Tanggal 9 september tahun 2007. Saat itu aku baru kelas 4 Sekolah Dasar, pagi ini rasanya sangat senang dan tidak sabar ingin pergi ke sekolah dengan sepeda baru ku walaupun sebenarnya aku bisa berjalan kaki ke sana karena sekolah hanya bejarak 2 lorong dari rumah ku.
Setelah selesai mandi dan memakai seragam sekolah aku bergegas memasukan buku-buku pelajaran ku ke dalam tas. Yah ini adalah salah satu kebiasan buruk sewaktu aku masih kecil, karena terlalu sibuk bermain semalaman sampai akhirnya aku bangun telat dan lupa mengatur semua persiapan untuk kegiatan sekolah besok.
“Arin! yuk berangkat sekolah, sudah telat nih” panggil teman-teman yang menunggu di depan rumah
“Tunggu sebentar” jawab ku sesudah mencium tangan kedua orang tua ku dan pamit ke sekolah lalu menuju teras untuk mengeluarkan sepeda.
Sesampainya di sekolah ku parkirkan sepeda di pojok pagar dan tak lupa mengunci nya, seketika teman-teman yang melihat aku memarkirkan sepeda bersorak, “Cie arin sepeda baru”. Sebenarnya sepeda itu pemberian sekaligus hadiah dari tetangga ku kemarin karna hari ini aku berulang tahun, katanya sih sudah tidak terpakai mending di kasih ke aku.
Aku berjalan menuju kelas 4-A yang berada tepat di samping kantor sekolah, kelihatannya banyak siswa dan siswi yang berkerumun di lorong depan kelas ku, tapi rata-rata yang kulihat adalah para siswa sih.
“Ada apa ini?” kutanya salah satu siswa yang berdiri di dalam kerumunan itu
“Tadi ada siswi baru pindah ke sini dan sedang mengurus sesuatu di dalam kantor, kabarnya sih dia cantik” jawab siswa itu sambil mengacuhkan ku karena gelisah melihat ke dalam kantor
Ternyata cuman murid pindahan kirain ada masalah genting. Ku lanjutkan langkah menuju kelas. Saat masuk di kelas aku di sambut oleh kegaduhan yang teman sekelas ku buat sampai-sampai suara bising mereka kedengaran keluar kelas. Sebenarnya suasana inilah yang membuat ku betah berada di kelas, canda tawa mereka yang sungguh menghibur, apalagi aku mempunyai teman sebangku yang baik, lucu dan selalu menolong ku saat tak paham dengan pelajaran maupun saat aku lupa mengerjakan tugas rumah.
“Yo Arin tugas kemarin yang di suruh kerja di rumah sudah selesai gak?” tegur teman sebangku ku sambil memperbaiki kacamatanya
“Astaga, aku lupa mengerjakannya kemarin, pinjam punyamu dong”
“Kebiasaan banget sih lu, nih salin cepat” Bentaknya sambil memberi buku tugas yang akan aku salin.
Saat aku ingin menyalin tugasnya tidak kusadari pulpen ku hilang, tapi perasaan tadi aku menaruhnya di laci depan tas ku. Lalu kutengok ke arah pintu, ternyata pulpen ku jatuh saat aku masuk ke kelas tadi. Gelisah karena ingin menyalin dengan cepat ku ambil pulpen itu di dekat pintu kelas dan saat itu pula dia masuk dan menyapa ku
“Hei !” kutengok ke arahnya tapi entah siapa dia
“Nama ku Arini salam kenal yah, aku murid pindahan” sejenak aku terdiam melihatnya, entah karna dia anak baru atau karena paras wajahnya yang cantik
“Hai juga, nama ku Arin salam kenal yah” Ku balas sapanya dengan wajah tanpa ekspresi
Sambil tersenyum dia berkata “Nama kita agak mirip yah”
“Ah ia ia...” Jawabku dengan tatapan yang kosong
Lalu dia pamit ingin ke bangku tempat duduknya dengan se-sekali menatap ku.
Jadi dia anak pindahan yang jadi pemicu kerumunan di depan kantor, pantas saja sih karena dia cantik apalagi kalau dia pintar bisa jadi satu paket lengkap haha.
Tak dirasa bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku bergegas pulang kerumah untuk membantu ibu menjual makanan di rumah. Ibu ku terkenal dengan masakannya yang enak jadi tak heran jika rumah selalu ramai dengan pembeli mulai pagi sampai sore walaupun menunya sederhana. Aku sebagai anak yang baik harus membantu ibu karena pasti ibu cukup kewalahan bekerja di rumah sendirian.
Rumah ku bisa di bilang berukuran kecil tapi ibu ku mengakalinya dengan menempatkan warungnya di teras supaya rumah tidak sempit. Ayah ku bekerja di perusahaan yang berada di luar negeri, terkadang ayah pulangnya setahun bahkan tiga tahun sekali karena pekerjaannya yang sangat banyak dan juga kesibukannya yang tak kunjung usai jadi satu-satunya orang yang bisa membantu ibu hanya aku.
Setelah warung sudah lekas tutup ku lihat arah letak jarum pendek jam dan ternyata sudah jam 4 sore,
“Ibu aku mau main dengan teman dulu yah” ujar ku sambil mengeluarkan sepeda dari teras
“Ia nak, kalau magrib pulang yah” Dan ku kayuh sepeda ke arah lapangan yang hanya berjarak 2 lorong dari rumah ku karena di sanalah tempat teman-teman ku berkumpul dan bermain sehari-hari.
Sesampainya di lapangan dekat rumah aku melihat seseorang yang kelihatannya tidak asing di pandangan ku, tapi aku lupa-lupa ingat terhadap wajahnya dan dia menatapku ku dengan senyumnya yang mengingatkan ku dengan seseorang tapi lagi-lagi aku tidak tau siapa dia.
“Sore Arin” Sapanya dengan melambaikan tangan kanannya
“Sore juga Arini” Jawab ku sambil menepuk wajah ku dan berfikir betapah bodohnya aku sampai bisa melupakannya
“Wah kamu tinggal dekat sini yah?” Tanya Arini dengan pandangan heran melihat tingkah laku yang aku buat
“Ah ia, rumah ku dekat sini apa kamu juga tinggal dekat sini?”
“Ia, rumah ku berjarak dua lorong dari sini, kalau tidak salah namanya jalan toddopuli 4 deh” jawabnya yang membuatku terdiam.
Ha? Itukan alamat jalan rumah ku, berarti dia tinggal dekat rumahku dong.. Saat itu juga dia membuatku salah tingkah, sampai-sampai aku tidak bisa mengendalikan perasaan yang membuat ku gugup untuk berkata maupun beranjak dari tempat ku berdiri.
“Arin? Kau baik-baik saja? Mengapa kau terdiam” tegurnya sambil menatap wajah ku lebih dekat
“Hm? a..a... anu, itu ehh” Sungguh dia membuat ku mati kata dan salah tingkah
Haruskah aku mengakhiri percakapan ini? Tapi rasanya sungguh menyenangkan berbincang bersamanya. Lalu dia pun memegang dagunya sembari menatap sepeda ku dan berkata “Hei, katanya itu sepeda baru yah? Coba balapan gih sama teman-teman mu hehe”
Lalu ku jawab dengan percaya diri “Oke lah, siapa takut!”
Dari sekian banyak anak-anak yang berkumpul di sini cuma kami bertiga yang ingin ikut serta balapan sepeda ini.
Aku dan 2 teman ku yang lain mengambil posisi untuk bersiap dengan rute balapan yang pendek. Jalan setapak dengan jalur lurus menuju pertigaan lalu belok kiri menuju finish di sekolah. Sebenarnya aku agak takut ikut balapan ini, karna ku pandangi langit sore ini sangat gelap seperti mau hujan saja, tapi semua sudah terlanjur berjalan.
Arini pun melangkah maju dan meneriakkan tanda mulainya balapan “3, 2, 1 ayo!!”
Saat itu aku tak menghiraukan sekitar ku dan mulai mengayungkan pedal sepeda dengan kencang agar Arini melihat betapa lihainya cara ku mengendarai sepeda. Menyalip mereka berdua itu gampang sampai-sampai mereka tak dapat mengejar, lalu kulihat ke belakang ternyata benar mereka tak dapat mengejar ku.
Tetapi saat di pertigaan dekat sekolah turunlah hujan yang sangat deras dan membuat jalanan sangat licin. Tak kusadari lewat seekor kucing hitam di arah kiri yang sedikit lagi ku lindas, seketika ku belokan sepeda ku ke arah kanan yang juga telah melaju mobil dengan sangat cepat, dengan rifleks ku rem sepeda ku dengan erat tapi jalanan sangat licin untuk berhenti dan sekejap mobil itu menyambar ku.
“Dwar !!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light
FantasyPerjalanan hidup yang ia jalani tanpa di sadari sedikit demi sedikit menguak kekuatan luar biasa yang terpendam dalam dirinya. Akan tetapi untuk mengeluarkan kekuatan sepenuhnya tidaklah gampang bagaikan cahaya yang perlahan berusaha menembus kegela...