Nine

439 67 12
                                    

Udara hangat musim semi pagi itu, mengiringi kesibukan dua insan paruh baya yang sedang bergelut dengan piring dan sendok dihadapannya. Sepiring nasi goreng dengan tambahan telur mata sapi, menemani sarapan pagi keduanya kala itu.

Menurut Nayeon, mengawali pagi dengan sepiring makanan berat tak akan meningkatkan angka kolesterol. Asal dengan takaran yang pas dan sesuai. Sedikit karbo, perbanyak sayuran dan lengkapi protein dengan telur, sudah menjadi takaran yang pas bagi keduanya diusia yang tak lagi produktif.

Nayeon dengan senyum hangat yang merekah lebih cerah dari biasanya, memakan sarapannya dengan khidmat. Ditemani sang suami yang duduk disebrangnya. Namun kali ini sedikit berbeda, Yoojin belum sedikitpun menyentuh sarapannya "Sayang..." panggil Nayeon pada sang suami yang lebih memilih serius dengan koran ditangannya, ketimbang memakan sarapan yang dibuatkan istrinya dengan sepenuh hati.

"Hm...?" Yoojin menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari koran dihadapannya.

Nayeon mendengus, apa lembaran koran menjadi lebih menarik darinya "Apa kau ingat teman Mingyu yang waktu itu?"

Yoojin menerawang, mencoba mengingat seseorang yang ditemuinya seminggu yang lalu "Kenapa?"  Tanyanya saat dirasa sudah mengingat sekelebat bayangan seorang pemuda. Kini pandangannya beralih menatap intens sang istri yang duduk disebrangnya. Ia mulai dibuat penasaran dengan tingkah sang istri. Bagaimana tidak, kunjungan itu sudah berlangsung seminggu yang lalu, dan Nayeon baru menanyakan 'sesuatu' sekarang.

"Apa kau merasakan sesuatu saat melihatnya?" nada suara Nayeon terdengar antusias, membuat alis Yoojin menukik heran "Maksudmu?" tanyanya lagi. Masih mencoba menerka apa yang ada dipikiran istrinya.

"Aku merasa melihat matamu didalam matanya, hidungmu yang bahkan lancipnya hampir sama dan-"

"Nayeon..." ucapan Nayeon terputus saat dengan cepat Yoojin memotong kalimatnya. Nayeon menunduk dengan wajahnya yang ditekuk. Tak kuasa bertatap langsung dengan wajah sang suami yang sedang marah.

Jika sudah begini, semua petuah yang akan keluar dari mulut Yoojin tercekat ditenggorokan dan kembali ditelannya bulat-bulat. Melihat istrinya bersedih adalah kelemahan paling mutlak untuk seorang Yoojin.

"Maaf... aku masih berpikir... mungkin anak kita... masih hidup" suara Nayeon terdengar parau masih dengan kepalanya yang menunduk. Ia bahkan sudah menunggu kesempatan untuk membicarakan hal ini pada sang suami. Karena pekerjaannya sebagai CEO yang bahkan tak memiliki ahli waris, Yoojin harus mengontrol perusahaan seorang diri.

Hal itu membuat waktunya bersama sang istri kerap kali terabaikan akibat terlalu sibuk dengan pekerjaannya dikantor. Nayeon hanya bisa pasrah dan bersabar menunggu waktu yang tepat untuk dapat menghabiskan waktu berdua bersama sang suami.

Yoojin menghela nafas lelah "Aku tak pernah berpikir bahwa mereka telah tiada sayang. Tidak, selagi aku belum melihat dengan mata kepalaku sendiri mayat mereka" Yoojin menyunggingkan senyum hangatnya. Bermaksud mengusir kegundahan yang hinggap dihati sang istri akibat ulahnya.

Mendengar penuturan suaminya, Nayeon menghangat, kepalanya terangkat. Tak menyangka jika suaminya juga masih mengharapkan hal yang sama dengannya. "Aku pikir... kau..." Nayeon tak kuasa menahan tangis bahagianya. Ya~ sebagai ibu, ia cukup sensitif jika sudah menyangkut kedua anaknya yang hilang.

Yoojin menggeleng "Tidak sayang. Soal anak itu, aku akan coba mencari tahu tentangnya. Barangkali kecurigaanmu benar" pria bermata elang itu mulai beranjak dari duduknya setelah sebelumnya menyesap kopi hitam dengan manis sedang favoritnya. Diikuti Nayeon yang berjalan menghampirinya. Rambut pendeknya ikut bergoyang saat Nayeon berjalan sedikit tergesa.

"Oh iya! Mengenai Mingyu, kudengar anak itu sudah sadar dari komanya" tutur Yoojin sambil membenarkan jasnya dibantu Nayeon.

Mata Nayeon berbinar mendengarnya "Sungguh? Kapan ia sadar?" tanyanya antusias sambil mengusap airmatanya yang tadi sempat keluar.

Stay With Me {MEANIE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang