bab 2. Pernikahan kami

328 5 0
                                    

Bagai Boomerang kini pernyataan Diaz membuatku terdiam. Aku menginginkan perjodohan ini berjalan, menikah mungkin akan terjadi setelahnya tapi tidak dalam waktu dekat ini.
Diaz masih menatapku sambil menunggu jawaban ku. Saat ini tak ada lagi kegugupan ataupun keraguan di matanya. Sepertinya kegugupan itu berbalik arah padaku. Entah apa yang harus ku jawab. Terus terang ucapan Diaz sangat romantis menurutku. Tak ada kesan gombal dalam ucapannya. Dan kurasa hatiku cukup luluh dengan lamaran yang sangat rasional ini. Tanpa ada kata cinta hanya janji akan berusaha memulai hubungan serius denganku.
" mm.. Apa Mas Diaz juga siap Nerima aku apa adanya? Dan berusaha untuk saling mencintai?"  aku cukup ragu untuk bertanya apakah dia akan mencintaiku?
" aku akan menerimamu , dan akan belajar mencintaimu kalin dengan segala keterbatasan ku".

***
"

Saya terima nikah dan kawinnya kalinda Nathania binti Muhamad Fajri Subhi dengan mas kawin seperangkat perhiasan seberat 40 gram tunai"
...
"Sah"
"Sah"
"Sah"
Terdengar riuh para tamu mengucapkan syukur karena prosesi akad nikah ini berlangsung lancar, tanpa terasa air mataku menetes mendengar mas Diaz mengucapkan kalimat akad itu. Aku memang tidak berada disampingnya, namun dengan jelas aku dapat melihat ekspresi ketegangan di wajahnya saat melafazkan kalimat itu sambil bersalaman dengan papah. Wajar saja mas Diaz begitu tegang saat ini, karena di agamaku ikrar tersebut bermakna sangat dalam, karena setelah ini mas Diaz mengambil tanggung jawab sepenuhnya atas diriku dari papah. Mulai saat ini Maz Diaz bertanggung jawab untuk menafkahiku, menyayangiku, membimbingku, dan semua yang dulunya tanggung jawab papa beralih ke mas diaz.

***
Sebulan sebelumnya...

Proses persiapan pernikahan ini sangat cepat. Hanya 1 bulan. sejak pertemuan di cafe itu tanpa lamaran yang romantis, tanpa janji-janji manis mas Diaz mengajakku menikah. Dan entah kenapa seperti terhipnotis oleh caranya memandangku aku pun mengiyakan ajakannya.
Sehari setelahnya Maz Diaz dan orang tuanya datang ke rumah ku dan meminta restu pada orang tuaku agar diizinkan menikah.
" papah, Diaz memang jauh dari kata sempurna.. Diaz pun masih jauh dari kata sukses seperti papah, hanya saja Diaz memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk membahagiakan Kalinda putri kesayangan papah, kalau papah dan mamah merestui Diaz ingin meminang Kalinda pah, mengambil tanggung jawab atas Kalianda yang selama ini papa jaga, Diaz akan berusaha menyayangi kalinda seperti papa menyayangi dia selama ini" Maz Diaz mengucapkannya tanpa ragu sambil menatap papa dalam-dalam. Kulihat Air mata Mama mulai menetes mendengar pinangan Maz diaz untukku.
"Nak, semuanya  papah serahkan ke kalinda karena yang akan jalani adalah kalian, papah dan mamah akan merestui kalian untuk hidup berumah tangga, bagaimana kalinda?" Akhirnya semua sorot mata beralih kepadaku, mereka menuntut jawabanku atas pinangan Maz Diaz, dengan sedikit gugup kuangkat mukaku yang tertunduk ketika papa mulai bicara
"insyaallah kalinda mau pah mengarungi bahtera rumah tangga dengan mas Diaz"  sambil membalas senyuman Maz Diaz yang melihatku dengan pandangan teduhnya. Senyum lega pun terlihat dari ayah dan ibu Maz Diaz yang sedari tadi tampak sangat tegang. Menurut Tante Reina, ayah dan ibu maz Diaz cukup takut dengan keputusan kami menikah secepat ini, mereka takut papa dan mama tidak setuju terlebih mereka belum pernah bertemu denganku. Dan yang paling membuat risau mereka adalah perbedaan status ekonomi keluarga kami, aku yang terbiasa dimanja oleh papah mama dengan cukup mewah sementara Maz diaz terbiasa hidup sederhana. Untungnya papah mama dengan bijak dapat menenangkan perasaan calon besannya tersebut. Sebagai orang tua papah dan mamah hanya mau kebahagiaanku. Tak penting statusnya, yang penting lelaki yang akan menikahi ku kelak mau membahagiakanku dan membimbingku.

***
Resepsi pernikahanmu telah selesai. Saat ini aku dan Maz Diaz sedang dalam perjalanan ke sebuah hotel mewah di kawasan Ancol. Ini satu-satunya hadiah pernikahan yang diterima Mas Diaz dari papah. Maz Diaz menolak semua yang papa tawarkan sebagai hadiah pernikahan, mobil, rumah, villa, dan biaya pernikahan semuanya ditolak dengan halus oleh mas Diaz. Menurutnya saat aku memutuskan menikah dengannya berarti aku tanggung jawabnya, rumah kami nanti mungkin tak sebesar yang papa mau berikan tapi itu harus hasil kerja kerasnya, mobil pun harus begitu saat ini dia memang masih menggunakan mobil kantor namun nanti katanya dia akan membelikan ku mobil dengan hasil keringatnya juga. Secara perlahan Maz Diaz mengajarkanku untuk berdiri di atas kaki kami sendiri. Membangun rumah tangga yang sesuai dengan kemampuan kami. Aku sungguh menyukai dan menghargai prinsip suamiku ini.
"Lin,..sudah sampai ayo" ia mengulurkan tangannya untuk ku pegang saat keluar dari mobil. Ini salah satu bentuk perhatiannya padaku setiap kami bersama, dia selalu menuntun tanganku saat kami berjalan.
"Mas... Makasih ya.." ucapku setengah berbisik
"Aku yang makasih kamu mau nikah ma aku" kembali dia menghujaniku dengan pandangan mata teduhnya. Senyumnya kembali tersungging manis membuat jantungku kembali berdebar kencang.

***
Kubuka koper yang merupakan hadiah dari para Srikandi ku saat bridal shower 2 hari yang lalu. Dan benar saja isinya sangat bukan aku banget.
"Anjir.. gila kopernya kok isinya beginian?" Kucantumkan foto lingerie merah bata dari koper di pesan singkat ku di grup srikandi

Rika
Wkwkkwkw pake aja, biar Diaz on fire liat elo..

Monic
OMG.. KAYAKNYA KITA HARUS LIVE Nih boooo

Me
Parah banget kalian... Yang ada gw masuk angin pake saringan tahu kaya gini bukan on fire😂😂😂

"Ini isi koper kita kita?" Suara itu mengagetkan ku...
"Ih kaget tau mas, gak ada suaranya tiba-tiba dah duduk disamping aja..."
"Maaf ya... Aku dah mandi kamu mandi dulu sana" kurasakan tangannya mulai mengusap kepalaku, ia mulai mencium keningku dengan lembut. Aku berdebar, mukaku panas sekali, antara malu dan menyukainya. Ini pertama kalinya ia mendekatiku seperti ini. Ia terus menempelkan mulutnya di pipiku sambil mencium- Kecil canggung.
"Maaf kalo kamu gak nyaman ya...aku baru belajar dan itu di kamu " bisiknya. Tubuhku kaku mengeras,aku bisa merasakan wajahnya dekat sekali. Ciuman singkat terus ia lakukan dan terus bergerak semakin mendekati bibirku. Aku berusaha tak menanggapinya karena malu dan takut. Takut ketahuan bahwa aku sudah cukup ahli berciuman. Ya, aku memang jarang pacaran tapi saat pacaran ciuman merupakan hal yang biasa bagiku. Saat mas Diaz mengatakan ia baru belajar, aku gak mau merusaknya. Aku ingin dia mengeksplore sendiri segalanya di aku. Aku ingin menerimanya, seolah-olah merestart tubuh dan pengalamanku tentang hal seperti ini.
Bibirnya malu-malu menyentuh bibirku, ia hanya menekannya. Mungkin mas Diaz tidak tau harus melakukan apa kali ya. Aku tergelitik ingin menuntunya cara berciuman tapi, akhirnya lidahnya berusaha membuka bibirku dan ia mulai menyesapnya lama dan nikmat. Oh suamikuw..

***

"Mas benar-benar belum pernah pacaran" setelah ciuman lama dan dalam itu kami makan malam kilat karena kelaparan. Seharian dipajang saat resepsi, sehingga seharian ini kami baru makan saat makan malam. Mas Diaz main handphone di atas tidur sambil menungguku mandi.
Ia menoleh ke arahku dan menggangguk. Kembali aku terpana melihat senyumnya, saat membukakan bed cover agar aku duduk disampingnya.
"Kalin pernah pacaran?"
"Well... Aku punya 2 mantan mas... " Jujur aku bisa saja bohong kalo aku sama belum pernah pacaran sama seperti dia, tapi aku gak mau. Aku ingin semuanya berlandaskan kejujuran. "Tapi mas suka cewekan?"
"Ihh emang eike cowok apakabar? Suka lah.. ini mas nikahin kamu?"  Aku tertawa mendengarnya, rasanya ini sisi lain dari mas Diaz yang belum pernah ia tunjukan."dulu sekali mas pernah suka sama satu orang cewek, teman sekolah mas. Dia bertunangan tahun lalu sama temen kantornya." Lanjutnya sambil mengenang. Rasanya aku dapat merasakan cinta mas Diaz ke cewek yang diceritakannya sangat dalam, jelas terlihat dari caranya menceritakan.
" Mas masih suka dia?"
"Gak lah.. kan ada kamu?"
"Bohong, kalo gak ada aku mas masih ada hasrat buat ngejar dia?"
"MMM... Dia sudah tunangan kalin jauh sebelum kita menikah, tahun lalu, sudah yaa gak baik berandai-andai" ia mulai menarik ku ke posisi tiduran dan berusaha memelukku.
"Itu bukan jawaban yang aku minta mas..." Kataku sambil membalikan badan dan memaksa mataku buat terpejam karena badmoodku akhirnya keluar.
"Sudah mau tidur? Ya sudah maafkan mas ya..." Ucapnya sambil mengecup ujung keningku.
Akhirnya ini adalah pertengkaran kami yang pertama.

TrustWhere stories live. Discover now