[Chapter 4]

1K 132 69
                                    

Hari Minggu terasa sangat menyiksa bagiku. Aku berharap Senin cepat tiba, agar aku bisa bertemu dengan Seokjin dan meminta maaf karena sudah membuatnya ketakutan.

Otakku dipenuhi banyak pertanyaan. Kenapa ia memilih untuk tidak bicara? Kenapa ia ketakutan saat suaranya keluar? Apa yang membuatnya takut? Kenapa ia menangis? Apakah ini ada hubungannya dengan alasan kenapa ia pindah ke Daegu? Apakah aku menakutinya?

Aku menghela nafas pelan, lalu memandang handphonenya yang kuletakkan di atas nakasku. Aku berusaha mencari jawaban di handphonenya, namun aku tak bisa karena tak tau password handphonenya.

Ketika hari senin tiba, aku sama sekali tak bertemu Seokjin. Ia tak hadir di kelas Musik dan Melukis, ia juga tak ada di kantin atau di taman belakang sekolah.

Aku menghela nafas pelan, apa aku kemarin benar - benar menyakitinya? Apa aku benar - benar membuatnya ketakutan?

Satu - satunya hal yang menghubungkan aku dengan Seokjin hanyalah sebuah surat yang ia letakkan di lokerku entah kapan.

Nayeon-ah...

Bisa kau letakkan handphoneku di lokerku? Aku akan mengambilnya nanti.
Dan tolong, lupakan suaraku kemarin. Lupakan bahwa aku pernah berbicara padamu. Lupakan bahwa aku pernah menjadi temanmu. Kumohon, lupakan semua kenangan kita bersama. Tolong anggap aku tak ada, dan kumohon jangan pernah berbicara padaku lagi.

Seokjin.

Aku membacanya tak percaya. Ia baru saja memutus pertemanan kita?

Dadaku mendadak terasa sesak. Apa itu tandanya, ia menolakku?

Aku membantingku lokerku hingga tertutup dengan kesal. Apa maksudnya ini? Kenapa ia sama sekali tak memberikan penjelasan?

Aku berjalan menuju lokernya, membuka pintunya dengan kasar dan melempar handphonenya ke dalam sebelum akhirnya menutupnya dengan keras.

Kesal. Itu yang aku rasakan. Aku tak terima pertemanan kami ia putus begitu saja. Aku tak ingin kehilangan dia. Aku tak ingin kehilangan senyuman manisnya, aku tak ingin kehilangan tatapan lembutnya, aku tak mau kehilangan genggamannya, rangkulannya, pelukannya. Aku tak ingin.

Sekarang aku tersadar. Aku bukan sekedar menyukainya. Aku sudah jatuh padanya.

---

Tiga hari berlalu, dan aku tak pernah melihat Seokjin sama sekali. Setiap melewati lokernya, aku membukanya, dan mendapati handphonenya masih berada di sana.

Hari ini, aku terlambat, sehingga harus menetap di ruang hukuman dan menulis tulisan "saya rajin dan tidak akan telat lagi" sebanyak 50 kali.

Setelah selesai menjalankan hukuman, aku berjalan menuju loker Seokjin. Hari ini, aku berniat memperjelas semuanya. Aku sudah menulis surat yang berisi isi hatiku padanya. Aku ingin ia kembali padaku, setidaknya kembali menjadi temanku, jika ia tak memiliki rasa padaku.

Langkahku terhenti ketika hampir mencapai ruang loker. Seorang lelaki tampak berdiri di depan loker Seokjin.

Tunggu, itu memang Seokjin.

WHITE EARPHONE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang