DUA

22 1 0
                                    

Dan benar dugaanku. Baru berada di seperempat perjalanan mobilku sudah diapit kemacetan. Sementara suara klakson mobil-mobil brengsek terus berteriak, aku dibuat tertekan dengan suara nyaring ponselku. Sebuah nama yang tak asing lagi terpampang jelas seakan-akan ingin memakiku karena sengaja kubiarkan panggilan masuknya. Dia Anjani!

"Ya halo?" Sapaku sebagai pemula.

"Mbak sudah sampai dimana?" Oke. Pertanyaan awal yang cukup membuatku bertambah panik.

"Duh ini gue kejebak macet. Bentar lagi masuk gerbang tol Cikampek. Lu sabar bentar napa Jan! Jangan bikin gue tambah panik!"

"Maaf mbak. Ini cuma mau bilang, klien kita minta ketemu mbak jam 10."

Anjani. Perempuan polos dari Wonogiri yang paling tidak bisa bohong.

"Apa?! Lu tau sendiri macetnya Cikampek kalo pagi gimana Jan. Oh God! Gue bilang jangan bikin gue panik. Jadi pengen gue tabrakin sekalian nih bamper mobil!"

Aku tidak main-main. Mobilku nyaris menabrak bagian belakang bus kota. Jarak tiap mobil semakin merapat, bersamaan dengan meningkatnya volume kendaraan lain yang juga akan menuju gerbang tol.

"Lah saya cuma kasih kabar mbak. Kalau saya nggak ngabari nanti Mbak juga marah."

Ah dia benar. Seandainya dia tau, posisiku jadi serba salah. Sisi pertama kesalahanku adalah bangun terlalu siang. Sisi kedua, aku adalah tipikal perempuan yang mudah sekali frustasi. Apapun masalahnya, terutama jika menyangkut bisnis dan pekerjaan aku berani jamin. Bahkan untuk tidur semalam pun aku tidak akan sanggup! Apalagi saat-saat genting yang bersangkutan dengan klien ku.

"Hallo mbak. Jadi gimana?" Panggil Anjani membuyarkan lamunanku.

"Plis, tolong bilang ke klien kita. Gue lagi kejebak macet. Jadi mungkin sekitar satu setengah jam lagi gue nyampe kantor."

Klik! Aku tidak ingin berlama-lama merasa frustasi. Sambungan telepon itu dengan cepat kuakhiri dan kembali fokus ke arah jalanan yang macet total! Aku nyaris putus asa ketika kutengok arlojiku, jam telah menunjuk angka 9.40.

Tamatlah gue!

Tanpa kusadari mobilku berdampingan dengan sedan penuh pernak pernik. Praktis, mobil itu menarik perhatianku secara penuh. Mulai aksesori bunga mawar yang mekar lebar di bagian bamper depan. Lalu pita merah jambu yang menghubungkan bunga di bamper dengan bunga mawar di bagian belakang mobil. Hingga pita melintang dari sisi kanan mobil ke sisi kiri. Semuanya dihias dengan rapi nan apik.

Kaca sedan yang bening alias bukan kaca film. Seakan-akan kaca itu sengaja memamerkan adegan mesra sepasang pengantin baru, yang diarak dengan sedan penuh bunga dan pita menuju pelaminan di sebuah gedung. Seperti klien-klien ku pada umumnya.

Entah mengapa kali ini rasanya berbeda. Obrolan ayah dan ibu sore itu terputar otomatis dalam ingatanku, kemudian menggema dalam gendang telinga.

"Kamu jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan kamu."

Perasaan wanita memang mudah terbawa. Di tengah kehiruk-pikukan para kendaraan warga ibu kota, aku justru terpaku pada sedan bernuansa mawar dan pita merah jambu. Dan tak lupa pasangan pengantin itu.

Mereka saling memagut. Sentuhan hangat di dagu si wanita, lalu kecupan lembut di pipi si pria. Lalu bibir-bibir itu tak enggan saling bersentuhan. Alangkah hangatnya romantika di dalam sedan itu. Karena semua yang mereka lakukan bukan lagi sesuatu yang berdosa. Dan sialnya, ac mobilku mendadak rusak. Aku kepanasan!

5 tahun aku bahkan sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku tidak akan menikah jika bisnisku belum merangkak naik. Namun Tuhan memang selalu punya rencana. Bisnisku bahkan terbilang sedang berada di masa keemasan. Itu artinya, ayah dan ibu benar. Bahwa aku harus memenuhi kebutuhan utamaku menjadi seorang wanita. Menikah.

Perlahan arus kendaraan mulai lancar. Dan sedan Nganten itu melejit mendahului mobilku. Sepertinya sepasang pengantin di dalamnya sudah tidak sabar memamerkan kemesraan di atas pelaminan, di depan para tamu undangan layaknya raja dan ratu semalam.

Hatiku hanya tergetar. Ada naluri yang hendak merekah ingin segera bersemi. Sepertinya aku masih normal dikatakan sebagai wanita sejati.
***

"Selamat pagi Bu." Sapaan seorang karyawan kantor menyadarkanku bahwa aku sudah sampai di tujuan.

"Ada klien yang sudah menunggu dari tadi." Sambungnya.

"Astaga saya lupa! Jam berapa ini?"

"Jam 10.30"

Singkat cerita, akhirnya dengan langkah lebar-lebar aku segera menemui klien-klien calon pengantin yang sudah menunggu di ruang kerjaku. Pengantin...

"Jadi mungkin sebentar lagi beliau akan datang."

"Ehm, selamat pagi. Maaf saya terlambat. Saya terjebak macet." Dengan napas terengah-engah aku berusaha mengatur sikapku.

"Nah betul kan. Ini beliau sudah datang. Silakan, jika ada tambahan untuk pernikahan kalian." Tambah Anjani.

Sepasang calon pengantin itu sekilas menatapku secara bersamaan. Spontan, manik mata si calon pria bersitatap dengan pandanganku yang tak karuan sangat gelisah. Kemudian berganti si calon wanita menatapku dengan tatapan aneh.

"Maaf, apa ada yang salah?" Tanyaku sembari berusaha mengamati setiap tatanan rambut, dan penampilan keseluruhan. Semuanya tampak baik menurutku. Entah apa yang salah bagi mereka.

"Maaf sebelumnya mbak. Kemarin kami salah mencantumkan tanggal. Pernikahan kami yang seharusnya dilaksanakan tanggal 4 Oktober kami menulisnya 11 Oktober." Jelas si calon pria.

"Maaf Ratih. Sebelumnya dari tim Vanya wedding sudah menyiapkan semua persiapan hampir 60 persen. Mengingat tanggal pernikahan kalian masih sebulan lagi, jadi kami kira kami masih mempunyai banyak waktu untuk menyelesaikan sisa persiapan-"

"Jadi mohon maaf jika persiapan baru selesai sekitar 60 persen. Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin supaya acara pernikahan kalian bisa berjalan lancar dan sakral tentunya." Tambahku, berusaha meraih hati kedua klien ku kali ini.

"Tapi apa kira-kira bisa dalam tempo 3 minggu semua persiapan selesai?" Ganti si calon mempelai pria yang bertanya.

"Begini pak, saya sedang menyewakan gedung sebagai tempat resepsi. Untuk suvenir tadi saya sudah mengecek, sudah 70 persen hampir jadi. Untuk katering sudah siap saat hari H." Anjani ikut menjelaskan beberapa persiapan.

Mereka saling melempar senyum. Senyuman mereka ala calon mempelai yang sebentar lagi akan duduk bersama di atas pelaminan. Sementara Ratih-calon mempelai wanita tersenyum penuh haru ala wanita dewasa yang telah siap untuk dipinang.

"Ah terima kasih. Kami sudah seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan keprofesionalan Vanya Wedding." Tukas Ratih. Ia sangat bahagia.

Aku dan Anjani, kami saling melempar senyum. Masing-masing dari kamu bertambah yakin bahwa grade Vanya wedding organizer tidak perlu diragukan untuk mengelola persiapan pernikahan sekelas premium.

Hari ini seakan-akan memercikkan sebuah keinginan padaku layaknya wanita dewasa lainnya. Aku hanya ingin menemukan kebahagiaan dalam sebuah ikatan pernikahan dengan seorang pria. Karena setiap pasang pengantin atau calon pengantin selalu merasa bahagia. Seperti yang kudapati dalam rentan waktu berdekatan. Aku telah berhasil memenuhi kebutuhanku dan kebutuhan ayah ibu. Hanya saja kini saatnya aku memenuhi kebutuhan biologisku sebagai layaknya seorang wanita dewasa.

"Kami tunggu kabar baik selanjutnya." Mereka secara bersamaan undur diri dari hadapanku.

"Semoga kalian tetap bahagia." Balasku tak kalah tulus dari kebahagiaan mereka.

Dan Anjani mengiringi kepergian kedua calon mempelai itu.

Hallo! Tinggalkan komentar dan vote ya. Dukungan kalian sangat berarti untuk author loh readers..

Dark in Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang