CHAPTER 2 : WHO ARE YOU?

73 5 4
                                        

Aku melirik arloji hitam yang melingkar di pergelangan kiriku untuk kesekian kalinya. Dan perasaanku semakin tak karuan begitu mendapati bahwa kini, jarum pendek tepat menunjuk ke angka enam.

Burung-burung pipit menyiulkan nyanyian-nyanyian merdu, terbang bebas membelah langit senja. Mataku tak berhenti menelisik sekitar, berharap bahwa rasa aneh ini hanya sekedar firasat belaka.

Sementara di ufuk barat, jingga mulai kehilangan warnanya, pertanda bahwa gelap akan segera tiba.

Aku masih di tempat yang sama, bersama doa-doa yang terucap lewat lidahku yang kelu. Kulangkahkan kakiku dengan tempo yang lebih cepat namun ujung dari lorong panjang ini seakan semakin jauh dari pandangan mata.

Kenapa juga aku tidak mendengarkan nasihat dari Mrs. Emma tadi?
Padahal jika aku menunggu sedikit lebih lama untuk sebuah angkutan umum, aku mungkin tidak perlu mengalami pengalaman mengerikan seperti ini.

Aku tidak berani untuk sekedar menoleh ke belakang. Makhluk apapun itu yang mengikuti, kuharap dia bukanlah sesuatu yang akan menghabisi nyawaku atau mengambil jiwaku seperti yang sering kutonton di film-film horror.

***

"Siapa kau?"

Bulu kudukku meremang ketika wanita itu menampakkan senyumannya. Kepalanya dimiringkan ke samping, membuatnya terlihat semakin menyeramkan di mataku.

Angin malam berhembus pelan, menerbangkan beberapa helai rambutku yang jatuh terurai. Di kamar yang gelap ini, ditemani cahaya rembulan yang mengintip lewat celah-celah jendela yang terbuka, aku terbangun ketika merasakan sesuatu menyentuh puncak kepalaku.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?"

Kali ini, senyuman itu memudar. Berganti dengan tatapan sendu yang pernah sekali kulihat saat ia terbaring tak berdaya di padang rumput, senja itu.

"Kau tidak mengenalku? Kau menolongku hari itu, artinya kita teman, bukan?" Tanyanya, tidak menghiraukan pertanyaanku.

Ya, aku memang menolongnya hari itu. Tapi itu bukan berarti kami adalah teman. Dan lagi, teman macam apa yang menyelinap masuk dalam kamar tidurmu pada jam tiga pagi dengan penampilan menakutkan seperti ini?

Dan yang terpenting adalah,

"Itu semua hanyalah mimpi" bisikku pelan, lebih kepada diriku sendiri.

Namun, detik itu juga aku menyesali perkataanku. Seketika, senyum di wajahnya menghilang, bergantikan tatapan dingin dan tajam yang seakan menusuk, menembus ke dalam tulang.

Wanita itu mendekat ke arahku, "Apa ini semua hanyalah mimpi bagimu? Apa aku juga tidaklah nyata, Lara Kingsman?"

***

Ternyata benar, semua ini hanyalah ilusinasiku saja.

Sudah lewat lima belas menit setelah aku berhasil melewati lorong gelap nan suram itu dengan segenap jiwa dan raga. Aku memperhatikan hewan berbulu yang tengah asyik berguling di depanku ini dengan tatapan kesal.

"Ternyata hanya kucing.."

Aku kembali melangkahkan kaki menuju rumahku yang tinggal beberapa meter lagi dapat terjangkau oleh mata.

Kusempatkan untuk menoleh ke arah kucing beriris biru itu, sekedar memastikan apakah ia bukanlah monster jadi-jadian atau siluman yang berwujud kucing.

"Kau pasti sudah gila, Lara. Monster itu tidak ada"

Dan akhirnya, tubuhku benar-benar berlalu meninggalkan mulut lorong itu dengan jantung yang masih berdegup kencang.

Ya, terkadang apa yang kita ucapkan memang tidak sesuai dengan apa yang kita rasakan.

***

Hello everyone ^^
Sorry for the "too-late-update",
I think yesterday was the bad day for me, and i didn't have an inspiration to write a story, but...
Finally, i updated the new chapter/yoohoo/

Dont forget to give a respond, because your respond is my moodbooster >.<
XOXO.
-peedaphoo

LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang