk di belakang menurunkan kaca mobil dan menatap rumah Shani terpana dengan wajah cengo.

"Wah, rumah Shani gede banget, Kak."

Viny menggeleng. "Jangan norak," ucapnya.

Shani tersenyum samar lalu turun terlebih dahulu. "Aku buka dulu gerbangnya."

Setelah gerbang terbuka, Viny memasukkan mobilnya. Lalu Anin turun dan merangkul Shani.

"Ayo, masuk! Aku gak sabar lihat kamar kamu. Pasti bagus dan gede banget, ya."

"Gak juga."

"Anin, jangan malu-maluin, ah." Ucap Viny yang sudah turun.

"Gak apa kok, Kak."

"Tuh gak apa kata Shani nya."

"Tapi--"

"Udah masuk yuk, Shan."

Viny hanya memutar bola matanya malas melihat Anin yang terlihat tak sabar memasuki rumah Shani.

***

Boby terbang cukup jauh dari tempatnya tinggal, dunia iblis, untuk bisa memasuki wilayah tempat para malaikat.

Semenjak insiden penyerangan dan perang dadakan kedua makhluk tersebut, para malaikat mengetatkan penjagaan di sekitar daerah perbatasan. Dan Boby tak bisa lagi dengan seenaknya berkunjung menemui sang pujaan hati.

Boby memperhatikan sekelilingnya sebelum memasuki rumah Shania.

"Shan." Panggilnya.

"Shania." Panggilnya, masih tak ada sautan.

"Halo, Shania!"

"Hoekk!"

Dari arah kamar mandi, Boby bisa mendengar suara Shania. Boby pun langsung lari dengan cepat dan membuka pintu kamar mandi.

Boby langsung masuk ke dalam dan mengusap leher Shania yang tertunduk di wastafel. Shania menepis pelan tangan Boby lalu berdiri dan menatap pria tersebut.

"Kamu kenapa, Shan?"

"Aku hamil Boby."

***

Shani membuka lebar pintu rumahnya, hawa dingin langsung menyeruak. Anin melepaskan rangkulannya pada Shani saat bulu kuduknya terasa berdiri. Ia mengusap kedua lengannya, bergidik sedikit ngeri.

Shani nampaknya tak mempermasalahkan hal itu dan mempersilahkan Viny serta Anin untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Aku ke dalem dulu." Ucap Shani yang hanya dijawab anggukan Viny.

"Kakak." Panggil Anin pelan.

Viny yang tengah memperhatikan seluk-beluk interior rumah Shani menoleh.

"Kenapa?"

"Aku merinding."

"Hush!"

Sesungguhnya, rumah Shani tidak sesuram museum tua atau seseram kastil megah di tengah hutan hingga membuat bulu kuduk Anin berdiri. Rumah Shani bahkan cenderung cantik dengan dominasi warna biru langit pada dindingnya dipadukan warna putih dan coklat muda barang-barang di dalamnya, menambah kesan manis. Memang ada beberapa pajangan kepala hewan di atas kepala Viny saat ini. Tapi, diluar itu seharusnya tak ada yang membuat Anin merinding.

Viny justru heran karena tak mendapati foto keluarga yang terpajang di sekeliling ruang tamu ini. Biasanya, kita akan disambut foto keluarga jika bertamu ke rumah seseorang. Entah dipajang di dinding atau diletakkan di lemari pajangan. Tapi, ini tak ada sama sekali sejauh mata Viny menyisirnya. Hanya ada satu foto yang terpajang, itupun foto Shani seorang diri.

A NephilimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang