Beginning

38 2 0
                                    

“Terima! Terima! Terimaa!”
Gadis itu tersipu malu apalagi saat sang cowok sedang memberikannya dua buah bunga mawar berbeda warna dengan arti yang tentu saja berbeda, menatapnya dengan penuh harap disertai senyum yang sangat menawan.

“Aku pilih ini.” Mawar putih, lambang cinta yang tulus. Cowok itu tersenyum lebar, dia diterima sebagai seorang kekasih.

€€€

"Le! Alee! Bentaran kenapa sih!" Tepukan kencang mengembalikan Alina pada kesadarannya saat mengingat kejutan besar yang baru saja dia dapatkan.
Gadis itu sedang berjalan tertunduk dan hampir menabrak tiang bendera, untung saja itu belum terjadi. Kalau tidak, saat ini dirinya sudah pasti menjadi bahan tertawaan satu sekolah. Ditambah dengan sifat sahabatnya yang sangat tidak membantu, hari Alina benar-benar berantakan.

"Kalo sampe gak penting, gue tinggal balik ya Rel!"

Arrel sahabat Alina, sibuk mencoba mencari tau apa yang salah dengan gadis itu. Namun sayangnya, dirinya tidak akan pernah paham karena dialah yang menjadi penyebab hari Alina berubah menyebalkan.

Sedikit penjelasan, Arrel adalah idaman semua kaum hawa yang ada di sekolah mereka. Jadi tidak ada alasan untuk seorang Alina tidak mengagumi Arrel. Apalagi dengan status istimewa yang dia sandang, ya meskipun hanya status sahabat.

"Penting lah le! Apapun yang berhubungan sama lo itu penting! Jadi cerita sama gue, kenapa lo bete gini?" Cowok itu membujuk Alina untuk berbicara.
Saat ini mereka sedang menjadi tontonan gratis untuk penghuni Sekolah Menengah Pertama Harapan Nusantara I berkat Arrel yang mencegat Alina di tengah lapangan.

Alina ingin melakukan sesuatu. Tapi akan terlihat berlebihan bukan kalau sampai Alina menepis lengan Arrel dan mengatakan bahwa dia benci tiap kali cowok itu menembak cewek-cewek tapi tidak pernah mau lepas dari dirinya. Gadis itu belum kehilangan urat malunya.  Menjadikannya tontonan yang menampakan adegan bagai kekasih yang sedang bertengkar dan tentu saja hal itu terlalu baper dan kekanak-kanakan. Alasan lain? Tidak ada yang muncul satupun.

"Ya elah. Mood gue mah ga usah di pikirin lah Rel! Lo kan baru nembak Naira, nah mendingan lo jalan sana sama dia. Nanti kabarin gue ya lo ngapain aja." Alina menepuk bahu Arrel dan ingin cepat-cepat angkat kaki dari lapangan yang terasa sangat luas ini, sebelum dirinya kembali menjadi bahan perbincangan tiga angkatan karena dituduh menjadi PHO pasangan fenomenal abad ini. Arrel dan Naira.

"Lo kenapa sih sebenernya? Kayaknya belakangan ini lo berubah, apa gue ada salah?" Arrel menatap Alina dengan pandangan bersalah. "Apa-"

Alina menggeleng cepat untuk menghentikan Arrel, "Gue gak berubah elah, masih Alina si cewek doyan makan yang hobby nonjokin anak orang seperti kata lo. Dan lo gak ada salah apa-apa, serius!" Gadis itu menyengir garing.
Dia tau apa jadinya jika Arrel dibiarkan melanjutkan kata-katanya. Kata-kata itu hanya akan membuat dadanya kembali merasakan sesak. Rasa nyeri yang merenggut rasa damainya, membuat Alina takut untuk kehilangan seseorang sebaik Arrel.

"Seriusan? Beneran?" Sekali lagi cowok itu memastikan.

"Iya. Udah ah! Malu gue ntar dikira PHO yang baru jadian lagi!" Alina menyengir lebar dan bersiap untuk berlari, sayangnya gerakannya kalah cepat oleh rangkulan Arrel.

"Setelah gue pikir-pikir, jalan sama Naira besok aja deh. Gue gak ada mood. Hari ini kita basketan aja gimana?"

Cowok itu selalu berhasil membuat seorang Alina berdebar tak karuan lalu menjatuhkannya ke dasar. Memilihnya daripada kekasihnya sendiri hanya karena sedang malas dengan kekasih barunya itu? Terselip perasaan hangat yang menyakitkan. Bagaimanapun juga Alina benar-benar tidak bisa menolak seorang Arrel.

"Yuk lah! Gue juga pengen main!" Alina terseyum lebar dan mulai berjalan mendahului Arrel, meninggalkannya.

“Eh! Rel lo apaan siih!??” Tiba-tiba Arrel menarik tas Alina hingga gadis itu tertarik beberapa langkah kebelakang.

"Yang sampe duluan dirumah gue, dia yang boleh nguasain snack dari mami!" Cowok itu berlari meninggalkan Alina yang gemas dengan kelakuan sahabatnya itu.

“Beneran- eeh tungguin guee! Curaang lo!”

Sore ini mereka kembali menghabiskan waktu bersama. Dengan kedekatan yang dapat membuat iri mereka yang melihat. Dan membuat meringis kasihan untuk mereka yang tau apa yang sebenarnya terjadi antara dua insan itu.

☆☆☆☆☆

Hari berganti hari, dari dulu Arrel dan Alina bukan lah hal aneh bagi orang yang mengenal atau hanya sekedar tau tentang mereka.

Kedekatan dua orang itu memang tidak pernah terpisahkan dan cemoohan yang tidak suka hanya akan dibalas dengan pukulan telak dari Alina. Namun karena hal itu Alina menjadi terlalu rendah diri dan membuatnya tidak menyadari pesona dirinya sendiri. Pesona yang diakui orang-orang sangat cocok bersaing dengan kerupawanan seorang Arrel, disamping sikap anarkis gadis itu.

Seperti pagi ini, saat mantan pacar terakhir dari Arrel mengamuk dan memaki serta menuduh Alina sebagai penyebab dirinya diputuskan oleh Arrel. Alasan yang selalu di tuduhkan pada Alina.

"Heh, Alina!" Gadis itu sudah berwajah masam dan terlihat sangat-sangat marah.

Alina yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya, mendongakkan wajah karna pintu yang terbuka kasar. "Apaan?"

"Lo ya! Gara-gara lo si Arrel mutusin gue duluan! Gara-gara lo masa pacaran gue cuma seputar sekolah-rumah-hang out weekend-sekolah doang! Gara-gara lo gue harus di.pu.tu.sin. sama Arrel!" Naira sudah duduk di depan gadis itu yang sedang memperhatikannya dengan santai.

"Lah kok salah gue? Gini aja deh, emang pernah gue ikut campur masalah kalian? Apa pernah gue mengganggu saat kalian lagi q-time? Apa pernah gue mencoba buat bikin kalian berpisah? Engga kan? Jadi bukan salah gue dong." Alina sudah bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan tugasnya. Gadis itu beranjak untuk pergi, namun lengannya di cekal oleh Naira.

“Emang engga, tapi hampir setiap pembicaraan kami selalu tentang lo. Setiap dia beliin gue sesuatu, pasti selalu ada hubungannya sama lo. Setiap kita jalan, pasti dia pernah ketempat itu sama lo. Lo emang gak pernah mencoba buat bikin gue dan Arrel putus, tapi kehadiran lo menghancurkan semuanya! Lo sadar gak sih?”

Naira sudah berapi-api karna amarah.
Namun Alina hanya menanggapinya dengan decakan jengah. “Denger ya,  itu semua masalah lo. Gak ada hubungannya sama gue! Lagian gue gak heran kalo sahabat gue itu lebih milih mutusin lo daripada pertahanin hubungan kalian. Gue yang baru ngobrol sebentar sama lo aja udah muak banget! Apalagi dia yang harus denger rengekan manja lo itu tiap menit? Jadi gimana bisa apa yang terjadi pada hubungan lo itu salah gue? Dewasa dikit kek.” Gadis itu sudah beranjak meninggalkan kelas kosong itu. Dia sudah terlambat untuk ekskul dan itu artinya tidak baik. Belum lagi kalau Arrel mencarinya dan menemukan mantannya mengamuk pada Alina seperti ini, dapat dipastikan Naira akan didepak jauh-jauh dari hidup Arrel.

PLAAKK-

Sayangnya niat Alina sepertinya memang harus tertunda apalagi setelah tamparan mulus mendarat di pipinya, membuat Alina diam karna kesabarannya benar-benar habis.

“LO! BERANI NYENTUH GUE?!”

TBC

[SONG FICTION] A L I N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang