Badan Chan begitu lelah usai pulang dari taman kota. Tepatnya, usai berbincang panjang lebar bersama sesorang yang bernama Lee Jihoon tadi. Setelah dipikir-pikir, Jihoon itu orangnya manis, cerdas. Lalu untuk apa namja mungil itu membuat Soonyoung begitu menyimpan dendam padanya.
"Kalau prinsipmu begitu terus, Soonyoung hyung bisa terus menginjak-injakmu"Gumamnya sambil menyamankan diri di kursinya. Entah mengapa nalurinya membawa tangannya untuk membuka loker, mengambil sebuah album foto berdebu disana.
"Ani, kenapa aku mengambil ini. Seharusnya aku mengambil buku agendaku."
Chan kemudian meletakkannya diatas meja. Usil-usil membukanya dan melihat-lihat foto lama yang terpajang disana.
"Hei, ini foto masa kecilku. Disini rupanya kau!"Chan tersenyum kecil sambil membuka lembaran demi lembaran. Dan kini matanya terpusat pada sebuah foto yang membuatnya begitu tertarik, foto saat perayaan ulang tahunnya yang kedua.
"Aigo Channie! Lihatlah, anak kiyowo itu adalah dirimu."Chan tersenyum senang melihat foto tersebut. "Sangat menyenangkan. Tapi siapa anak-anak lelaki yang mengelilingiku itu?"
Chan kemudian membalik lembaran dan melirik ke halaman belakang foto."Wah ada namanya!"pekiknya senang.
"Disini tertulis, Cucu-cucuku. Chan si dinosaurus kecil, Taeyong si manis, Seokmin si periang, dan Jihoon si mungil yang galak. Mwo??!"
Chan terkejut lantas kembali membalik ke halaman selanjutnya. Diliriknya satu-satu wajah anak-anak lelaki itu. "Apakah dua anak yang memelukku itu Seokmin dan Jihoon hyung?"
"Aigo! benar. Mereka sepupuku?!!!"
.
.
.
.
.
"Yeoboseyo. Ah, jihoon hyung!"sapa Chan setelah panggilannya tersambung."Nae, kenapa Chan-ssi?"jawab Jihoon dari seberang sana.
"Apakah kau mengenal Lee Taeyong?"tanya Chan panik.
"Tentu, dia sepupuku di Busan. Kenapa bertanya begitu, apa kau mengenalnya?"
"Tidak juga. Apakah kau punya sepupu di Seoul?"
"Di seoul? Eh-ada. Kami pernah berkunjung kesana saat kami kecil. Tapi aku sudah lupa nama dan wajahnya. Wae, apakah ada masalah?"
"Aniyo. Terima kasih Jihoon hyung. Maaf menggangumu."
"Ah, tak-"
Tit!
"Astaga eomma tak pernah memberitahuku. Mereka sungguh sepupuku!"
Tangan Chan sibuk meneliti album tersebut. Mengejutkan! Ada lebih dari dua foto di album itu yang bertema sama. Masih dengan Seokmin dan Jihoon.
Sementara dibalik lamunannya nyonya Lee datang dan segera menghampiri putra semata wayangnya.
"Chan-ah, kau pulang awal. Sudah selesai melayani tuanmu itu hmm?"
Chan tersenyum sambil mengecup pipi ibunya. "Yak, benar. Kenapa repot-repot jalan kepasar, mana mobil ibu?"
"Ah, sedang direparasi. Sudah sekarang tolong bantu eomma membawa semuanya ke dapur!"
"Nae!"
.
.
.
.
.
"Chan, makanlah. Eomma membelikan tteokbokki pedas kesukaanmu."Chan dengan girang meletakkan gelasnya dan menghampiri sekotak tteokbokki hangat diatas meja.
"Yak, eomma. Kenapa tidak bilang dari tadi. Pasti sudah dingin!"Chan menghentak-hentakkan kakinya kesal sambil berlari tidak sabaran. Nyonya Lee yang melihatnya segera mencubit pinggulnya.
"Cuci tanganmu dulu, kebiasaan!"
"Ah, iya eomma. Eomma ikutlah makan bersamaku!"
"Ah, baiklah. Lakukan dulu perintahku!"
Setelah mencuci tangan Chan segera menghampiri eomma-nya dan makan tteokbokki bersama. Ia tersenyum, karena hanya saat seperti inilah ia bisa bersantai dirumah. Jika tidak mungkin ia masih bosan menunggui Soonyoung dengan ulahnya. Seperti itulah tugasnya, sebagai asisten Soonyoung.
"Eomma, apakah aku ini punya sepupu?"tanya Chan disela kegiatan makan siangnya.
"Tentu kau punya! Kenapa bertanya soal itu?"jawab nyonya Lee sambil melahap tteokboki kejunya. Ia tidak suka pedas.
"Entahlah. Aku tidak pernah menemui mereka, benar kan?"
"Tentu, kau pernah. Tapi pasti sudah lupa. Itu sudah lama sekali, nak!"
Chan menggeleng tak faham. "Kenapa begitu eomma?"
"Ini masalah kami para orang tua. Kalian masih terlalu kecil waktu itu."jawab nyonya Lee tidak terus terang.
"Apakah kau kenal Lee Jihoon dan Lee Seokmin, eomma?"
"Tentu. Bagaimana kau masih ingat?!"Nyonya Lee menggeleng tidak percaya.
"Lupakan saja! Boleh kutahu siapa mereka?"
"Mereka sepupumu, nak! Temanmu dulu dimasa kecil."
"Mereka sering berkunjung saat kau kecil. Tapi tidak lagi setelah kau umur lima tahun."
"Mengapa begitu eomma? Kenapa kita harus berpisah tidak seperti sepupu lain yang ada di seoul?"Chan melirik ibunya penuh tanda tanya. Tak ada jawaban pasti. Hanya ada gelengan kuat dan senyum pahit dari sosok ibunya.
"Jangan lanjutkan lagi, Chan-ah! Biarkan mereka menjadi masa lalumu, lagipula masih ada teman yang lain kan?!"
"Tapi, eom-"
"Cukup nak, tidak baik mengungkit masa lalu. Mengerti?!"
"Nae!"
Chan mengalah.
Kalau memang dia tak bisa mengerti hubungan ini lebih jauh lagi. Setidaknya biarkan ia melindungi Jihoon dari si psikopat macam Soonyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another side | Soonhoon
FanfictionKukira dia adalah pria polos, tentu itu hanya dalam pikiranku aku akui aku tak tahu apapun soalnya namun sisi lain dirinya sungguh aku tak akan menduganya