bab 3. dia

412 5 0
                                    


Nafasnya yang hangat , secara teratur berhembus di dahiku. Aku terbangun dalam pelukannya. Ya, dia telah menjadi suamiku sekarang. Pria yang memiliki pandangan mata teduh ini yang akhirnya menikahiku. Pria yang selalu mampu membuatku terhipnotis hanya dengan memandang matanya. Pria yang entah sejak kapan, membuat jantungku berdebar keras bila berada didekatnya. Entah apa yang ada dalam mimpinya saat ini, ia tersenyum bahkan dalam tidurnya. Aku ingin meraba wajahnya namun kuurungkan, karena takut akan membangunkannya. Akhirnya aku hanya memandanginya saja sambil tersenyum malu sendiri mengingat tingkah kekanakanku tadi malam. Aku malu, karena tanpa sadar aku terbangun dalam dekapannya. Tak mungkin aku melanjutkan kemarahanku saat ini, karena aku menikmati pelukan ini.

Perlahan mata yang kupandangi itu terbuka. Tersungging senyum manis di bibirnya saat melihatku. Dengan cepat bibir tipis itu menciumku, ciuman selamat pagi yang hangat dan dalam. Ciuman yang tidak pernah kurasakan dari kedua mantanku sebelumnya. Perasaan apa ini Tuhan, kenapa ciuman ini berbeda. Begitu tulus rasanya, mungkin ini nikmat menikah yang sering dibicarakan ustadz-ustadz di TV setiap pagi. Tidak ada nafsu didalamnya, hanya ketulusan yang membuatku ingin bertekuk lutut dihadapannya menyerahkan seluruh diriku untuk dipuaskan olehnya. Tangan kanannya membelai rambutku yang terlepas dari ikatannya, sehingga menutupi wajahku. Belaian itu membuat mataku akhirnya kembali terbuka menatapnya, setelah lama terpejam karena menikmati ciumannya.

"maaf ya yang tadi malam,.." ucapnya ketika menghentikan ciuman kami. Tangan kananya masih terus membelai pipiku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban permintaan maafnya. Dia kembali tersenyum sebelum akhirnya menciumku kembali. Kali ini ciuman berbeda dari yang tadi. Ciuman ini menuntut untuk dibalas. ciuman  yang mengocok perutku antara geli , senang dan panas. Kedua tangannya kini memegang pipiku, menekanku dan menuntut seolah olah menyuruhku mengikuti iramanya. Aku tau kemana arah ciuman panas ini, nafas kami terus saling memburu. Namun ternyata aku salah, tak lama ia menghentikan lagi ciuman kami.

"kenapa mas?"tanyaku padanya dengan nafas yang masih terengah-engah.

"aku mau bertanya kepadamu dulu kalin, bolehkah aku melakukannya? Kalin mau bercinta saat ini?" aku tau dia malu sekali saat ini. Oh Tuhan, gemas sekali aku dibuatnya. Aku tersenyum geli tak percaya mendengar pertanyaan konyol itu. Aku rasa, laki-laki konyol ini benar-benar tidak pernah pacaran.

"mas yang kaya gitu tuwh gak perlu ditanyain, jadi bikin aku geli sendiri malah"

"tapi ini pertama buatku kalin, aku takut melukai mu karena kalau kalin gak mau aku gak akan maksa?"

"mas ih, masa aku jawab sih kan malu,.. mas lihat ajalah reaksiku emang aku nolak?" heran aku dengan lelaki ini, bikin aku badmood aja. saat kuputuskan untuk beranjak dari tempat tidur karena moodku sudah kacau, mas diaz kembali menarikku ke pelukannya. Menghujaniku dengan ciuman kilat di seluruh wajahku, dan berbisik geli di telingaku "gak baik, ninggalin suami sendirian" .

Mas diaz mulai menciumi leherku, menurukan tali daster sutera -(yang paling sopan yang ada di koperku)- yang ku pakai. Terlihat sudah dadaku tak tertutupi itu. Malu. Akhirnya kututup mereka dengan kedua tanganku , walaupun tak berlangsung lama karena mas dias membukanya kembali dan menghujani dadaku dengan ciuman. Sampai akhirnya Mas diaz memasukiku dan kami menyatu dengan ritme yang teratur. mencapai puncak kenikmatan yang bahkan mejadi pahala buat kami. Kalau kata mas Diaz Option untuk ibadah kami bertambah

***

kami sedang makan di restaurant hotel, saat ibu-mertuaku- kulihat berjalan ke arah kami bersama ayah, dan seoran wanita cantik yang tak ku kenal. Wanita itu memakai rok span yang membuatnya terlihat sangat anggun. kulihat mas diaz sudah melihat mereka, ia mulai  berdiri menunggu  mereka sampai kemeja kami. aku pun berdiri dan ikut  mencium tangan ibu,ayah dan bersalaman dengan wanita cantik itu.

TrustWhere stories live. Discover now