Chan masih terdiam dalam duduknya. Pikirannya kini masih dipenuhi nama seorang Lee Jihoon. Yang bahkan belum pernah ditemuinya. Namun memori-memori aneh dikepalanya seolah memaksa dirinya untuk segera menolongnya sebab ia tahu persis sesuatu yang buuk akan menimpanya.
"Tuan, tuan muda. Apakah kau sudah menentukan kemana tujuanmu?"tanya supir taksi yang seketika membuyarkan lamunannya.
Chan tersentak, lantas tersenyum kikuk melihat ekspresi sang supir yang memperhatikannya sedari tadi. Apakah dia marah padanya?
"Joeseonghamnida. Apakah aku terlalu lama berpikir?"tanya Chan malu-malu.
Sang supir hanya menggeleng pelan. "Kau hanya diam sejak lima menit lalu. Kau tahu, pelanggan yang lain pasti telah menungguku."ucapnya tegas.
"Maaf, tuan Choi. Em, tolong antarkan aku ke alamat ini. Apakah kau tahu?"
Supir memandang Chan sejenak sebelum akhirnya mengambil lembaran kertas yang disodorkan Chan. Ia pun memandangi tulisan yang tertulis disitu sebelum akhirnya mengangguk.
"Tentu aku tahu, tidak begitu jauh dari sini. Mungkin hanya melewati dua lampu merah didepan sana."
Chan menghela nafas lega. Perlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan sore ini sepi membuatnya refleks memperhatikan kearah luar. Pandangannya mengedar kearah taman kota yang tidak begitu ramai. Hingga matanya tertuju pada seorang namja mungil yang dengan riang nya menjajakan camilan.
"Wah, mungkinkah Lee Jihoon yang dimaksud Soonyoung hyung itu seperti dirinya?"batin Chan dalam hati. Ia tersenyum melihat wajah yang terasa teduh itu. Persis seperti perawakan Lee Jihoon dalam penggambaran Soonyoung.
"Tapi mana mungkin namja semanis itu adalah Lee Jihoon. Soonyoung hyung pasti tak akan tega melukainya seperti ucapannya tadi siang."
Chan menggeleng cepat lantas kembali menatap lurus kedepan. Benar-benar sore yang membosankan dan panas. Sungguh, jika bukan karena keinginan hati kecilnya ini, ia akan lebih memilih berbaring disofa sambil menonton anime.
"Nah, kita sudah sampai tuan!" ucap sang sopir mengagetkan.
"Ah, tuan Choi. Kau selalu mengagetkanku. Apakah benar alamat yang kumaksud disini?" tanya Chan ragu-ragu.
"Nae, persis seperti yang anda minta. Silahkan lihat palang itu dan kau boleh percaya padaku!"
Chan melirik palang diujung jalan sembari memperhatikan rumah yang berada tepat diseberangnya.
"Tuan Choi. Tapi rumah ini sepertinya kosong." ujar Chan yang kini tengah merogoh saku untuk menyerahkan beberapa lembar uang untuk membayar nominal yang diminta.
"Itu terserah padamu tuan muda. Aku hanya dapat mengantarkanmu kemari. Perihal rumah ini kosong atau tidak, sebaiknya kau periksa sendiri." ujar sang supir dengar suara datar. Chan merasa tidak enak hati setelah menyadari supir tersebut memasang mimik sedikit kesal.
"Ah, maaf telah merepotkanmu tuan Choi. Sampai jumpa lagi!"Chan melambaikan tangannya sambil membungkuk hormat. Setelah tersenyum tuan Choi mulai menjalankan kemudinya meninggalkan Chan yang masih sedikit ragu.
"Ah, benar sebaiknya kucoba masuk saja."Chan membalikkan badannya, lantas berjalan menaiki tiga anak tangga demi menekan sebuah bel di sisi kanan pintu.
Ia menekan bel berkali-kali hingga pintu dibuka lima menit kemudian. Chan terkejut setengah mati ketika melihat seorang pria yang lebih tua darinya menyapanya ramah, namun dengan ekspresi dingin.
"Siapa kau, apakah kau temannya Jihoon hyung?"namja itu menatap Chan curiga. Dilihatnya baik-baik wajah Chan yang terlihat kikuk. "Nae, aku tahu seberapa pendeknya kakakku. Tapi kurasa kau lebih muda darinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another side | Soonhoon
FanfictionKukira dia adalah pria polos, tentu itu hanya dalam pikiranku aku akui aku tak tahu apapun soalnya namun sisi lain dirinya sungguh aku tak akan menduganya