CHAPTER TWO

74 6 0
                                    

Suara mesin motor membangunkan Sandra di senin pagi ini. Itu kan suara motor nya diaz. Buru-buru,Sandra menuruni anak tangga dan mencari kakak nya itu

"Kak,siapa yang nyalain motor?"

"Hm? Bi inah. Ya gue lah! Udah cepet lo mandi trus sarapan,gue yang anter". Mendengarnya,mata Sandra langsung berbinar-binar penuh arti. Keajaiban di pagi hari,diaz mengantarnya sekolah. Menyadari akan hal itu,diaz memegang dahi adiknya

"Lo sakit? Muka lo kenapa begitu?". Sontak sandra langsung mencubit kecil tangan kakaknya itu

"Aduh,sakit tau!"

"Lo sih! Gue nggak lagi sakit tau" sahut sandra sambil menatap kakak nya jengkel
"Terus?"

"Gapapa,tumben aja kakak mau nganterin sekolah"

"Ya sekali-sekali gapapa deh. Berhubung gue udah mau cabut juga ke KL,jadi gue mau nemenin lo". Raut wajah Sandra langsung berubah drastis menjadi murung.Ia harus menerima kenyataan bahwa sebentar lagi kakak nya itu akan pergi meninggalkannya. 

"Satu persatu pun meninggalkan pada akhirnya",kalimat itulah yang selalu tertancap kuat di benak sandra

"San?". Bukannya menjawab,Sandra malah berjalan pergi meninggalkan diaz dengan seribu pertanyaan

"Aneh dasar"

Pagi ini, bi Inah masak nasi goring kesukaan sandra. Dari diaz kecil,bi Inah sudah bekerja di keluarga sandra. Dan nasi goreng ini,menjadi masakan kesukaan sandra. Terlebih lagi,ibu nya tak mempunyai waktu untuk memasakan makanan kesukaan untuknya

"Makasih ya bi,sandra berangkat dulu"

"Iya non,bilang mas diaz hati-hati bawa motornya"

Sandra kemudian berjalan menuju parkiran rumahnya. Namun,ia langsung menghentikan langkah nya begitu melihat seseorang sedang berbicara di pagar dengan diaz.

Revan.

Tubuhnya mendadak lemas,ia tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Dan memori itu,kembali menghantam dirinya.

Malam itu,udara di Jakarta terasa begitu menyesakkan bagi sandra.10 menit lagi. "Bertahan san,cuma 10 menit aja",ucapnya dalam hati. Revan kemudian berjalan ke arah teman-temannya dan memberikan pelukan hangat singkat. Setelah itu,ia berdiri tepat di hadapan sandra,sambil memegang kedua bahu sandra. "San,lo adalah sahabat terbaik gue". Sandra mendengus kecil mendengarnya.Sahabat? 

"Meskipun gue pindah ke Boston,kita masih tetep bisa contact-contact an. Ya kan san?". Sandra hanya mengangguk kecil. Tak mampu menatap lama seseorang di hadapannya kini. 

"Lo jaga diri baik-baik ya san. Gue juga bakal baik-baik aja,jadi jangan khawatir". Lagi-lagi sandra hanya mengangguk kecil. 

"Kalo gue udah bisa balik ke Jakarta,gue pasti langsung nemuin lo dan diaz".

Revan kemudian merentangkan tangannya lebar,mengisyaratkan sandra untuk memeluknya.Namun sandra,sama sekali tidak bergerak di tempatnya. Ia juga tidak melangkah maju untuk memeluk revan.

 Melihat sandra tak memberi respon apa-apa,revan tertawa kecil sambil mengusap kepala sandra."Takut diomelin diaz ya?". Diaz dari dulu emang sering banget usilin sandra kalo lagi nempel sama revan. Padahal sebenarnya,diaz sangat merestui hubungan adiknya itu dengan revan. 

Mendengar ucapan revan barusan,sandra hanya menanggapi nya dengan senyuman tipis.

Saat revan sudah bersiap untuk berangkat,ia berbalik arah dan berlari ke arah Sandra."San,2 tahun dari sekarang,tepatnya saat musim salju di boston,gue janji bakal kasih sesuatu ke lo" dan setelah itu,ia benar-benar pergi meninggalkan sandra.

Tanpa TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang