4. Fire

84 9 0
                                    

Saat gue tau kalau ada dia di hidup lo,
membuat gue sadar, perhatian itu ternyata nggak mutlak buat gue,
melainkan sebagai pelampiasan atas ketidakhadirannya di samping lo.

Airin berjalan dengan sangat lunglai memasuki pintu gerbang SMA Adiya Tunggal.

Selepas ia turun dari motor Alvin, bahkan sejak berangkat sekolah tadi, tak ada keceriaan tergambar di wajahnya. Seolah mendung akan datang lagi di senja ini.

"Pagi," balasnya datar pada beberapa adik kelas yang menegur. Hingga menimbulkan cibiran-cibiran halus dari mereka.

Bodoh amat, pikir Airin.

Alvin yang berjalan di belakang Airin sengaja tidak menanyai apa hal yang menyebabkan mood-nya mendung seperti sekarang ini.

Saat ingin memasuki kelas, tak sengaja ia bertabrakan dengan seseorang, yang ternyata daritadi bertengger di pikirannya.

"Eh sori Rin."

Orang itu adalah Alex.

Airin tersenyum walau matanya menatap Alex nanar. Dia melewati Alex begitu saja dengan hawa yang sangat dingin, dan Alex bisa merasakan itu, namun tak berani bertanya.

Dia duduk di kursinya—golongan ketiga periode kedua, di sebelah kanan menatap papan tulis. Disandarkan tubuhnya di kursi kayu berwarna alami itu. "Huft."

Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya sembarang. Dia bisa seenaknya seperti ini karena kebetulan kelas masih sepi kaya kuburan.

"Pasrah amat," tukas Boy—si pembuat rusuh, yang hobinya keluar mulu saat pembelajaran membosankan, tapi untung ganteng.

Airin meliriknya sinis. "Diem lo."

Boy tertawa mendengar Airin yang jarang-jarang ngambek. Dia kemudian duduk di samping Airin, karena Dinda—teman sebangku Airin belum datang.

"Bella nggak ada bilang suka sama gue ya?" tanyanya bodoh.

Airin kali ini berdecak kesal melihat temannya yang bertanya tak sesuai situasi. "Lo tau kan gue lagi badmood?"

Boy mengangguk.

"Terus lebih baik lo angkat badan dari sini," kata Airin mengusir Boy dengan cara mengibas-ngibaskan tangannya.

Boy menyilangkan tangan menutupi wajahnya sebagai perisai agar tak terpukul Airin. Karena tenaga cewek akan bertambah dua kali lipat saat mereka ngambek.

Namun di saat yang bersamaan, masuklah Alvin.

"Heh, lo apain Airin?" tanya Alvin langsung menuju mejanya Airin.

Tawa Boy menyeringai, ia menepuk lengan Alvin beberapa kali lalu bangkit mensejajari posisinya dengan Alvin.

"Takut amat women lo diganggu." Ia lalu berlalu seperti orang sinting, membuat Alvin geleng-geleng kepala.

Alvin menatap Airin setelah sebelumnya melihat keanehan si Boy tadi. Sepertinya Airin ada masalah, atau ada sesuatu yang membuatnya galau.

"Kalau ada masalah jangan dipendam sendiri Rin, nanti jadi penyakit." Alvin duduk di sebelah Airin, di kursinya Dinda.

Airin melirik Alvin, dan menjawab, "Nggak ada apa-apa Vin, ini bukan masalah. Aku-nya aja yang kebawa perasaan." Dia bangkit setelah berkata seperti itu, meninggalkan Alvin yang tersenyum simpul menyaksikannya keluar kelas.

Lalu pada saat Airin keluar, Alvin melihat Alex berusaha menegurnya, namun balasan yang Airin berikan hanya senyum hampa yang menyiratkan suatu jawaban dari pernyataannya tadi.

Childish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang