Eliza dan Tuhan Yang Hilang (TAMAT)

26 1 0
                                    

Kami pulang ke pondok dan tidak sepatah katapun keluar dari mulut kami selama di mobil. Aku turun dan kak Yusuf menuntunku ke kamarku. Aku duduk di atas kasurku yang agak tinggi. Kak Yusuf mengambil segelas air putih untukku, lalu ia pamit untuk menuju kamarnya. 

"Kak ... " aku memanggilnya, ada yang ingin aku tanyakan. Ia tidak menjawab namun ia menoleh ke arahku dengan wajah penuh kesedihan, namun memaksakan diri untuk terlihat biasa saja. 

"Kak Yusuf, aku ga bakal kenapa-kenapa kan? Kalo aku doa ke Allah, aku pasti sembuh kan?" tanyaku dengan wajah optimis. Kak Yusuf hanya mengangguk cepat. "Allah punya kuasa buat segala hal, Za. Orang mati pun bisa hidup lagi kalo Allah mau itu terjadi, apalagi cuma kanker" jawab kak Yusuf mencoba menambah optimismeku. 

Saat ini kondisi kak Yusuf justru seolah dia yang divonis leukimia oleh dokter. Ia lebih kacau dariku. Ia pamit dan meninggalkanku di asramaku. Aku terus berdoa dan berdoa setiap hari. Namun sudah cukup lama aku berdoa, tidak ada perubahan di diriku. 

Hingga akhirnya, hari itu, aku sholat zuhur di masjid dengan kepala yang sakit luar biasa. Saat imam sudah mengucapkan salam, pertanda berakhirnya sholat, darah keluar dari hidungku, kepalaku terasa semakin berat dan aku tidak sanggup lagi, aku terjatuh dan pingsan. 

Aku terbangun dan melihat beberapa santri wanita mengelilingku, termasuk ustadzah Rinna dan mbak Agustina, penanggung jawab asrama santri wanita. Kulihat kak Yusuf berdiri di sisi lain dan memasang wajah cemas, ia menangis. Ini kedua kalinya aku melihatnya menangis. 

Mereka berusaha menghiburku dan lalu pamit setelah aku terlihat lebih baik. Kini hanya tinggal aku yang berada di kamar rumah sakit ini. Kesepian dan penderitaanku ini membuatku muak. Aku melihat sebilah pisau kecil di dekat buah-buahan segar itu. Aku meraihnya dengan susah payah. 

Kuarahkan pisau itu ke urat nadi di tangan kiriku. Aku menangis, bersiap merobek nadiku dan mengakhiri hidupku. "Kenapa hidup seperti ini yang Kau berikan padaku?" aku berkeluh kesah dan marah pada Tuhanku. "Aku ingin bicara langsung dengan-Mu" bisikku pelan. Hanya sekian detik saja sebelum aku memotong urat nadiku, tiba-tiba seseorang masuk. 

"Assalamualaikum, Za. HP-ku ketinggalan di ... astaghfirullah! Za! Kamu mau ngapain?!" teriak kak Yusuf yang kembali lagi untuk mengambil HP nya yang ketinggalan. Ia berlari ke arahku dan merebut pisau itu dariku. "Astaghfirullah, kamu mikir apa sih, Za!?" ia membentakku untuk pertama kalinya. 

Aku hanya terdiam dan menunduk, aku berhenti menangis. Kak Yusuf menjauhkan pisau itu dariku dan kemudian duduk di sisi tempat tidurku. "Za? Kamu kenapa? Kamu gak boleh gini, Allah gak suka orang yang−" kak Yusuf mencoba menjelaskan sesuatu. "Allah udah ilang dari hidup gue. Kalo Dia beneran masih ada, Dia gak bakal sekejam itu sama gue!" aku membentak kak Yusuf dengan kasar. 

"Astaghfirullah, Za, istighfar. Allah selalu ada buat kita" ujar kak Yusuf. Aku hanya diam dan tidak mendengarkannya. Sejak hari itu, aku tidak lagi sholat dan tidak lagi beribadah. Setiap hari aku dijaga secara bergantian oleh kak Yusuf dan mbak Agustina. Mereka takut aku melakukan hal nekat lagi. 

Aku sendiri memang berencana untuk bunuh diri lagi, hanya menunggu waktunya. Sampai akhirnya, hari ini, kak Yusuf yang biasanya datang jam 9 pagi, sampai sekarang pukul 11.30 siang masih belum datang. Aku berpikir inilah kesempatanku. Aku naik ke lantai 6 di rumah sakit ini. Lantai 6 adalah atap rumah sakit. 

Jarang ada yang datang ke sini karena anginnya cukup kencang. Aku menatap langit siang ini. Langit lazuardi cerah, bersih tanpa awan. Matahari bersinar hangat, tidak terlalu panas. Waktu menunjukkan pukul 11.45 siang hari di akhir pekan, menjelang waktu istirahat siang bagi yang bekerja. 

Kondisi yang ideal untuk tersenyum dan berbahagia. Namun tidak denganku, sama sekali tidak. Lihatlah aku, saat ini sedang berdiri di tepian batas antara hidup dan mati. Aku meniti langkahku di pinggir atap sebuah rumah sakit. Di lantai enam ini, jika aku jatuh, minimal aku akan mengalami lumpuh total. 

Kehilangan Tuhan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang