Kebahagiaan yang Sederhana

10 4 2
                                    

Lio yang masih terkejut hanya menurut tanpa bertanya saat Andri mendorongnya dengan lembut menuju loker siswa.

"Ini celana basketku, masis baru kebetulam. Dan ini, baju ganti sementara. Panjang, jadi bisa bikin anget, pakai gih ! Andri langsung memberikan baju dan celana yang ia simpan di loker pada Lio yang bibirnya mulai membiru. Tanda kedinginan.

"Oke, makasih Ri. Kamu emang temen yang baik! Aku pake dulu ya, aku ke toilet dulu."
Sebenarnya Lio tidak enak hati jika harus memakai celana baru milik Andri. Dan yang pasti baju dan celana itu kebesaran untuk Lio. Tapi apa daya, daripada Lio sakit, jadi ia memutuskan untuk meminjam dulu.

"Lu berdua kemana aja?" Kita cariin dari tadi. Kapan mau jadi latihannya nih? Latihan pertama aja gak lengkap gini." Oceh Barry diikuti dengan Pandu, Irish, dan Tisya yang berlari kecil menghampiri Andri dan Lio.
"Waduh, kamu basah banget De! Kamu mainan ujan?" Tanya Pandu khawatir.

"Iya, kamu kok basah gini? Aduh aku gak ada baju ganti lagi Li, maaf ya?" Irish dengan khawatir berkata sambil memegang dahi Lio.
"Kamu ada jaket 2 kan ndu? Sini keluarin ! Perintah Tisya disambut gerakan cepat Pandu yang langsung mengambil jaketnya di dalam lokernya.

"Li cepat ganti sana, takutnya nanti masuk angin kalo kelamaan. Tisya, kami temenin Lio ke toilet dulu ya. Dan yang lain, balik duluan ke kelas yuk! " Andri memberikan perintahnya sebagai ketua kelas yang sontak dipatuhi oleh anggotannya itu.

"Siap Pak Ketua! Kata mereka serentak, lalu menjalankannya perintah Andri.

Andri yang berjalan paling belakang, berbalik sebentar memperhatikan Lio yang diantar Tisya ke toilet.

"Teman yang baik?" Gumam Andri sembari tersenyum kecil lalu berjalan kembali ke kelas.

Sore itu berlalu dengan cepat. Latihan kelas yang diiringi rintik hujan, tak menghalangi semangat anak-anak itu. Akhirnya kelompok tetap telah terbentuk pada latihan pertama. Lio, Pandu, dan Andri masuk ke kelompok tari modern . Menyisakan Irish dan Barry yang masuk kelompok drama. Serta Tisya sendiri tampil solo dengan tarian tradisionalnya. Walaupun dengan setelan baju paling berbeda dengan yang lain. Lio tetap fokus mengikuti latihan sore itu.

Hingga langit petang telah mendapat gilirannya untuk tampil. Hujan deras yang telah turun cukup lama akhirnya reda. Membuat genangan air di beberapa sisi jalan.

Saat itu semua anak bergegas pulang melewati gerbang utama. Suasana sepi setelah hujan pun berubah ramai.

Lio pergi pulang ke arah timur dengan sepedanya.  Andri pulang dengan motor CBnya, ia membawa serta Barry di jok belakang. Sedangkan Tisya dan Pandu telah ditunggu jemputan mobil sedan mereka.
Lain lagi dengan Irish, ia telah terlebih dulu pulang dijemput ibunya dengan sepeda motor.

Malam perlahan menjelang. Ia menjadi sandaran untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga setelah seharian bekerja.

Tiga cangkir kosong berukuran cukup besar tertata rapi di sandingkan dengan sepotong singkong rebus dan pisang goreng hangat. Kepulan asap tipis menguar dari corong poci teh melati yang masih panas. Menemani kebersamaan keluarga kecil Lio di malam yang belum larut itu.

"Li, serius sekali dengan bukunya?" Tegur Nenek yang sedari tadi memperhatikan cucu perempuannya itu.

"Iya Nek, bukunya bagus. Jadi gak bosen bacanya." Balas Lio lalu mengambil sepotong singkong rebus. Lalu kembali melanjutkan bacaannya sambil memakan kudapan kecil itu.

"Lio, bukannya lebih baik kalau kamu menuangkan teh untuk ayah dan nenek terlebih dahulu? Lupa lagi nih anak ayah! Perintah ayah dengan lembut sembari mengelus rambut Lio.

"Oh iya! Lupa yah. Aduh aku kok jadi nggak sopan begini. Maap ya yah, Nek." Penyesalan Lio disambut senyuman ayah dan nenek. Kemudian mereka melanjutkan malam itu dengan obrolan seputar serba serbi kehidupan mereka. Mulai dari tambak ayah, keadaan kampung mereka, dan sekolah Lio.

Kehangatan yang menyelimiti keluarga ini kua nampak pada kelima sahabat Lio. Walau dengan suasana yang berbeda satu sama lain.

Tisya yang nampak akrab dengan ayah dan bundanya sedang melihat Tisya berlatih dengan indahnya malam itu. Andri yang tengah menyusun Puzzle dengan adik, ayah dan ibunya. Barry yang tengah makan malam bersama keluarganya di restoran. Serta Irish yang tengah sibuk membuat kue untuk ayah dengan ibunya. Sedang Pandu yang Ayahnya telah tiada tengah mencari bintang menggunakan teleskop ditemani mamanya di balkon kamar.

Kebahagiaan yang begitu sederhana seperti itu memang indah. Seindah langit malam yang bertabur bintang dan memperlihatkan bulan yang bergantung dengan tenang. Menyusupkan semilir kesejukan dalam jiwa yang membuat setiap insan merindukan kebahagiaan berkumpul dengan orang-orang terkasih.

Waktu menuju hari Minggu semakin dekat. Hembusan angin mulai menerbangkan benih kantuk pada wajah-wajah lelah. Membuat alam bawah sadar mulai menggelayuti ingin segera menyaksikan mimpi-mimpi di dalam tidurnya.

A Mirror With no ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang