Budayakan vote sebelum membaca dan comment sesudah membaca karena itu buat aku makin semangat untuk update part selanjutnya.
HAPPY READING!***
Sasa meregangkan otot-ototnya yang sudah terasa kaku, lehernya terasa sedikit nyeri karena terlalu lama menunduk, tangannya pegal karena terlalu banyak menulis, dan matanya terasa perih karena hanya terpaku pada satu benda saja.
Yap! Sasa baru saja menyelesaikan tugasnya. Dia diberi tugas oleh Bu Fitri meringkas 3 bab sekaligus dan harus dikumpul keesokan harinya, padahal besok XI-IPA 5 tidak belajar biologi. Bu Fitri memang selalu sesuka hati memberikan tugas kepada murid-muridnya, tapi walaupun begitu siswa Sakura High School tidak pernah terlambat dalam mengumpulkan tugas yang diberikan Bu Fitri.
"Gila! Tugas baru dikasih tadi besoknya harus dikumpul, tu guru mau gue cepet-cepet mati kali ya. Kasih tugas juga gak ngira-ngira, masa 3 bab dalam semalam harus selesai? Gak bisa liat muridnya nyantai gitu semalam doang?" omel Sasa yang sudah kelewat kesal.
"Yaudah lo terima aja kenapa sih? Ribet banget jadi orang, gitu aja ngeluh," ujar Shafiya yang sedang berbaring di atas kasur Sasa. "Makanya jangan sok sok-an sekolah di sekolah elit, ribet sendiri kan lo, lo pikir sekolah elit di dunia nyata bakalan sama kayak sekolah elit di drama korea lo itu?" sambung Shafiya dengan nada mengejek.
"Heh, jangan sembarangan kalo ngomong! Bilang aja lo iri, sekolah lo gak se-elit sekolah gue," ujar Sasa.
"Siapa juga yang iri? Sekolah gue jauh lebih elit daripada sekolah lo!" bantah Shafiya.
"Coba lo sebutin deh kelebihan sekolah lo yang gak ada di sekolah gue," ucap Sasa menantang adiknya.
Shafiya terdiam. Dia tidak tak tahu harus menjawab apa, karena pada kenyataannya Sakura memang jauh lebih elit daripada Cendana.
"Diem kan lo! Emang gak ada yang bisa lo banggain dari Cendana lo itu, luasnya aja baru parkiran di Sakura," ucap Sasa dengan bangga.
Malas melanjutkan perdebatan dengan kakaknya, Shafiya memilih meninggalkan Sasa sendirian di kamar. Shafiya membanting pintu kamar Sasa dengan kasar.
***
Setelah merapikan meja belajar dan memasukkan buku yang akan dibawa ke dalam tas, Sasa langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia memegang kepalanya yang masih sedikit pusing, hal ini mengingatkannya dengan kejadian tadi siang.
Sasa tak habis pikir, orang aneh seperti Devan bisa melakukan hal yang membuat semua perempuan meleleh. Masih membekas di pikiran Sasa bagaimana ekspresi Devan saat mengkhawatirkannya. Sebuah senyuman terukir di bibir Sasa. Bohong jika Sasa tak suka diperlakukan seperti tadi, tapi mengingat yang melakukannya adalah Devan, Sasa jadi bergidik ngeri. "Kok gue jadi mikirin orang gila sih?" gumam Sasa.
Sasa menghidupkan lampu tidur yang ada di nakas dan mematikan lampu utama yang ada di kamarnya. Hari ini sangat melelahkan karena Sasa harus berhadapan lagi dengan Devan.
DRRT..DRRT..
Getaran ponsel yang ada di nakas membangunkan gadis bermata coklat terang itu. Ingin rasanya Sasa mengabaikan ponselnya dan kembali tidur, tapi getaran ponselnya semakin menjadi-jadi.
Dengan malas Sasa meraih ponselnya, dia berdecak sebal saat mengetahui kini sudah pukul satu malam. Kekesalan Sasa bertambah saat melihat nama Devan ada di notification boxnya. Untuk apa Devan menghubunginya tengah malam begini.
Devano Adrian
Hai cantik😊
Malam ini dingin ya, pengen gitu dipeluk cewek cantik kayak lo."Ni orang anak kurang kerjaan banget sih, chat orang tengah malem gini. Jomblo kali ya," ujar Sasa. Dia tak sadar bahwa dirinya sendiri juga jomblo.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO REASON [SLOW UPDATE]
Teen FictionCover by @partikeldebu Setelah sekian lama tempat itu tertutup rapat, akhirnya Sasa kembali berani membuka hatinya untuk seorang laki-laki setelah mengalami kisah cinta yang sangat buruk menurutnya. Sasa kira DIA berbeda. Namun, dia memberikan luka...