Sekarang, aku dan Aldi sedang berjalan beriringan menuju kantin. Diperjalanan Aldi mengajak aku berbicara, "Vin, nanti ngedate yukk."
"Jawabanku tetep sama seperti dua tahun yang lalu Ald," kujawab dengan perasaan yang tidak enak, lagi.
"Hm ternyata kamu masih anak mama" dia bergumam dengan nada cukup kecil, tapi untuk hari ini telingaku bisa berfungsi dengan baik.
"Iya Ald, memang seperti itu faktanya."
"Hah? Maksud kamu apaan Vin?" Tanya dia menuju ke meja makan yang letaknya tepat di depan dagang soto. Sedangkan aku hanya diam mengikuti dia saja. Malas berdebat tepatnya.
Dan lagi, saat mau memesan makanan, aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Aku kesal.
Sekitar 7 menit lagi..
Aldi membawa nampan yang berisi dua soto ayam beserta minumannya. Cih dasar pencitraan, kataku dalam hati.
Biar dikata aku tidak ngambek seperti anak kecil, aku mengucapkan terimakasih yang amat singkat, "Makasi Ald." Udah gitu aja. Lanjut, aku langsung makan tanpa memedulikan dia.
"Kamu kenapa sih? Moody banget jadi cewek." Kata dia diselah-selah kegiatan makan kami. Aku yang diajak bicara hanya melirik sebentar lalu menjawab sambil makan lagi, "Santai aja, Iam fine."
Aldi mengangkat satu alisnya, "Aku enegh banget sama cewek yang ditanya kenapa, pasti jawabnya gapapa, iam fine, cih sok tegar banget." Dia mengungkapkan kalimat yang tadi itu dengan nada yang amat santai.
Fix, dia ngajak aku debat.
"Gini ya Ald, cewek kadang bilang gitu hanya malas berdebat, atau emang males bicara sama doinya makanya dia okein aja biar cepet. Nah, sekarang yang cowok dong lebih sedikit perduli dengan perasaan si cewek. Jangan cuma nanya doang keadaanya, tapi ga ngelakuiin apa. Itu tuh yang namanya pencitraan!" kataku yang sedikit menyidir si Aldi, tapi rasanya kataku terlalu tertuju padanya ya?
Aldi mengambil pipet dan langsung meminum es tehnya yang sekarang tinggal setengah, lalu berkata "Jadi kamu menyindirku hm?"
"Kalo memang kamu merasa, ya sudah."
Dia rasanya belum puas, hingga dia bertanya lagi. "Kenapa wanita itu spesies yang membingungkan? Dan kamu termasuk kategori wanita membingungkan."
Sepertinya, dulu hingga sekarang, dia tak pernah peduli padaku. Batinku bersuara. "Sebenarnya tidak, kalau saja kamu mengertinya. Jika kamu benar-benar peduli padaku. Aku yakin kamu mampu mengenal sifatku tiap harinya, tapi rasanya kepedulianmu sedari dulu gak pernah terfokus padaku yaa."
"Vin, kenapa bahasamu jadi kaku begini?"
"Ald, aku balik ke kelas aja. Bye!"
"Perlu kuantar?" tanyanya yang hanya aku jawab dengan gelengan kepala.
2
Aku meninggalkan Aldi dikantin sendirian, aku malas untuk peduli sekarang. Tadi aku berucap ingin pergi ke kelas, itu hanya sebagai alibi agar aku bisa menghindar darinya. Bukannya takut buat berdebat, tapi rasanya percuma dan sungguh buang-buang waktu. Sekarang, tujuanku yaitu perpustakaan. Markas ke dua dari gengs 4ever young, gengku. Hehe
"Unaa, aku ngantuk ih, jangan ganggu."
"Dasar Glo kebo banget, ini sekolah oy, bukan rumah." Kata Una yang tadinya disebelah Glo, sekarang beranjak menuju rak bagian novel.
"Biarin sih Naa, mumpung freeclass sampe pelajaran terakhir nih!"
Ances bertanya heran, "Lah bu Macan seriusan gak masuk? Sumpah khe?"
Nama asli bu Macan sebenarnya Bu Soma, mengajar matematika. Guru tergalak seantero sekolah dan kalau saja dia melihat debu dijendela, uh seriusan, siap-siap aja tugas menumpuk!
"Katanya si gitu, udah ah Glo mau tidur lagi."
Suasana tiba-tiba senyap, sampai beberapa menit kemudian Ances nanya. "Tadi kalian berdebat, lagi?"
"Gak, tadi aku cuma jawab pertanyannya dia aja tapi itu juga cuma sebentar kok," kataku
"Sampai kapan?" Tanya si Una.
"Hubungannya? Tidak tau. Jujur aku capek, aku menyukainya jadi wajarlah kalau aku cemburu? Tapi dia malah semakin dekat dengan Dayu, aku tau mereka teman. Sangat tau. Dulu bahkan aku dengannya teman juga kan?" tanyaku sendu. Memang kalau punya cowok kayak Aldi itu buat sedih aja.
"Sudah cukup Vina, dia hanya menambakan beban aja. Nanti biar kami mencari cowok yang layak untuk kamu!" tegas Ances
"Iya Ances, tapi aku coba dulu yaa. Jangan maksa aku kalo aku gabisa." Jawabku pasrah. Ances tetaplah Ances, apapun yang dia katakana harus diiyakan, kalaupun kalian bilang enggak, dia akan terus menyudutkan sampai lawan bicara menyerah dan mengiyakan.
3
To : Akiraka
Dimana? Cepat. Ingat bapak pulang hari ini, aku berencana menjemputnya, kamu mau ikut? Tapi beda mtr aja ya. Parkiran, 5 mnt lg.
Aku mengirim pesan itu dibawah pohon yang rindang nan kokoh, sangat cocok untuk berteduh dicuaca yang panas ini. Aku disana sambil memainkan ponselku, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. "Kak?"
"Eh kamu udah dateng, ayo jemput bapak, nanti aku yang bawa tas bapak, kamu goceng bapak, oke?"
"Oke Captain!"
Kami berangkat menuju terminal, sampai disana kami mentelpon bapak agar lebih cepat untuk pulang. Bapak diem diwarung menjual kopi, aku memanggilnya, "Bapak! Ayo pulang."
Bapakku menjawab dengan senyum hangatnya, sungguh sangat meneduhkan hati bila dipandang. Disaat pulang, aku membuntuti bapakku dan adikku, sengaja agar aku dapat melihat dia lebih lama.
Bapakku seseorang yang amat kusayangi, tapi dia merokok sebagai bahan pelarian saat dia strees, aku membenci hal itu. Diluar perilaku negatifnya, jasa bapakku belum pernah terlupakan. Aku ingat waktu TK beliau mengajari aku membuat berbagai macam bentuk menggunakan plastisin, membentuk garis yang lurus, belajar naik sepeda, membaca, dan aku sangat suka saat beliau mengungkapkan tentang politik.
Tak terasa, akhirnya kami sampai rumah. Bapak tak lupa berbasa-basi denganku, "Jadi sekarang udah 9 kan ya? Belajar yang bener ya,"
"Iya pak, pasti. Bapak mau dibuatin minum?" tawarku
"Boleh, kopi satu ya Vin."
"Kak! aku dong, es susu coklat ya! hehe."
aku hanya mengangguk menuju dapur.
4
PRAANGGG..
"SEHARUSNYA KAMU YANG MEMBIAYAI HIDUP SAYA!! BUKAN SAYA YANG MEMBIAYAI KAMU! SAYA SUDAH LELAH MEMBAYAR KEBUTUHAN HIDUP, SEDANGKAN KAMU?"
Aku terbangun ketika mendengar suara teriakan tersebut, dan melirik jam, shit mereka berantem jam11?,batinku bertanya. Aku yang sudah terlanjur bangun, memutuskan untuk keluar kamar. Melihat pertengkaran kecil mereka.
"SAYA SUDAH MEMBAYAI CICILAN RUMAH, CIH KAMU MEMANG YA HANYA BARES( ga pelit) DILUAR, KAMU SAMA SUAMI SENDIRI SANGAT PELIT. ITU KEMARIN UANG SIAPA KAMU KASI KE RAYHAN?" Tanya bapakku dengan penuh emosi. Ah aku cukup tau apa masalah mereka lagi, kalau gak uang ya cemburu. Udah gitu aja.
"ITU UANG BOSS! LAGIPULA AKU DENGANNYA HANYA SAUDARA JAUH, TIDAK SEPERTIMU SAAT ITU YANG MENGGAIT .." belum ibukku selesai bicara, tangan bapak sudah diudara tapi diturunkan saat melihat aku. Dengan reflex ibu juga mengikuti arah pandang bapak.
"Kenapa tidak dilanjutkan? Bapak sama ibu tidak bosan? Berantem tiap kali ketemu tapi alesan berantem selalu itu? Aku muak!" lanjut aku langsung menutup pintu dengan keras dan meringkuk sambil memeluk jelly bear. Setiap mereka berantem, aku selalu menangis. Coba untuk tidak peduli mengapa sangat ssulit?
Aku berusaha lanjut tidur, walaupun suara saling menyalahkan dapat aku dengar.
It's hurt.
---
Oke.bye.
���

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Strong
Teen FictionSekarang aku hanya bisa berharap. Berharap keluargaku terus harmonis walaupun sebenarnya sangat susah, karena mereka sama-sama pernah, pernah menghianati. Dan satu lagi, aku harap aku bias bangkit dari keadaan pahit ini. Mampukah? semoga alam dapat...