Drap! Drap! Drap!
Para pasukan prajurit berada di posisinya, mereka saling berkelompok yang terdiri atas prajurit perwakilan masing-masing divisi. Ada pengintai, penyamar, penyerang, pertahanan, dan lainnya. Lima puluh kelompok seperti itu dipegang oleh satu Letnan Jenderal yang bertugas memberikan arahan jika terjadi invasi.
Di lain pihak, Vero sang Jenderal tengah berjalan menyelurusi jalanan yang dipenuhi batu krikil. Di belakangnya beberapa prajurit berjalan mengikutinya, dimana dua diantara mereka membawa tubuh para Letnan Mayor yang sebelumnya dibuat pingsan olehnya dengan cara diseret.
Srrkkk... srrkkk... srrkkk...
Tubuh mereka bergoyang ke kiri dan kanan karena pergerakan langkah prajurit itu sangat cepat. Beberapa bekas darah pun ikut menjadi jejak dari luka akibat pisau yang masih menancap di perut mereka.
Pergerakan itu membuat mereka mulai membuka mata. Sesaat setelah mata itu terbuka sempurna, retina mereka langsung membesar. Atap-atap lorong yang gelap itu membuat mereka langsung meronta. Sayangnya, mulut mereka diikat menggunakan tali, membuat suara mereka menjadi tertahan.
"Hmpphhh..."
"Aghh..."
Kata demi kata mereka keluarkan, namun tak ada yang mengerti artinya.
"Jendral!" panggil prajurit karena sang jenderal hanya berdiam diri saja.
"Ssttt..." balasnya meminta prajurit itu untuk diam.
Lorong ini cukup besar, dibangun menggunakan batu-bata kecil yang saling membentuk pondasi. Selain itu, lorong ini sangat panjang dan tidak ada satu pun orang yang berlalu lalang. Membuat satu suara saja dapat menggema dari ujung ke ujung dan inilah alasan kenapa jenderal meminta untuk diam karena gemaan suara itu terdengar menyebalkan.
"Jika mereka terus berbicara, potong saja salah satu lidah mereka untuk membuat yang lainnya diam," perintah Vero.
Kedua Letnan Mayor pun langsung terdiam manis, namun dengan peluh keringat yang mulai bercucuran. Kali ini mereka sudah tamat. Tidak ada jalan keluar lain. Mereka akan segera mati.
*****
"Haahhhh... Ngghhh..."
"Aaarrgghh..."
"Haahhh... haahhh..."
Ratu masih berusaha melahirkan Pangeran--bayinya. Namun persalinan kali ini terasa berat, karena sudah lima belas menit Ratu mengejan tapi tetap tak ada tanda-tanda Pangeran akan keluar.
"Bagaimana ini?" tanya kepala pelayan pada si kepala dokter.
Dokter pun terlihat tak kalah lelahnya terlebih wajahnya pucat pasi. Jika persalinan ini gagal maka nyawanyalah yang akan menjadi taruhan.
"Kita harus mengeluarkan Pangeran dengan cara operasi. Ini terlalu lama dan Pangeran bisa saja--"
"Tidak!" Ratu menolak mentah-mentah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom of Blood -- Book #2
VampireStill on-going Highest Rank #15 in Vampire (15/9/17) ♢ BUKU KEDUA DARI NOVEL SERI PURE BLOOD! ♢ Rekomendasi umur: 17 tahun ke atas °•.•°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° Kerajaan Aima, kerajaan dengan ciri khas rambut merah dan iris biru bagi para ke...