1. Al?

174 19 8
                                    

Minggu ini kayanya bakalan jadi surga bagi para siswa-siswi SMA Adiya Tunggal. Bagaimana tidak, pasalnya sekolah mereka ditunjuk sebagai pusat perlombaan olahraga serta pertunjukan kesenian lokal yang berlangsung enam hari berturut-turut. Sungguh surga dunia.

Tapi yang lebih menyejukkan daripada yang tadi itu adalah, mereka tidak perlu repot-repot menyusun buku malam-malam, membaca materi untuk pelajaran esok hari, tidur larut malam karena PR menumpuk, ataupun berkurung di rumah karena besok harus sekolah dan fokus belajar. Semuanya tidak berlaku untuk minggu ini. Semua siswa-siswi dan para pengajar dengan segala hormat dipersilakan untuk tidak menjalani proses belajar–mengajar.

".. Alhamdulillah sekolah kita terpilih sebagai pusat pelaksanaan lomba olahraga antar SMA dan juga kita akan bekerja sama dengan organisasi Seni Anak Sekolahan untuk mengadakan pertunjukan kesenian lokal di sekolah kita tercinta, SMA Adiya Tunggal .." Kira-kira seperti itulah basa-basi dari seorang Kepala Sekolah SMA Adiya Tunggal yang punya rambut agak ikal, tapi ganteng sih.

".. Dan untuk siswa-siswi yang Bapak banggakan dan sayangi, kalian tetap diharuskan bersekolah—" Belum sempat Pak Tony selesai bicara, semuanya langsung merasa ngeluh tentang kebijakannya.

"Yah, tapi kan ada acara Pak."

"Nggak adil nih, kita kan mau jadi supporter."

"Pak, percuma belajar, ntar juga nggak konsentrasi."

"Nggak usah sekolah dong ya Pak."

Bla-bla.

"Saya belum selesai bicara." Pak Tony menertibkan semuanya. "Semuanya harus datang ke sekolah, tapi tidak belajar. Untuk satu minggu ini kalian free!"

Itulah penggalan-penggalan pidato Pak Tony sebelum kemerdekaan rakyat SMA Adiya Tunggal. Semuanya sorak-sorak bergembira, lompat sana lompat sini, peluk sana rangkul sini, dan bermacam-macam ekspresi ala anak SMA lah.

"Dan perlombaan olahraga antar SMA serta pertujukan kesenian lokal tahun 2017/2018 dibuka."

Tok.. Tok.. Tok..

🌸🌸🌸

"Lo pesen apa?" Dengan membawa secarik kertas dan sebuah pena di tangannya, membuat Cindy tidak lagi terlihat seperti anak SMA, tapi malahan mirip seperti mba Yuyun—penjual nasi goreng di samping sekolah mereka. Itu kata Airin dan Bella.

"Lo udah cocok banget sumpah," ledek Bella menyodorkan hp-nya—menyuruh Cindy buat ngaca di kamera hp-nya.

"Jay, masih mending gue mau catetin pesanan lo. Cepetan, keburu rame ntar." Ternyata dia bisa marah juga.

"Iya, gue pesen mie bakso sama air mineral dingin aja," pesan Bella.

"Gue mie bakso juga, tapi sama jus jeruk botol dua ya," pesan Airin.

Selepas mencatat semua pesanan temannya, Cindy yang rambutnya daritadi dicepol acak makanya dibilang mirip mba Yuyun, segera memesan kepada mang Diman.

"Mang, ini ya pesanan kita," kata Cindy memberikan kertas pesanan tadi.

"Oke Neng."

Cindy segera balik dan dengan sangat tidak sabar untuk mendengar cerita Airin, ia langsung melompat duduk di samping Bella, berhadapan dengan Airin, karena katanya Airin dia ingin menceritakan sesuatu yang sangat menarik.

"Eh Rin, ayo cerita dong tentang mimpi lo tadi malam."

"Lo kaya apa-an gitu. Heboh banget," cibir Bella di sebelahnya.

"Ahelah sirik aja lo nggak bisa heboh kaya gue," cibir Cindy balik, membuat Airin geleng-geleng kepala.

"Mau denger cerita gue nggak?" Airin mengetukkan jarinya di meja agar mereka selesai untuk cibir-cibiran.

Childish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang