1; awal

141 15 1
                                    

"Adam cepetan!!" Terdengar langkah tergesa-gesa di lorong kelas MIPA menuju lorong perpustakaan diiringi dengan teriakan yang terdengar di seantero sekolah.

"Iya-iya sabar. Gue rapihin buku dulu."

"Udah mulai gelap Dam, nanti keburu kemaleman!"

"Iya Mel."

Dengan tergesa-gesa Amel menghampiri Adam.

"Kalo rapihin buku tuh yang cepet. Lo tuh cowo, jangan lelet kaya puteri Solo. Lama banget tau gak! Makanya kalo mau jail tuh mikir dulu kek, setiap lo bikin ulah gua yang susah." Gadis yang sejak tadi dipanggil Amel dengan cekatan menaruh buku-buku yang berserakan dan menata sesuai jenisnya di rak buku. Kini hanya Amel yang merapikan. Jika bertanya apa yang Adam lakukan, dia hanya melihat Amel dan tertawa. Kesempatan dalam kesempitan.

"Dasar lelet. Udah ayo buruan." Tenaga 8 kuli bangunan dibandingkan dengan Amel jauh lebih kuat tenaga Amel, begitu yang selalu Adam katakan.

Kini mereka sudah berlarian menuju parkiran sekolah SMA Tunas Bangsa.

Adam dan Amel, memang sudah bersahabat sejak umur 7 tahun. Saat itu mereka masih sangat dini dan lugu. Satu sekolah sejak pendidikan dasar sampai sekarang, memang bukan waktu yang sebentar bagi mereka untuk saling mengenal satu sama lain. Orang tua mereka juga sudah saling mengenal, jadi wajar saja mereka sering berdua. Saat kata ini ditulis, mereka belum memiliki perasaan lebih. Entah belum memiliki atau belum mengakui?

"DAM! DENGERIN!" Entah keberapa kalinya Amel meneriaki Adam kali ini. "Iya Mel didengerin itu," Dan untuk kesekian kalinya Adam mengelak untuk disalahkan. "Bodo ah! Bisa gila gua lama-lama." Amel berjalan lebih cepat meninggalkan Adam menuju parkiran.

"Salah mulu gua. Nasib-nasib. Emak Bapaknya gaada niatan nyoret namanya di KK? Tadi suruh buru-buru sekarang ditinggalin," Adam mendumel sambil mengejar Amel yang sudah hilang ditelan tikungan antar lorong.

Amel sudah didepan mobil Honda CR-V putih milik Adam. Dari raut wajahnya Adam sudah tau betul kalau dia sudah lama menunggu disitu dan minta segera dibukakan pintu mobil. Bisa gawat kalau tidak segera dituruti. Jika marah, patung pancoran bisa minta ampun dengan sungkeman. Kebayangkan gimana ganasnya?

Adam segera masuk dan menjalankan mobilnya menuju komplek perumahan Amel. Supir tapi bukan supir.

Hanya ada suara radio diantara keheningan yang mereka berdua ciptakan. Amel yang masi unmood dan Adam yang belum berani mengganggu Amel yang masih berapi-api. Sesekali Adam melirik Amel yang menatap bosan kaca mobil dengan termenung. Rintik hujan mulai turun diikuti yang lainnya. Hujan turun lebih deras, jalanan ibu kota semakin padat.

"Kok kesini Dam?" Amel yang hanya melamun kini sadar mobil sudah berhenti, keluar dari barisan kepadatan jalanan sore hari. Di depan rumah makan padang Adam memakirkan mobilnya.

"Laper nih gue, lo juga belom makan kan dari tadi siang?"

Amel hanya mengendikkan bahunya dan langsung turun mengikuti Adam yang sudah turun terlebih dahulu setelah memberi alasan, seperti tidak ingin di bantah.

Hingga makanan pesanan mereka datang hanya obrolan ringan yang keluar. Adam tau Amel sedang malas, dari pada makin memperburuk situasi Amel lebih bak dia diam. Biasa, Amel sedang PMS.

Adam mengantar Amel sampai depan gerbang rumahnya, seperti biasanya.

"Gue balik ya Mel, jangan kesel terus. Salam buat Bunda, Ayah sama Bang Rangga ya Mel."

Setelah pesan dari Adam tersebut, Amel sudah keluar dan melambaikan tangan kepada Adam yang sudah mulai hilang di telan tikungan. Hari ini mereka masih sama.

TRIPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang