6. Pink Lily

76 6 5
                                    

Lebih baik sendiri tanpa cinta daripada mencintai sendiri tanpa adanya balasan cinta yang adil.

1 year ago..

"Bunga lily seikat ya Mas."

Seorang lelaki bertubuh jangkung tegap—dengan kaus putih polos dan jins hitam tertambal di tubuhnya, wewangian khas simbol kemaskulinan dari orang itu menyebar, bersatu padu dengan wewangian bunga-bunga indah di toko kecil itu.

"Ini Mas."

Lelaki itu mengambil bunga yang sudah disediakan oleh sang penjual bunga. Dia memberikan uang seratus ribu, dan tinggal menunggu kembaliannya datang—karena dia sudah sangat sering membeli bunga itu di sini, sehingga tak perlu bertanya berapa harganya.

Diliriknya jam tangan yang melingkar di tangan sebelah kiri. "Sudah jam delapan ternyata," gumamnya pelan.

Sangat aneh memang, ada orang yang rela-rela membeli bunga malam-malam. Apalagi dia seorang lelaki. Mungkin saja, bunga itu akan ia berikan kepada pacarnya.

"Ini kembaliannya," ujar si penjual bunga dengan sopan, menyadarkannya dari lamunan singkat.

"Oh. Terima kasih ya Mas," balasnya dengan sopan juga.

Ia dengan segera keluar dari toko bunga mini itu, dan cepat-cepat memasuki mobil sedan hitamnya.

Semoga dengan surprise ini, dia bisa lebih semangat melawan sakitnya, batin lelaki itu dengan senyum tulus terukir di wajah mulusnya.

Dihidupkannya mobil itu, lalu pada di beberapa detik setelahnya, mobilnya sudah berpindah tempat dan mengalami pergerakan menuju suatu tempat yang bagi beberapa orang itu adalah tempat paling dramatis untuk kisah romansa—rumah sakit.

Tak butuh waktu lama, cukup setengah jam berkendara, dia sudah sampai di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota ramai Jakarta. Sebenarnya jaraknya hanya sepuluh kilometer, namun karena di beberapa persimpangan jalan terjadi kemacetan, jadinya beberapa menit habis terbuang untuk berhenti.

Saat sudah memastikan wilayah itu cocok untuk ditempati mobilnya untuk rehat sejenak—parkir—dia pun turun dengan menggandeng bunga lily merah muda yang sengaja dihiasnya dengan pita dengan warna senada.

Dengan langkah yang sangat yakin, ia melenggang masuk ke dalam bangunan yang di dalamnya banyak ekspresi orang—mulai sedih, haru, dan bahagia—semuanya ada. Dan banyak yang memakai kostum serupa berwarna biru muda yang sangat muda hingga hampir keputih-putihan.

Dia langsung menuju sebuah lift yang akan membawanya sampai ke lantai tujuh bangunan itu.

Masuklah ia, karena melihat pintu lift itu terbuka, seolah menyambutnya sebagai raja. Ditekannya tombol bertuliskan '7' di sana, yang menandakan lantai tujuh.

Setelah menutup, ia pun menikmati perjalanan menuju tujuannya yang ditawari oleh lift itu.

Tak butuh waktu lama, cukup dua puluh detik saja, dia sudah sampai di lantai tujuh.

Terbukalah pintu lift itu, lalu ia keluar dengan tangannya yang masih memeluk bunga lily cantik.

Ia berjalan perlahan menyusuri koridor rumah sakit yang di kanan-kiri dan depan-belakang banyak orang lalu-lalang.

No. 343

Dibacanya dalam hati nomor ruangan yang akan ditujunya—sebagai upaya menghafal sejenak.

Dari kejauhan, ia nampak ruangan dengan nomor berikut. Ia melihat banyak orang di depan pintu ruangan itu sedang mengobrol santai—ia tahu mereka adalah keluarga dari orang yang sedang sakit di dalam ruangan itu—ia tanda.

Childish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang