Aku menoleh ketika merasakan bahuku di tepuk dengan pelan, dan mendapati Seokjin berdiri di belakangku sembari melambai dan menggerakkan mulutnya membentuk kata "Annyeong" dengan imut.
"Annyeong, Seokjin-ah!" seruku senang membalas senyumannya.
Aku memandangnya selama beberapa saat. Ia memakai baju lengan panjang putih dengan lengan berwarna biru, celana jeans selutut, sepatu sandal, dan sebuah syal menjadi dasi di lehernya.
Ia terlihat...sempurna, seperti biasa.
Seokjin mengangkat kedua alisnya menatapku dengan bingung, membuatku langsung mengalihkan pandanganku darinya dengan malu.
"Bentar lagi bus kita datang," ucapku berusaha terlihat biasa saja, padahal jantungku berdegup tak karuan. Seokjin berdiri di sampingku, tampak mengetik sesuatu pada handphonenya.
Kau sangat cantik
Pipiku menghangat membaca apa yang baru saja ia ketik di handphonenya.
"Gomawo," ucapku lalu memandang Seokjin, namun lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya menahan senyum dengan pipi memerah.
Astaga, berhentilah terlihat imut.
Tak lama, bus kami datang. Aku langsung naik dan baru saja akan membayar, namun Seokjin menempelkan eMoneynya dua kali ke mesin pembayaran, dan menyuruhku duduk.
"Kau tak perlu melakukan itu, kau tau kan?" tanyaku setelah kami duduk. Seokjin tersenyum padaku, lalu mengetik sesuatu pada handphonenya.
Tapi aku mau.
Begitu isinya. Aku tersenyum kecil, lalu bersandar pada jendela.
Tak lama, kami tiba di depan Taman Bermain. Tanpa membuang - buang waktu, aku menarik Seokjin menuju pintu masuk. Setelah menunjukkan tiket spesial kami, kami masuk dan menganga memandang taman bermain yang luas itu.
"Kau mau ke mana dulu?" tanyaku. Seokjin menunjuk Bumper Car yang berada beberapa meter di depan kami, dan aku mengangguk.
"Kita lomba duluan sampe sana, oke? Satu...dua...Ya!"
Aku berteriak kesal ketika Seokjin mengangkat tiga jarinya di depan wajahku, sebelum lari menuju Bumper Car. Aku berlari mengejarnya, dan langsung menjitaknya yang mulai duluan. Ia memandangku dengan kesal sembari mengusap - usap bekas jitakanku, lalu menggelitikku tanpa ampun.
"Ya! Yaaa! Mianhae! Mianhae!" aku berseru di antara tawaku, berusaha melepaskan diri dari Seokjin. Aku dapat melihat senyum lebarnya saat badanku menghadapnya.
Akhirnya, Seokjin menghentikan gelitikannya. Tawaku perlahan reda, dan aku berusaha mengatur nafas. Namun nafas yang sedang kuatur itu tersentak saat Seokjin melingkarkan tangannya di pingganku dari belakang dengan erat, membuatku mundur selangkah dan punggungku menyentuh dadanya.
Jantungku berdegup cepat tak karuan, dan aku yakin Seokjin bisa merasakannya. Wajahku menghangat, tanganku tergantung dengan aneh, tak tau harus berbuat apa. Seokjin menepuk perutku sekilas, sebelum merangkulku menuju antrian Bumper Car.
Kami terdiam dalam posisi itu beberapa saat. Tangan Seokjin masih merangkulku. Perlahan, dengan ragu, aku menyandarkan kepalaku ke bahunya, dan ia sama sekali tak menolak membuatku mulai rileks.
Selesai bermain Bumper Car, kami mengunjungi wahana lain yang ada. Setiap detik yang berlalu, aku merasa rasa sukaku pada Seokjin semakin bertambah. Tawa lebar yang menenggelamkan matanya dan tanpa suara itu menambah energiku, genggamannya membuatku merasa nyaman, rangkulannya membuatku merasa aman. Selama mengantri untuk naik wahana, posisi kami selalu sama. Seokjin selalu merangkulku, dan aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Tak ada pertukaran kata, namun kami merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE EARPHONE ✔
Short Story[COMPLETED] Nayeon tak pernah mendengarnya berbicara sepatah katapun. Nayeon melihatnya selalu sendiri, hanya ditemani oleh earphone putih yang senantiasa melekat di telinganya. Nayeon tak tau bahwa ada sesuatu yang Seokjin sembunyikan di balik Earp...