Aku tidak pernah percaya bahwa ada dunia lain selain dunia yang sedang kutinggali ini. Aku bahkan menutup mata dan telingaku untuk semua bukti nyata yang dikemukakan para ilmuwan di televisi. Aku sudah tidak perduli lagi dengan tetek-bengek dunia ini. Bagiku, bertahan hidup adalah yang terpenting. Ya, mungkin kalimat tersebut terdengar agak aneh jika diucapkan oleh seorang remaja berusia 16 tahun.
Tapi, tidak, jika itu adalah aku.
"Tolong aku"
Aku termangu, menatap seorang wanita yang tengah terkapar di atas padang rumput yang perlahan basah karena hujan.Ia mengulurkan tangan bersama sisa-sisa tenaga yang dimilikinya.
"Tak bisakah kau menolongku?"
Ucapnya sekali lagi, kali ini terdengar lebih lemah dari sebelumnya. Tapi aku masih belum beranjak menolong. Jangankan mendekat, melihatnya saja membuatku ketakutan.Kakiku perlahan melangkah menjauh, bersamaan dengan semakin derasnya bulir-bulir air yang jatuh dari langit.
Wanita itu menatapku. Sebuah tatapan yang tidak bisa kuartikan apa maksudnya namun berhasil membuat tubuhku membeku.
'Haruskah... haruskah aku menolongnya?'
Hati kecilku sedikit demi sedikit mulai melawan akal sehatku. Aku tau, dia adalah orang asing bagiku, bagaimana jika dia adalah seorang penjahat yang lari dari penangkapannya? Ingat motto hidupmu, Lara! Tapi bagaimana jika yang kau pikirkan salah besar? Bagaimana jika dia sungguh terluka, sekarat, dan hanya kau yang bisa menolongnya? Apakah kau akan tetap membiarkannya? Menyaksikan seseorang meregang nyawa tanpa berbuat apa-apa?
'Apa yang akan aku lakukan?'
'Apa yang harus aku lakukan?'Aku terbangun dari tidur dengan napas yang menderu. Hawa panas perlahan menjalar ke kepalaku, seluruh tubuhku bermandikan keringat, jantungku berpacu dengan cepat seakan siap untuk merobek dadaku.
Aku mengedarkan pandangan, dan entah mengapa aku bersyukur ketika mendapati jiwa dan ragaku masih berada di dalam kamar tidur ini.
"Tenanglah... semuanya hanya mimpi, tidak ada yang perlu dicemaskan" aku bergumam, memberi instruksi pada jantungku agar memompa lebih pelan.
Tapi, rasanya baru sedetik yang lalu aku merasakan ketenangan, kepalaku kini sepenuhnya menoleh ke kanan dan saat itu juga leherku terasa tercekik saat melihat angka yang ditunjukkan jam weker di atas nakasku. Secepat kilat, aku mengambil handuk oranye yang bergantung di samping pintu kamarku dan berlari ke kamar mandi, karena sialnya, aku terlambat lagi.
***
Aku percaya adanya keajaiban.
Saat mendapati pintu pagar sekolah terbuka lebar di depan mataku, aku mulai percaya bahwa kesialan tidak akan selamanya menimpamu. Mungkin saja, tuhan punya rencana tersendiri untuk memperbaiki hidupku, yang dimulai dari hari ini. Mungkin saja, bukan?
Namun sayangnya, baru saja aku hendak memasuki gerbang sekolah yang nampak seperti gerbang syurga bagiku ini, aku mendengar suara teriakan melengking.
Dan kini, aku menyadari bahwa keadaan sekolah benar-benar kacau hari ini.
Ada banyak dedaunan kering berserakan di sekitar sekolah, orang-orang terlihat sibuk lalu-lalang melewatiku. Namun anehnya, tidak ada satupun wajah yang kukenali.Aku tidak tahu, apa yang terjadi?
"Apa ini juga hanya mimpi?"
"Apa aku yang menciptakan semua ini lagi?"
"Apa semua ini... salahku?"Suara itu.
"Lara!!"
Sebuah teriakan keras menyadarkanku, membawa jiwaku kembali. Aku mengerjap, terlihatlah seorang wanita muda berpakaian coklat yang merupakan salah satu guru di sekolah, menatapku dengan wajah bingung."Dimana ini?" Tanyaku, yang dibalasnya dengan wajah penuh tanda tanya.
"Kau pasti kurang tidur. Tadi, kau pingsan, tapi untunglah satpam yang sedang berpatroli segera menemukanmu terbaring di depan gerbang. Apa yang terjadi denganmu? Apa kau sakit?"
Aku terdiam sejenak, "apa sesuatu yang buruk terjadi di sekolah? Saat aku memasuki gerbang, suasana nampak sangat kacau, daun berserakan, orang-orang berlarian..." ujarku yang semakin membuat guru itu menatapku dengan tatapan janggal.
Ia menyentuh dahiku kemudian menggeleng ragu, "apa maksudmu? Tidak ada masalah apapun pagi ini. Lagipula, kau terlambat, bukan? Saat itu, semua siswa terkoordinir dengan baik dan aku yakin tidak ada satupun yang berada di depan gerbang. Apa kau sedang bermimpi?" jawabnya sambil tersenyum.
Guru itu kemudian berlalu, meninggalkanku sendirian di UKS, tak lupa ia meninggalkan obat penurun demam dan berpesan agar aku tidak perlu mengikuti pelajaran untuk hari ini dan cukup diam dalam UKS sampai demamku menurun.
Mungkin, jika bukan hari ini, aku akan melompat kegirangan karena tak perlu capek-capek mengikuti pelajaran sampai otakku meledak di kelas. Tapi tidak, kuakui aku tidak merasa bahagia sedikitpun. Kejadian pagi tadi masih terekam jelas di memoriku, semua kekacauan itu, semua keributan itu...
"... apa kau sedang bermimpi?"
Aku memperhatikan sekitar. Tidak ada yang janggal dengan ruangan ini, hanya sebuah kamar kecil bernuansa putih yang diisi dengan beberapa tempat tidur, sebuah meja kecil di sudut ruangan, dan lemari berisi obat-obatan. Tidak ada yang aneh, hanya UKS sekolah.
Mungkin benar, aku hanya butuh sedikit istirahat.
***
Hello guys, this is my first story /fiuh/
I know its not good enough,
But thank you if you can spend your time to read this and give a respon :)
Love yaa ^^
-peedaphoo
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
FantasíaNamanya Lara, 16 tahun, kelas sebelas. Dia hanya seorang remaja biasa. Menyukai hal-hal yang biasa, tampangnyapun biasa-biasa saja. Dia suka kucing, suka menonton film dan drama, seperti remaja pada umumnya. Tapi ada satu rahasia Lara. Yang hanya di...