Two

106 4 0
                                    

"Saya terima nikah & kawinya Arumbani Adam Relivianita Rahman binti Rahman Abraham dengan seperangkat Alat Shalat dan uang sebesar 15juta ribu rupiah, di bayar tunai"
Ucap mas Imam begitu lantang dan tegas saat acara akad nikah 6 bulan yg lalu.
.
.
Perasaan sedih sangat saya alami, batin ini bergejolak. Seolah saya ingin lari dari acara pernikahan ini.. Ini sungguh bukan pernikahan yg saya harapkan, saya mengharapkan ketika ijab kabul berlangsung yang mengucapkan nama saya beserta binti bapak saya itu adalah Reno.
.
.
Tetapi kenapa sekarang ???

Rasanya kehidupan saya sudah hancur, sampai-sampai, rasa senyum pun sudah hilang.
Saya terus memasang wajah tak terima, Namun ibu yg selalu mengingatkan saya, untuk tetap tersenyum.

"Nak, senyum" sesaat sebelum fotographer menjepret momen-momen kami.
.
.
.
...

Tiba-tiba ...

Sosok seorang laki-laki yang tak asing lagi parasnya .
tetapi sedikit ada yang aneh. Karena wajahnya yang terlihat sedikit lebih tirus & jalan nya yang terlihat guntai.

...

Lutut ini mendadak seperti tak mempunyai tulang, aku pun lemas ketika melihat sosoknya yg semakin dekat dengan ku.

"Reno..." dengan suara lirih dan kaki yang sudah tak mampu lagi ku topang, hingga akhirnya aku menjatuhkan badanku ke kursi pelaminan.
Aku tertunduk lesu melihat Reno sedang berdiri di depan ibu&bapaku, dia yang langsung merangkul pundak ibuku dan berkata "maaf, maafkan saya" . Perkataan itu seolah semakin menyayat hati ini,

"seharusnya kamu ren..." ucapku lirih seraya tertunduk lemas.
Ibuku tak dapat berkata apa-apa, ia hanya menangis sejadi-jadinya di punggung Reno, yang di saksikan para tamu undangan & keluarga dari pihak laki-laki.

Namun bapak mencoba menyudahinya, karena ia merasa tidak enak di lihat oleh para tamu dan keluarga dari Mas Imam.

...

Ia pun melanjutkan langkahnya menuju Suamiku. "Selamat ya... jaga Arum baik-baik" ucap reno seraya menjabat tangan Mas Imam.

...

"Ren..," sembari ku ulurkan tanganku dengan sebuah kotak cincin & masih dengan posisi duduk ku yang semakin guntai&wajah yang masih tertunduk lemas.
.
.
Reno langsung tau isi dari kotak tersebut, ia langsung mengambilnya dengan sigap & tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut pria itu.

Dia langsung meninggalkan tempat dimana saya duduk, dengan berjalan cepat dia menuju pintu keluar gedung.
Dan dengan sekejap dia menghilang dari pandangan ku.

...

"Atas nama keluarga saya meminta maaf kalau sedikit ada hal yang mengganggu kenyamanan para tamu, terutama kepada pihak keluarga Imam. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,"

Permintaan maaf bapa terhadap para tamu terutama untuk keluarga pihak laki-laki.
.
.
.
.
5 hari setelah kami menikah, kami langsung berkemas-kemas untuk pergi ke Makassar, karena memang saat ini Mas Imam sedang di tugaskn bekerja di Makassar.

Mas Imam bekerja di salah satu perusahaan Asuransi.
.
.
.
.
.

Berhari-hari, berminggu-minggu, keseharianku hanya menunggu .... menunggu dan menunggu ...
.
.
Menunggu apa ?
Mas Imam pulang ?
Mas Imam makan ?
Mas Imam beliin baju baru ?
.
.
Bukan !!!
.
Pertanyaan itu semua salah, saya hanya menunggu dan selalu menunggu.
"Kapan Mas Imam bisa menerima keberadaan ku di sampingnya ?".

Kita sudah menikah selama 3 bulan, tapi Mas Imam sepertinya belum menerima keberadaan saya sepenuhnya dalam kehidupan barunya.

Sedari slesai akad nikah, Mas Imam tidak pernah menyentuhku sedikit pun. Terkecuali kalau terpaksa/mendesak. Seperti di hadapan orang tua kita, Mas Imam akan langsung sigap menjabat tanganku ketika di hadapan orang tua salah satu dari kami.

My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang