Terima Kasih

33 6 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu sejak operasi ibu Rangga, keadaannya semakin hari semakin membaik. Hari ini, sang ibu bahkan sudah sadar dari komanya selama ini.

Rangga sangat senang akan hal itu, ia sangat ingin mengungkapkan pada dunia kalau ia sangat senang saat ini. Rangga pun mengingat kalau dia punya seseorang yang bisa ditempatinya mencurahkan isi hatinya.

Yah.....Risa, dia mengingat kalau ia harus meminta maaf kepada Risa. Rangga pun sekali lagi mencari Risa setibanya disekolah, tapi ternyata yang bersangkutan telah absen selama ini.

Heran....Rangga pun mulai bertanya kepada teman-teman sekelasnya mengenai sosok Risa selama ini.

Sebagian besar dari mereka menjawab kalau Risa adalah anak cerdas yang misterius dan seorang pendiam yang gemar memandang ke jendela.

Rangga yang mendengarnya hanya tersenyum sambil berpikir kalau Risa tidak berubah kecuali pada bagian pendiamnya.

Karena tidak menemukan sosok yang dicari di sekolah, maka Rangga memutuskan untuk mencari Risa di rumahnya.

Setibanya di depan rumah Risa, Rangga memencet bel yang tak lama kemudian membuat pintu rumah itu terbuka. Kakak Risa membukakannya pintu dengan wajah yang masih sayu.

“Oh....dek Rangga, cari Risa ya?!” Tanya sang kakak saat melihat Rangga di depan pintu rumahnya. Rangga hanya mengangguk untuk membalas pertanyaan itu.

“Ayo... saya antar.” Ucap sang kakak sambil keluar rumah dan mengambil sebuah motor.

‘oh....Risa lagi nggak di rumah yah’  batin Rangga sambil duduk di belakang kakak Risa.

Tak lama mereka melaju di jalan, tibalah mereka disebuah hamparan gundukan hijau.

Rangga mengerutkan dahinya saat mengetahui tempat apa itu. ‘pemakaman?’ batinnya heran.

Meski keheranan, Rangga terus mengikuti kakak Risa yang kini telah berjalan diantara makam-makam itu. Tiba-tiba kakak Risa berhenti dan berseru

“Sa.....Rangga udah dateng nih”. Kakak Risa meminggir sehingga Rangga dapat melihat sebuah makam.

‘Arisa Pratiwi.
Lahir 10 oktober 2000.
Wafat 10 oktober 2017’
Itulah yang tertulis di nisan makam itu.

Seketika kaki Rangga lemas. Ia terduduk dengan sedih disamping makam itu. Sang sahabat yang selama ini menemaninya kini telah pergi untuk selamanya.

Ditambah lagi sikap terakhir Rangga pada Risa benar-benar tidak pantas untuk dijadikan kenangan terakhir.

’10 oktober......itu 4 hari yang lalu. Andai aku mencari Risa lebih cepat, andai aku bisa berpikir logis hari itu. Mungkin Risa dapat pergi dengan lebih baik’  rutuk Rangga penuh kesal dengan diriya sendiri.

“Sejak dua tahun terakhir, kami menyadari kalau Risa terserang kanker otak. Anak itu..... benar-benar hebat. Bahkan setelah ia mengetahui bahwa umurnya sudah tidak lama lagi, ia tidak pernah mengeluh maupun menangis. Jika sakitnya menyerang ia hanya akan pergi ke taman menikmati langit. Ia tidak akan pernah menunjukkan rasa sakitnya dihadapan kami semua karena ia tidak ingin kami khawatir. Karena itulah kami juga bersikap seakan selama ini dia baik-baik saja. Bahkan hingga akhir hayatnya ia tetap membuat kami bangga dengan sikapnya yang dewasa.” Curhat sang kakak sambil menerawang masa-masa ketika Risa masih hidup.

Rangga yang mendengarnya hanya dapat terdiam. Dia benar-benar tidak menyangka jika selama ini Risa menahan sakit yang amat sangat.

Ia pun teringat dengan semua kata-kata yang dilontarkan Risa. ‘ternyata ia membicarakan dirinya yah’  batin Rangga.

Di Bawah Langit KesukaanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang