SB - One

1.9K 141 32
                                    

Awal tidak selalu menjadi titik temu yang indahKiasan dalam lensa yang berkedut, menjadi tanda dari permulaan dari sepasang kisah.

-------------------------------------------


Pagi terkadang mampu memberi warna yang gelap kepada sepasang mata yang terlalu malas untuk terbuka. Rasa dingin dan mata yang melekat membuat sang empunya malas untuk beranjak.  Tubuh mungil itu berlindung di balik selimut tebal, berusaha menyembunyikan diri dari badai hujan yang lebat

Satu minggu belakangan hujan memang masih menjadi sarapan pagi yang menyebalkan. Pun dengan seorang wanita tua yang begitu berisik dengan bibir gincunya; persis seperi jalang di tempat-tempat remang.  Gadis ini berdecak manakala suara jeritan yang sejak tadi hanya terdengar sayup-sayup, kini semakin terasa dekat. 

"Bee, wake up!!" teriak suara itu lagi.

Bee memuciskan bibirnya. Jika dua menit lalu ia hanya mendengar derap langkah kaki, sekarang lengkingan falseto itu sudah menerjang gendang telinganya.

Bee menghentak kakinya di balik selimut. Memutar arah tubuhnya, ia kembali memejamkan matanya lebih erat, sembari menulikan si telinga yang beberapa hari ini mulai terasa kebal. 

Gerakan kasar yang dilayangkan pada tubuhnya pun diabaikan begitu saja.  Bee tetap kekeh menikmati si malas, meski aura yang dikeluarkan oleh makhluk asing itu bagai kutuk seorang ibu. 

Meski sebenarnya Bee takut, tapi ia tetap berharap Tuhan berpihak pada kemalangannya.

"Astaga Bee, bangun!! Lihat jam, loe telat!!"

Lagi, dan Bee tetap tidak bergeming. Masa bodoh pada wanita tua itu. Dia mengantuk dan Jesy akan selalu menjadi pengusik di pagi hari.

Semalam Ryu dan Akiko menyedot seluruh perhatiannya.  Adu tangis dan tawa benar-benar memberi warna yang berbeda.  Intinya, sepasang suami istri itu sukses membuat matanya yang kecil terbuka hingga di pukul empat pagi. Jadi saat ini Bee merasa mata cantiknya begitu sulit untuk menantang para cahaya.

Dan jika Jesy ingin mengomel, marahi saja kedua artis kesayangan itu, karena mereka yang membuat Bee malas untuk beraktivitas.

"Bangun, atau gue pastiin lu mandi susu dan air pagi ini!!"

Sial.

Harusnya Lewi meninggalkannya seorang diri. Jesy tidak cocok berada di dekatnya.  Mulut wanita itu tajam dan sangat-sangat mengusik gendang telinganya.

"Bee!!"

Menerjang kasar selimut tebalnya, Bee bangkit duduk, lalu menatap tajam manik sang kakak yang justru mengendik dan keluar begitu saja setelah berhasil membangunkannya.

Medusa sialan!!

Bee mengacak rambutnya kasar.  Jessy memang sangat menyebalkan.

Selain marah-marah, Jesy juga berbakat menjadi siamang di hutan.  Sikapnya yang dingin dan pemarah juga cocok untuk dijadikan seorang Kingkong yang buas. Dan satu hal lagi, jangan pernah bersantai jika tidak ingin telinga menjadi tuli.

"Mandi Bee!! Kakak tunggu di meja makan!!"

Bee mendengus mendengar jeritan menggelegar Jesy.  Seantero rumah sudah seperti speaker aktif yang memantulkan suara. 

Memangnya dia pikir rumah ini hutan? Astaga, Bee tidak habis pikir bagaimana bisa Mark menyukai kakak sintingnya itu.

Jesy bukan seorang wanita yang hangat. Meskipun kecantikannya bak dewi yunani, tapi percayalah sikapnya tidak jauh berbeda dengan seorang medusa. Memang ada kalanya wanita itu bersikap lembut, tetapi dalam beberapa hari ini Jesy membuat harinya yang buruk semakin bertambah buruk.

Bee menyambar handuk di di dalam lemari, kemudian masuk ke dalam kamar mandi dengan malas. Hujan masih terdengar memukul-mukul atap rumah. Angin yang berhembus kencang membuat Bee hanya membasuh tubuhnya singkat menggunakan air hangat, tanpa menggunakan limpahan busa di dalam bathub

Hari ini untuk pertama kalinya ia malas menikmati air dan busa vanila.

Lima menit, setelah mengguyur asal tubuhnya, Bee menghentikan curahan air dan melenggang keluar; melupakan handuk yang tersampir di dinding putih. Mengabaikan tubuh polosnya yang tertiup angin dingin. 

Sembari menyugar kasar rambut panjangnya, Bee melangkah memasuki ruang ganti. Cuaca dan suasana hati yang buruk membuatnya ingin segera sampai di sekolah. Setidaknya Hanusa akan membuatnya lebih baik tanpa celoteh menyebalkan Jesy.

Lima tahun menjadi waktu yang panjang setelah kematian Anne.  Ada banyak perubahan yang ia rasakan.  Selain Jesy mendadak menjadi sinting dan banyak bicara, ayahnya juga mendadak gila bekerja.

Bee memandang seragam sekolahnya sendu. Ada rindu yang tidak tersampaikan di setiap inci seragam putih dan merah itu. Terakhir kali Anee memasangkan seragam sekolah di tubuhnya adalah ketika Bee menginjak sekolah menengah pertama.

Luka itu kembali terbuka. Bee meremas dadanya kuat. Rembesan yang mengalir di kedua pipinya memberi dampak sakit pada gerakan detak jantungnya.  Kapan terakhir kali ia menjerit?  Bee lupa.

Nyatanya, waktu tetap menyiksa dalam kenangan. Bee mengusap permukaan pipinya lambat. Kenangan itu menikam sudut masa lalu yang sudah ia coba kubur dalam-dalam. Jesy mungkin cerewet, tetapi itu membuat Bee lupa akan rasa sedih.

Tapi tanpa Bee sadari, sejauh kakinya melangkah, kepingan kerikil rasa sakit itu menyampir dalam pelupuk matanya. Mengukir luka yang tertutupi kebohongan.

Ini kali pertama Bee menangis sejak Anee pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan. Menyisir surai hitamnya, Bee menyungging senyum kecil. Jesy pernah mengatakan akan menggantikan posisi Anne, tapi Bee tidak suka.

Bee suka Jesy yang hangat, bukan Jesy si medusa.

----------------------------------------------

Temnica Love aku hapus permanen ya. Buat kalian yang pingin baca TM, kalian bisa langsung ke Novelme dan cari Novel aku yang berjudul Moase.

Di sana aku udau publish beberapa part, jadi kalian bisa langsung ikutin jalan ceritanya.

Terimaksih.

Spally Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang