Me

124 35 6
                                    

Jujur, aku lebih suka memakai masker ketika di luar rumah. Kenapa? Karena aku lebih nyaman dan agar aku tidak di pandang melalui fisik ku, selain itu juga aku tidak suka bila wajah ku dipandang oleh orang lain terutama lawan jenis, aku malu. Dan sebenarnya yang sangat tidak aku suka adalah cara pandang orang terutama lawan jenis yang langsung menilai hanya dari fisik, aku sangat tidak suka. Mereka selalu saja memandang bagaimana warna kulit, mulus atau tidak nya, dan yang terpenting cantik atau tidak. Hei, tidak bisa apa melihat orang lain dari sisi lain selain fisik? Mereka pikir apa yang dirasakan orang-orang seperti ku? Bahagia atas lelucon fisik yang di berikan kepada mereka? Aku dan mereka, sakit hati.

Masker adalah pelindung dan segalanya untuk ku. Orang bilang aku aneh, tapi aku bilang "Aku berbeda". Bukan karena aku ingin mencari perhatian, aku bahkan tidak suka jadi pusat perhatian. Mungkin faktor kepercayaan diri yang kurang juga menjadi alasan kenapa masker adalah item wajib ku. Karena seringnya aku tidak melepaskan masker ku, sempat ada yang bilang pada ku jika aku 'sok cantik', dan yang ku lakukan hanya tertawa getir mendengar kata-katanya, kemudian berkata pada diri sendiri bagaimana caranya aku bisa 'Sok cantik' kalau aku saja selalu merasa jika fisik ku kurang? Aku paham saja sih, karena dia tidak akan pernah bisa jadi aku, begitu pun sebaliknya. Tapi setidaknya bisa tidak hargai orang yang fisiknya kurang cantik? Aku misalnya.

Biar ku jelaskan bagaimana rupa ku, agar kalian sedikit memahami alasan ku lebih suka memakai masker. Aku adalah anak perempuan yang memiliki tinggi 158 cm, kulit sedikit sawo matang, struktur muka berjerawat dan sedikit pori besar di bagian pipi, mata yang sipit dan pipi agak tembam. Aku rasa mungkin sudah tergambar bagaimana rasanya jadi aku. Ya, aku tidak percaya diri. Sangat. Tidak. Percaya. Diri. Dalam. Hal. Fisik.

Bukannya aku tidak bersyukur, hanya saja aku lelah mendengar penilaian fisik yang berujung candaan namun menyakitkan. Terlebih lagi aku adalah seorang perempuan, jadi ya mungkin itu lebih terasa menyakitkan dan pendapat kalian itu mungkin terasa berlebihan. Faktanya menilai seorang perempuan dari fisik memang menyakiti mereka, karena perempuan itu mahluk yang perasa. Aku mungkin tidak menunjukkan nya, tapi bukan berarti aku tidak merasakan nya.

Oh iya aku sampai lupa memperkenalkan diriku, nama ku Antari Fredella, aku lebih suka di panggil dengan sebutan Antari. Usia ku 16 tahun, aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Aku bersekolah di salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta. Omong-omong aku bisa masuk ke sekolah ternama karena beasiswa, aku berprestasi di bidang bahasa Inggris sejak SMP, dan karena itu aku bisa bersekolah di sekolah ku yang sekarang. Aku juga termasuk anak yang aktif di organisasi sekolah, meskipun orang bilang aku membuang banyak waktu ku untuk organisasi aku tetap menyukai organisasi.

Mungkin sekarang kalian berfikir, "Ah yang penting kan pintar, punya prestasi, anak organisasi pula". Hey tunggu dulu, justru mungkin ada sedikit penyesalan dalam hidup ku memilih menjadi anak berorganisasi dari segi fisik. Ya, kalian mungkin ada yang sudah bisa menebak. Banyak perempuan cantik dan berprestasi yang merupakan anak organisasi, dan itu semakin membuat ku sering membandingkan fisik ku dengan mereka. Tapi untungnya, mereka adalah orang-orang super ramah dan baik hati, jadi aku bisa mengesampingkan semua hal itu. Walaupun terkadang aku harus mengelus dada jika banyak siswa yang membandingkan ku dengan "mereka".

Ya mau bagaimana lagi, memang nasib ku seperti ini. Mau tidak mau, suka tidak suka Tuhan sudah menciptakan aku dalam wujud "Aku" yang sekarang. Jadi yang aku lakukan hanya bisa menutup telinga, dan tidak mempedulikan perkataan buruk mereka terhadap ku, ya meskipun kadang itu terasa menyakitkan. Toh hidup ku asal hidup ku, bukan hidup mereka, kekurangan ini milik ku, bukan milik mereka, jadi terlalu mempedulikan perkataan mereka adalah senjata bagi diri ku sendiri. Semakin ku dengar ocehan nya, semakin merasa menang mereka.

Soal cinta, jujur saja aku tidak pernah merasakan yang namanya punya "Pacar", sebenarnya ada sih beberapa orang yang pernah menyatakan cintanya pada ku, tapi aku lebih memikirkan prestasi ku dibandingkan hal semacam itu. Boleh saja kalian berfikir 'Sudah jelek, sombong pula', eits maaf sebelumnya tapi membuat orang tua ku senang karena aku mendapatkan prestasi lebih penting buat ku daripada membuat diriku senang dengan mempunyai pacar yang ku sayangi. Tapi bukan berarti aku tidak pernah ada sedikitpun perasaan terhadap lawan jenis, aku punya perasaan semacam itu. Namun, entah sejak kapan aku sudah membangun dinding yang bernama 'ego' terlalu tinggi, hingga acuh pada perasaan ku sendiri.

Let Me Show YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang