PART 06

103 38 11
                                    




            Menjadi seorang siswi Menengah Atas ternyata tidak seperti yang Ariana bayangkan, terutama mengenai kehidupan asmaranya. Belum genap delapan hari ia mengenakan seragam putih abu-abu, sudah ada lima siswa teman angkatan dan tiga siswa kakak tingkatan yang menyatakan cinta kepadanya. Belum termasuk para siswa yang menggilai dirinya sejak ia duduk di bangku menengah pertama dan bagi seorang gadis yang menganggap pacaran adalah sebuah hubungan yang tidak mengguntungkan, hal seperti itu membuat dirinya lelah.

            Ariana lelah dengan para lelaki yang menginginkan dirinya.

            Ia  hanya menginginkan satu laki-laki.

            Dan laki-laki itu tidak menginginkan dirinya. Belum.

            Pukul enam kurang sepuluh menit pagi. Sarah masuk ke dalam kamar Ariana, ia menggelengkan kepalanya melihat putri tunggalnya masih bermalas-malasan di kasur. Sarah membuka tirai, cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar itu mengganggu Ariana yang sedang tidur dengan tidak anggun sama sekali.

            Ariana menenggelamkan dirinya dengan selimut dan bergumam, "Not today, Ma!"

            Sarah menarik selimut Ariana, namun saat ia menariknya, dari balik selimut Ariana menahan selimut tersebut.

            Ia menghela napasnya dan berkata, "Bantuin Mama buat sarapan, ayo."

            Ariana hanya menyembulkan tangannya dari balik selimut dan mengistruksikan kepada Ibunya untuk meninggalkan kamarnya.

            Sarah membenarkan selimut Ariana yang tidak menutupi ujung kaki gadis itu dan meninggalkan kamar Ariana.

            Saat Sarah sedang menyusun piring di meja makan, ia mendengar suara bell rumahnya berdering. Wanita paruhabaya itu meninggalkan meja makan dan berjalan menuju gerbang rumah.

            Sarah membuka gerbang rumahnya dan melihat Galing sudah siap dengan pakaian dan sepatu olahraganya. Sarah bertanya, "Jogging, ya?"

            Galing mengangguk, "Iya Tan. Ana udah bangun, Tan?"

            "Hari ini matahari terbit di sebelah mana?"

            "Di Timur, Tan." Jawab Galing dengan ragu-ragu.

            "Galing, Anak Tante akan bangun sepagi ini, di hari Minggu, saat matahari terbit di sebelah Barat." Kata Meisya. Ia menarik tangan Galing untuk masuk ke dalam rumahnya, "Tante siapin sarapan dulu, kamu bangunin Ana, setelah itu kita sarapan sama-sama, ya."

            Galing mengangguk. Ia berjalan ke lantai dua menuju kamar Ariana. Sudah menjadi kebiasaan lelaki itu masuk ke dalam kamar yang bernuansa black and white tersebut tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia melihat sebuah selimut besar, Galing yakin bahwa Ariana berada di bawah selimut itu.

            "Leave me, Ma." Gumam Ariana dari balik selimut.

            Galing menarik selimut Ariana.

            Galing yakin ia akan terkena serangan jantung melihat Ariana hanya mengenakan piyama satin bertali spageti yang sangat tipis, yang tidak menutupi setengah dari paha gadis itu.

            "Ma, please. This is Sunday." Gumam Ariana yang masih menutup matanya. Ia berusaha menarik selimutnya lagi, namun di tahan oleh Galing.

            Ariana masih menutup matanya dan meringkuk seperti bayi, "Dingin." Gumam gadis itu.

            Galing berjongkok di samping kasur Ariana dan mensejajarkan wajahnya dengan gadis itu. Tiga puluh detik waktu yang di habiskan Galing menatap wajah damai Ariana yang tertidur.

            Tiba-tiba Ariana membuka matanya dan mata hitam pekat Galing bertemu dengan mata hazel Ariana. Ariana yang belum sepenuhnya sadar menatap wajah Galing dan berkata, "Such a beautiful Sunday." Gumam Ariana dan kembali menutup matanya.

            Galing menyentil dahi Ariana dan berkata, "Bangun ga lo, Onta Sumatera."

            " A minute, Ma. My dream is too sweet to left behind."

            "Galing, Ana. Your breakfast was ready." Teriak Meisya dari lantai bawah.

            Galing?

            Ariana membuka matanya dan menatap wajah Galing yang berada tepat di depan wajahnya, ia mencubit pipi Galing dan berkata, "Sakit, ga?"

            "Sakit banget, nih. Awww!" Kata Galing dengan berpura-pura.

            Ariana bangun dari kasurnya dan duduk di tepi kasur.

            "Mimpi apa, sih? Seru banget. Gue ga diajak?" Goda Galing.

            "...."

            Galing yang masih berjongkok, ia menatap dada Ariana yang naik dan turun dengan teratur yang jaraknya hanya tiga puluh centil dari wajahnya. Dengan matanya, Galing dapat melihat dengan jelas, Ariana tidak mengenakan bra di balik baju gadis itu.

            Ariana yang sadar dengan arah pandangan Galing langsung menutupi dadanya dengan kedua tangannya dan berkata dengan galak, "Mesum!"

            Galing berdiri dan berkata, "Lo telat pubertas, Lek?"

            "What?" Balas Ariana sambil mendongak melihat Galing.

            Galing mengendikkan kedua bahunya dengan acuh, "Body lo ga beda sama anak kelas enam SD." Kata Galing.

            Ariana tidak terima dengan kata-kata Galing kepadanya, ia beranjak dari kasur dan mensejajarkan dirinya berdiri di hadapan lelaki itu.  "Lo bakal tergila-gila sama gue. Gue, cewe yang kata lo telat pubertas dan body-nya ga beda sama anak kelas enam SD. Let's see, Galing Malahika." Kata Ariana dan menatap Galing dengan kesal.

TE IUBESCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang