Why?

35 16 0
                                    

Ketika makanan ku dan Adara datang, kami langsung menyantap nya. Aku melahap nasi goreng yang ku pesan pedas, sialnya, aku lupa beli minuman.

"Kebiasaan banget sih, nih air mineral buat lo." aku agak terkejut mendengar suara itu, "Loh ta?". Dia langsung duduk di samping ku tanpa persetujuan ku, "Sejak kapan lo disini? Kebiasaan banget sih suka muncul tiba-tiba." aku mendengus kesal tapi dia malah cengengesan. Dasar Arta aneh. "Sejak lo makan suapan pertama, terus malah melamun. Udah nih minum, nanti kalo lo kepedesan, bisa mati lagi. Tuh muka Lo udah keringetan juga." dia malah tertawa, "Hm, dasar stalker. Yaudah iya, ngeselin banget sih lo. Btw udah dapet jadwal pelajaran kan? Send ke gue nanti ya." aku kemudian melanjutkan makan ku. Arta hanya mengangguk lalu memperhatikan aku yang sedang makan, Arta ini kenapa sih?

"Nta gue balik ke kelas ya."
"Yaudah sana."
"Jangan kangen."
"Gak, gak bakal."
"Nanti juga bakal kangen."
"Pengen banget di kangenin."
"Yaudah terserah lo aja, kalo kangen, chat gue aja."
"Iii, udah sana katanya mau ke kelas."
"

Iya, dadah nta."
"Iya Arta."

Adara mencubit ku pelan, "Ciee, dari SMP gitu terus ya Nta, kapan jadian nya?" Adara lalu tertawa sambil mencolek pipi ku. Aku lalu menarik nafas ku kasar. "Nanti kalo jadian traktir gue boleh lah ya Nta. Hahaha." Adara selalu saja begitu, jika ada yang dekat dengan ku. Padahal kan Arta cuma teman ku, iya cuma teman. "Enggak ihh, eh udah mau selesai istirahat. Ayo cepetan kita selesaiin makan nya." Adara menyetujui kata ku, dan kita langsung menyelesaikan makanan kita.

...

Suasana kelas 10 IPA 2 langsung heboh ketika aku dan Adara memasuki ruangan, lebih tepatnya heboh karena Adara. Aku dan Adara sudah berdiri di depan kelas, mereka semua kemudian diam dan memperhatikan antusias. "Dar, lo aja yang ngomong." Adara hanya manggut-manggut, karena dia tau aku agak pendiam. "Halloooo adik-adik, gimana udah pada istirahat kan? Udah seger lagi dooong?" Adara memang anaknya selalu ceria seperti itu, "Udaah dong kak Adara." Jawab mereka kompak. Bahkan mereka bisa langsung hafal nama Adara.

"Wah udah hafal nama kakak yaa, tau nama temen kakak ini gak?" Adara langsung merangkul pundak ku, mereka diam saja tak ada respon, lalu tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang mengangkat tangan. "Saya tau kak." Semua langsung menoleh ke arah anak laki-laki yang duduk di barisan ketiga, di samping jendela. Jujur, aku juga agak terkejut, ada juga yang tau aku.

"Hayoo siapa namanya?" tanya Adara pada nya, "Kak Antari Fredella, Antari artinya angin, Fredella artinya pembawa kedamaian. Jadi arti nama kak Antari itu angin pembawa kedamaian. Kak Antari itu dari kelas 11 IPS 2, jabatan di OSIS nya seksi bidang komunikasi dalam bahasa Inggris. Kak Antari itu peringkat pertama di kelas, pernah juara olimpiade matematika tingkat provinsi." semua yang ada di ruangan tersebut terkejut bukan kepayang, termasuk juga aku. "Tunggu dek, kamu tau semua itu darimana?" tanya ku penasaran, "Nanti kakak juga tau.". Aku tidak suka rasa penasaran, dan anak ini sudah menantang aku.

Lalu Adara pun langsung mencairkan suasana dengan games dari nya, aku memperhatikan anak itu. Dia kelihatan begitu dingin, bahkan dia tak tertarik dengan games yang di mainkan. Dia seorang anti sosial, menurut ku. Dia siapa? Aku bahkan tidak mengenal nya? Tapi kenapa dia seolah sangat tau seluk-beluk ku? Aku tidak suka di buat penasaran, sangat tidak suka. Aku benci ini.

...

Aku mencari headset ku di ruang OSIS, tapi dari tadi tak kunjung aku temukan. Aku lalu memutuskan untuk pergi melihat ke kelas-kelas, mungkin saja terjatuh di sana, atau tak sengaja ku tinggalkan. Entahlah, tapi aku tak bisa pulang tanpa headset ku.

Headset sayang ku, kamu dimana?

"Antari." aku agak terkejut karena aku terlalu fokus mencari keberadaan headset ku, "Ta, lo bawa headset gue lagi ya?". Arta mengangguk cengengesan, "Kebiasaan banget sih bikin orang panik, lo tau kan gue sayang banget sama headset itu?" aku berdecak kesal. "Iya-iya, maaf. Lagian headset di tinggal-tinggal di kantin, untung gue liat. Coba kalo engga?" dan aku teringat bahwa aku memang sempat melepaskan headset ku sewaktu di kantin, ah bodohnya aku. "Yaudah makasih, sebagai bentuk rasa terimakasih gue, lo boleh nebeng sama gue." dia langsung menyambut perkataan ku antusias. Kami lalu berjalan menuju ke parkiran motor, Arta sedang tidak banyak omong hari ini. Entah kenapa.

"Oh iya sekalian, pengen cerita."
"Tumben mau cerita."
"Yaudah gak jadi."
"Ya jangan dong, ceritain aja."
"Yaudah nanti di motor."
"Oke."
"Hobi lo bikin orang panik ya Ar?"
"Enggak juga, gue suka bikin lo panik ya?"
"Ya menurut lo?"
"Hehehe, tapi gue belum bisa bikin lo kangen sama gue. Jadi belum lengkap."
"Apaan sih Ar, ga jelas lo. Kenapa sih akhir-akhir ini kayanya suka ngomong ngelantur gitu?"
"Ayo nta, mana kunci nya?"

Aku memberikan kunci motor ku kepada Arta, dasar Arta. Kenapa ya dia jadi suka begitu? Agak berubah deh.

...

Hari ketiga dan rasanya lelah sekali. Terlebih lagi sebelum aku berangkat, bukan kata hati-hati dan semacamnya yang ku dapat, melainkan kata caci maki yang saling dilontarkan ayah ku kepada abang ku, dan begitu juga sebaliknya. Aku rindu mama, coba saja mama masih ada pasti keluarga ini masih harmonis seperti dulu.

Ma, Antari kangen mama. Antari kangen belajar bareng sama abang. Antari kangen bercanda sama ayah. Antari kangen banget. Kenapa mama pergi? Mama sayang Antari gak sih ma? Antari capek sembunyiin kenyataan kalo Antari lemah.

"Kak Antari." aku langsung membuyarkan lamunanku, "Hah, iya kenapa?". Aku melihatnya dan kemudian aku sadar aku mengenalnya, "Loh kamu kan anak yang kemarin?" sebenarnya dia mau apa aku sangat tidak tau. Sial nya aku sangat ingin tau, "Kakak pasti bingung kenapa aku tau kakak, aku mau ngasih tau kakak sesuatu."

...

To be continued.

Let Me Show YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang