"Itu siapa?"
Akhirnya, pertanyaan yang selama ini kupendam selama tiga minggu itu meluncur dari mulutku.
Mari menoleh kearah aku memandang, lalu kembali menghadap padaku dan menyendok makan siangnya.
"Kim Seokjin, dia baru setahun di sekolah ini," jawabnya sebelum memasukkan daging ke mulutnya. Aku mengangguk lalu menyeruput mango juiceku, masih dengan mata yang melekat pada lelaki berbahu lebar dengan earphone putih di telinganya itu.
Sudah tiga minggu aku menjadi murid di sekolah ini, dan sudah tiga minggu pula aku memendam rasa penasaranku pada lelaki itu. Ia selalu terlihat sendirian, dengan earphone putih yang melekat di telinganya. Aku dan dia berada di kelas yang sama selama pelajaran Musik dan Melukis, namun aku tak pernah mendengarnya berbicara sepatah katapun, bahkan saat diminta untuk mempresentasikan tugas kami, ia menampilkan video pendek yang ia buat sendiri untuk menjelaskan hal yang ingin ia sampaikan.
"Nayeon-ah!
Aku tersentak kaget dan memandang Mari yang duduk di depanku.
"Sebentar lagi masuk, dan kau belum menyentuh makan siangmu," ucap Mari. Aku melirik jam yang ada di kantin, dan menyadari bahwa sepuluh menit lagi, istirahat makan siang usai. Aku buru - buru menghabiskan makan siangku.
---
Kim Seokjin.
Nama dan wajah itu selalu terbayang di otakku. Sudah seminggu berlalu semenjak Mari memberitahuku nama lelaki misterius itu, dan hal itu membuatku semakin penasaran.
Aku mendapati diriku yang terus memperhatikannya. Saat kelas musik, aku memperhatikannya yang berkonsentrasi mendengarkan guru kami menjelaskan, lalu setiap akhir kelas, ia tak akan langsung keluar, namun menunggu hingga kelas kosong, dan menghampiri piano merah yang ada di kelas Musik, dan mulai memainkannya.
Jari - jari lentiknya menari di atas tuts piano dengan lincah, dan saat itulah ia akan melepaskan earphonenya. Ia bahkan tak pernah melepaskan earphonenya saat guru menjelaskan, namun ia memperhatikan dengan saksama, dan nilainya selalu sempurna. Kurasa karena itu guru - guru mengijinkannya tetap memakai earphone putih itu meskipun pelajaran sedang berlangsung.
Jari - jari lentik itu juga terlihat sangat indah saat memegang kuas. Wajahnya akan terlihat sangat serius ketika ia menggoreskan kuas itu di atas kanvas di depannya, namun kontras dengan wajahnya yang serius, mata coklatnya terlihat berbinar. Ia tak pernah mengijinkan orang lain, selain guru melukis kami, untuk melihat lukisannya. Ia akan dengan sigap menutup kanvasnya dengan kain jika ada yang mendekat, dan karena itulah ia selalu duduk di pojok paling belakang.
Selama seminggu setelah mengetahui namanya, rasa penasaranku semakin meningkat dari hari kehari. Hal itu terkadang membuatku tidak konsentrasi di kelas Musik dan Melukis, bahkan di kelas lainpun aku mulai tak bisa konsentrasi dari hari kehari.
"Nayeon-ah!"
Aku memandang Mari yang baru saja menjentikkan jarinya di depan mataku, lalu mengangkat alisku dengan bingung.
"Aku bilang, coba kau hampiri dia," ucap Mira membuatku semakin bingung.
"Dia siapa?" tanyaku bodoh. Mari menutup wajahnya sembari menghela nafas, lalu menurunkan tangannya dan memandangku.
"Seokjin lah, siapa lagi?" jawabnya, membuat mulutku membentuk huruf "o" tanda mengerti.
"Jadi?" tanya Mari memandangku penuh tanda tangan.
"Uhm...entahlah, aku tak berani," jawabku.
"Astaga, dia bukan binatang buas atau vampire atau zombie yang bakal ngegigit kalau di deketin," ucap Mari. Aku tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE EARPHONE ✔
Short Story[COMPLETED] Nayeon tak pernah mendengarnya berbicara sepatah katapun. Nayeon melihatnya selalu sendiri, hanya ditemani oleh earphone putih yang senantiasa melekat di telinganya. Nayeon tak tau bahwa ada sesuatu yang Seokjin sembunyikan di balik Earp...