6

1.3K 73 0
                                    

"Mobil remote control saja," Ucap Bapak sore itu di sebuah toko mainan.

"Sudah berhari-hari Bapak memikirkan kado yang tepat untuk ulangtahun pernikahanmu yang pertama,"

Hari itu sehari setelah ulang tahun pernikahan Win dengan Bram yang pertama. Win yang menemaninya merasa tidak yakin.


"Kenapa mobil remote control pak?" Bapak tidak menjawab, kakinya kemudian melangkah menuju kasir. Di luar mendung menggumpal. Sejenak Bapak menatap mendung itu. 

Bibirnya merekah sejenak. Bapak menyerahkan kotak mobil remote itu. Win menerimanya dengan diam.

"Mobil itu utuk anakmu kelak, Bapak tidak tahu bisa menimang anakmu atau tidak".
Win terkesiap. 

Bapak terdengar aneh. Win kembali terdiam dengan hati yang sedih. Nuraninya berkata lain. Vespa antik Bapak meluncur perlahan. Bapak dan Win sama-sama terdiam dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba Hujan deras membasahi mereka di tengah perjalanan. Hujan yang sepertinya memang ditunggu Bapak sejak tadi.

"Pak kita berteduh saja."
Win tahu Bapak tidak pernah membawa mantel.


"Tidak apa, kita sama-sama mencintai hujan. Tetapi kita tidak pernah bermain dengan hujan" jawab Bapak. Win terdiam kembali. Sore yang berakhir dengan tangis. Masih ingat Win ketika pagi itu Bapak menelepon minta di temani jalan-jalan ke pusat perbelanjaan di kotanya. Katanya Bapak ingin memberikan kado ulangtahun pernikahan Win yang pertama. Ketukan pintu membuyarkan kenangan Win tentang Bapak dan mobil remote control. Bram pulang.


Win menyuguhkan segelas air putih untuk Bram. Bram terlihat kelelahan tetapi terpancar kebahagiaan dari binar matanya. Namun Win tidak berani bertanya. Bram tidak suka ditanya sesuatu jika dia sedang lelah. Meskipun itu kabar bahagia.


"Duduklah di dekatku Win," panggil Bram tiba-tiba. Win memandang Bram. 

Diletakkannya perlahan novel Ai yang mulai asyik di bacanya. Win beringsut mendekati Bram. Kemudian tangan Bram merengkuh pundak Win dan disandarkan kepalanya di bahu Bram.

 Berdua menikmati malam ditemani rintik hujan gerimis di luar sana. Untuk pertama kalinya Win mendengar cerita panjang Bram. Hingga jam dinding berdentang sebelas kali seolah menyadarkan mereka untuk segera beranjak ke peraduan.

Bersambung

Aku,Mas Bram Dan Hujan (cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang