Home or House

3 1 0
                                    

2 kalimat ini membuat diriku berfikir hebat.

Home adalah tempat nyaman untuk pulang. tempat dimana kebahagiaan Keluarga terasa indah. Tempat itu harusnya berisi aku, Bunda juga Ayah. Namun apa  yang terjadi berbeda. Hidup tidak seadil itu.

Aku hanya memiliki House.
Tempat dimana tidur lebih nyaman dibanding saat bangun. Suara makian   dan pembelaan Tanpa  mengenal apa yang sebenarnya bersalah.

Mereka tidak buta tapi justru menutup pandangan bahkan aku merasa menjadi jin yang tembus pandang jauh lebih baik.

Mereka tidak tuli tapi mengapa suara kejujuran yang keluar tidak mereka dengarkan.

Mereka tidak bisu tapi bisakah mulut mereka tidak menyiksa bahkan menghakimi  diriku sesuka hati.

Anda bilang jika mendengar suara teriakan jantung anda merasa sakit.
Tapi bisakah anda dengan suara tangisannya bocah ini.
Bocah yang kehilangan sosok ibu 20 tahun lalu.
Bocah yang dibenci karena sejarah keluarga yang Di mata Anda hancur.

Bukan aku yang menentukan bagaimana aku lahir.
Bukan pilihan Bunda untuk melahirkan seorang anak bernama Dewi Karena aku hanya menjalani takdir yang Tuhan berikan.

Bukan juga salah Ayah.
Dia bukan penjahat, bukan pembunuh.
Dia memiliki perilakunya buruk, iya tapi dia tidak menyakiti aku sebesar kalian melukai jiwaku.

Aku berlajar mandiri. Jika aku sakit sungguh aku mengurus semuanya​ sendiri tanpa kalian.
Jika aku lapar, maka akan mengambil uang sendiri dan pergi tanpa meminta  bantuan kalian.
Jika aku luka, aku membiarkan hingga luka itu sembuh sendiri mungkin aku juga akan berusaha ke dokter sendiri.
Taukah kalian pengorbanan aku begitu besar, aku berjuang dengan apa yang dalam tubuh ini.

Aku sayang kalian sebagai keluarga.
Sejak Bunda meninggal aku menganggap anda mami  sebagai pengganti Bunda. Namun setelah dewasa aku kecewa sosok ibu yang aku dambakan dari Anda telah pergi.

Papi, aku tahu dan sangat paham sebesar apa kebencianmu bahkan anda berniat membunuh saya. Tidak peduli bahwa anda masuk penjara dan mati sebagai penjahat.

Kenapa Hidup itu begitu rumit.
Kenapa harus aku?
Apa aku boleh  benci pada kalian?
Apa aku boleh meminta kalian
Sedikit saja berfikir positif tentang aku.

Seseorang meminta aku bersabar untuk bertahan walaupun diusir, membuang ego dan harga diri hanya untuk memenuhi janji itu.

Seseorang itu Kaka iparku. Sosok yang begitu hebat  setelah diuji mungkin yang dialaminya lebih berat.
Dia dan Kakak  alasan untukku bertahan disini.
Bunda menitipkan aku pada mereka.
Sekalipun Kakakku tidak memiliki darah yang sama, karena aku adalah ponakan untuknya.

Kakakku bahkan jauh mengerti dan sayang  kepadaku. Dia melindungiku sebaik mungkin. Kami berbicara dalam diam tapi hati kami saling terhubung.

Kakak iparku dia hebat. Orang asing yang berhasil membuat aku menjadi sekuat ini. Aku menemukan bagaimana rasanya tertawa lepas dan bersyukur, bahwa sampai sekarang aku masih hidup. Itu terjadi jika ada disamping mereka berdua.

Berbeda saat di rumah, bahkan bagiku tidur seperti sebuah dosa disini. Bagaimana mungkin setiap bangun tidur aku selalu membuat pulai dari tangisanku.

Aku lelah, jiwaku rapuh bisakah kalian tidak menghancurkan hal itu lagi.
Aku tidak berani menyakiti diriku dengan benda tajam.
Yang bisa kulakukan adalah menuangkan hal  ini dalam sebuah tulisan.

Musik dan menulis adalah alasan kedua agar aku tetap hidup semestinya.
Setidaknya Tuhan mendengar doaku. Saat aku tidur kedamaian menyelimuti jiwa ini, aku bisa sembuyikan tangis dalam Doa pengampunan untuk kalian.

Tapi begitu membuka mata sosok penuh damai itu hilang. Berganti menjadi gadis  penuh semangat yang berusaha menyembunyikan luka yang 'tak berbekas.
Aku berubah menjadi gadis dengan seribu topeng kepalsuan.
Saat orang bertanya betapa buruk kalian.
Aku hanya diam tidak menjawab, tersenyum dan tertawa bodoh.

Bagiku terlihat sebagai bodoh jauh lebih baik daripada berusaha menjatuhkan kalian. Karena nama kalian sudah terkenal buruk, lantas buat aku berusaha menjatuhkan kalian lagi.

Bagiku seburuk apapun kalian, satu ikatan yang BERNAMA KELUARGA itu seperti benang merah yang mengikat.

Alm.Mbah Ses,  alm.Mbah uti,Mbah Sumi yang hilang kabarnya.  alm.pakde Dodo, alm. Budhe dal.
Sederet nama itu sudah tiada tiada namun selama mereka hidup, mereka tidak pernah menyakiti bocah ini.

Hingga dulu aku pernah berfikir jika Tuhan mengambil semua orang yang aku sayangi. Maka baiklah aku berlajar untuk membenci dan enggan percaya dengan sepenuh hati pada orang lain.

Hal itu terjadi hingga aku menyadari itu salah. Tuhan menunjukkan bahwa aku hebat. Ujian seberat apapun aku siap hadapi walaupun tanpa persiapan.

Bertemu dengan mereka berdua mampu membuka diri ini ke arah yang lebih baik.
Setidaknya aku tidak berfikir bahwa kematian jauh lebih pantas untukku.

Aku harap keluarga kalian tidak seperti ini, jika iya bagaimana kalo kita berteman dan bertukar kisah?

Hidup itu penuh misteri.
Sekeras apapun hidup jangan pernah mengalah.
Walaupun kalian mengatakan tak mampu, percayalah hidup itu akan terasa ringan jika dijalankan dengan semestinya.





Me,My Self And ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang