5. Tim

74 6 0
                                    

Entah mengapa selalu sosok itu yang hadir dalam mimpi Reina

Sosok cowok berbadan tinggi dengan postur tegap. Reina selalu merasa jika sosok itu sangat dikenalnya. Sangat dekat dengan pribadinya. Ketika cowok itu memeluk lengan kanan nya dan mencium pipi sebelah kanan nya. Reina selalu merasa bahagia. Terasa sangat nyaman bersender di pundaknya. Namun sampai detik ini Reina tidak tau ia siapa.

Setiap ia terbangun dari tidurnya selalu masih terasa ciuman hangat di pipinya. Rangkulan nya, cara ia senyum, cara ia bercerita, dan cara bagaimana ia memperlakukan Reina. Sangat manis. Kadang saat Reina libur ia memutuskan untuk kembali ke tidurnya dan kembali bertemu dengan cowok itu.

Semalam di mimpinya

"Jadi kamu pacaran sama dia? Ga boleh" Papah Reina

Reina mengambil baju untuk segera pergi

"Kamu sadar tidak dia bagaimana? Kamu harus putus sama dia!" Papah Reina

"Dia hidup dan mati Reina pah" Sambil menangis Reina berlalu dari rumahnya dan menghampiri kursi roda cowok itu dan ia memanggil dengan sebutan Yandi. Dipundak Reina sudah terdapat ransel besar

Reina memberikan sebotol air mineral pada Yandi dan berlutut di depan kursi roda Yandi

"Kita ga jadi putus kan?" Wajah Yandi yang hampir dipenuhi dengan air mata karna mendengar semua percakapan Reina di dalam rumah tadi

Reina menggeleng cepat
"Kamu mau tau waktu terindah untuk aku sekarang apa?"

"Selalu sama kamu" lalu Reina mencium atas kepala Yandi

Lalu mereka berlalu dari sana. Untuk saat ini Reina harus mengambil keputusan terberat dalam hidupnya.
Kursi roda itu pun di dorong Reina.

Reina membeli sebuah apartemen kecil dan tinggal bersama Yandi disana.

"Kita tinggal disini dulu ya sementara. Sambil menunggu jadwal operasi kamu." Reina membantu Yandi untuk duduk di sofa depan tv
Lalu Reina membersihkan ruangan itu.

"Rein"

"Iya"

"Duduk sini dulu deh"

"Kenapa? Sakit kakinya? Yaudah sebentar ya aku bikinin teh hangat dulu buat kamu kan pasti capek"

Reina datang dengan segelas teh hangat

"Apa sayang?"

"Kamu ga nyesel ambil keputusan ini?" mata Yandi kembali sembab oleh air mata

"Kamu itu sangat berharga buat aku yan. Jangan pernah pergi dari aku ya"

Lalu Yandi menangis sesenggukan di pundak Reina

"Udah ah jangan nangis lagi. Kamu kan harus istirahat besok kita ke rumah sakit kan? Yuk" Reina membantu Yandi ke kamar

Reina tertidur di samping tempat tidur Yandi

"Aku ga bisa bayangin kalo aku ga pernah ketemu kamu Rein. Aku sayang banget sama kamu. Ga ada yang bisa hapus rasa cinta aku sama kamu" Yandi sangat ingat bagaimana pertama kali mereka bertemu
Yandi sangat menentang jika ada official team cewek karna akan merepotkan saja. Tapi Reina menunjukkan hal sebaliknya. Reina sangat membantu team saat bertanding di Myanmar. Yandi yang saat itu masih bersikap menyebalkan selalu mendapat perhatian lebih dari Reina dan sekarang cewek itu yang merawatnya saat ia berada di titik terbawah dalam karir nya.

Cewek itu yang kini tertidur pulas karna lelah mengurus nya seharian. Cewek itu yang mengorbankan kuliah nya hanya karna mengurusnya. Cewek itu yang bersedia melimpahkan seluruh waktunya untuk dia. Dan cewek itu yang memberikan seluruh cinta nya untuk dia. Seluruhnya.

Wajah Reina sangat menunjukkan jika ia lelah. Yandi ingin bangun untuk membuat sarapan untuknya namun tangan Reina yang berada di atas tangan nya tak kuasa Yandi untuk mengganggu nya. Yandi memutuskan untuk melanjutkan tidurnya sampai Reina bangun.

Reina terbangun dengan mengucek matanya. Yandi sangat tahu jika badan Reina pasti terasa tidak enak karna tertidur dalam posisi seperti itu
"Kamu udah bangun?" Tanya Reina sambil mengambil jam tangan nya

"Iya aku bangun duluan. Aku mau bangunin kamu tapi kamu pules banget"

Kini sudah pukul 8 pagi mereka harus sampai di rumah sakit pukul 11 siang

"Yaudah kamu mandi dulu ya" Reina mengantar Yandi sampai depan kamar mandi

Menunggu Yandi mandi Reina menyiapkan sarapan untuk mereka. Reina sangat tau apa makanan kesukaan Yandi sebagai seorang athlete.

"Kamu sarapan dulu ya. Aku rapihin tempat tidur kamu dulu"

"Rein"

"Apa sayang"

"Temenin aku makan please"

"Kok pacar aku jadi manja sihhh uuuhhh tayang"

"Aku mau makan sambil lihatin wajah kamu. Biar semangat makan nya"

"Duh emang aku anak cheers. Yaudah cepet makan nya kita ditunggu dokter"

Setelah Yandi makan, Reina merapihkan kamar Yandi dan bergegas mandi setelah itu mereka berangkat ke rumah sakit.

Mereka menuju mobil Reina di parkiran

"Ini mobil siapa Rein?"

"Mobil aku. Uang tabungan aku masih cukup kok untuk setahun ke depan"

"Tapi harusnya kamu ga perlu segininya. Kita bisa naik taksi online kan"

"Sayang. Dengerin aku ya" Reina kembali berlutut di depan Yandi "Aku ga mau kaki kamu terganggu penyembuhannya. Kamu tenang aja ya. Udah yuk kita sudah ditunggu"

Sampai di rumah sakit

"Perban nya sudah bisa di lepas dan sudah bisa mulai therapy besok"

Wajah Reina sangat senang begitu juga dengan wajah Yandi.

"Kursi roda nya sudah bisa di lepas namun tetap harus kami sangga agar selalu lurus. Yandi sudah bisa hanya menggunakan tongkat saja. Namun tetap kiri kanan"

"siap dok"

Di ruang tunggu obat

"Rein kamu dengar kan? Aku udah boleh lepas kursi roda. Aku udah bisa jalan lagi Rein"

"Iya sayang tapi kamu harus rutin therapy nya ya"

Setelah mengambil obat mereka keluar rumah sakit menuju mobil
"Rein aku pengen rangkul kamu. Boleh ga?"

"Yaudah sini tongkat nya yang kanan"

Entah hari ini adalah hari terindah untuk Reina dan Yandi

Mereka tidak menuju rumah melainkan ke puncak. Reina sangat tau ini adalah hari pertama Yandi terbangun dari mimpi buruknya. Reina ingin memberi hadiah untuk Yandi

"Rein kita mau kemana?"

"Puncak"

"Ada apa?"

"Aku mau kamu lihat sunset terindah disana. Bareng aku"

Mereka sampai di tempat itu. Duduk tepat di depan view untuk lihat sunset itu.

"Jujur aku seneng kamu bisa lepas perban kamu"

"Aku juga seneng Rein. Tapi yang aku lebih bahagia adalah ngelaluin waktu bareng kamu. Dan ini adalah hadiah terindah buat aku" Yandi mencium pipi kanan Reina. Pipi Reina pun memerah. Saat itu waktu seakan ingin di hentikan oleh mereka berdua. Reina selalu ingat bagaimana hangat nya ciuman dan pelukan itu.

ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang