3. Naira Ayuningtyas

17 1 0
                                    

Naira berjalan tergesa-gesa sambil membawa beberapa tumpuk buku yang besar-besar melewati koridor yang telah sepi. Tentu saja sepi, waktu istirahat sudah habis dan ia terlambat memasuki kelasnya.

Setelah dari perpustakaan, Naira menemui Pak Susilo di ruangannya. Pak Susilo memanggilnya karna dirinya belum mengumpulkan data siswa untuk rapot. Sebenarnya Naira sudah mengisi data itu, tapi menghilang entah kemana. Naira memang sedikit ceroboh, dan dengan bodohnya, ia bukannya menghadap wali kelas untuk meninta data itu lagi, ia malah membiarkannya begitu saja. Alhasil, dirinya dipanggil ke ruangannya.

BRUUKKK'

Karena Naira berjalan teralu tergesa-gesa, Naira menabrak seseorang yang membuat dirinya terjatuh bersama buku-buku tebal yang ia bawa. Tubuh Naira yang kurus jika bertabrakan dengan pria besar, tentu saja Naira terjatuh.

"Aaucchh" ringis Naira, ia tidak berani mendongak ke atas menatap cowo yang sedang berdiri di hadapannya. "Maaf!" Ucapnya lirih tapi masih cukup terdengar di telinga cowo itu.

"Maaf... maaf. Makanya kalo jalan tu pake mata!!" Seru cowo itu kesal menekankan pada kalimat pake mata.

Naira menunduk takut sambil merapihkan beberapa buku yang berserakan di area koridor.

Cowo itu kemudian berjongkok dihadapan Naira yang sedang merapihkan beberapa buku tebalnya itu. Ia berjongkok karna ingin melihat wajah yang menabraknya, karna Naira hanya menunduk dan wajahnya tertutup oleh rambutnya yang lurus sehingga wajahnya tidak terlihat.

Naira menatap cowo itu takut dan cowo itu juga sedang menatapnya. Mata coklat terangnya bertemu dengan mata hazel milik cowo itu.

Cowo itu membulatkan matanya. "Kamu!!!" Serunya terkejut. "K-kamu gapapa kan?" Tanyanya sambil membantu Naira merapihkan buku yang berserakan kemudian membawanya sebagian. Cowo itu pun berdiri.

Naira hanya menunduk. Ia mengambil dua buku tebal yang tertumpuk di lantai kemudian berusaha berdiri.

"Biar gue bantu" tawarnya sambil mengulurkan tangannya.

Naira hanya menatap uluran itu. Lalu Naira menatap cowo itu, cowo itu mengangguk dan tersenyum padanya sehingga Naira menerima uluran tangan cowo itu dan membantunya berdiri.

"Makasih" ucap Naira tersenyum tipis menatap singkat cowo itu kemudian menunduk.

"Sama-sama" balasnya. "Emm gue, emm m-minta maaf yah, tadi udah ngebentak lo" lanjutnya kikuk sehingga terbata. Cowo itu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Naira hanya mengangguk sambil menunduk.

"Elo Naira kan?" Tanyanya yang membuat Naira mendongak menatap cowo itu yang lebih tinggi darinya. Naira hanya setinggi leher cowo itu.

Naira menaikkan alisnya. "Kamu tau nama aku?"

"Iya gue tau. Arif cerita tentang lo. Pas lo nyamperin meja kita nyariin Arif" jelasnya.

"Kamu temannya Arif?" Tanya Naira.

"Iya. Kita sahabatan dari kecil" jawab cowo itu. Cowo itu mengulurkan tangannya kepada Naira. "Kanalin, gue Ardhi. Ardhika Hartanto nama lengkap gue" ucapnya memperkenalkan diri sambil tersenyum.

Naira menerima ragu-ragu uluran tangan itu. "Naira Ayuningtyas" Naira tersenyum tipis. "Emm, aku ke kelas duluan ya? Udah terlambat" pamitnya kemudian berjalan melewati Ardhi.

"Ati-ati" ucap Ardhi ketika Naira sudah beberapa langkah lebih jauh darinya. Ardhi menatap punggung Naira yang semakin menjauh.

Baru berjalan beberapa langkah. Naira menoleh ke belakang menatap Ardhi. Naira tersenyum menatap Ardhi.


Monokrom ( Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang