02. Bengkel seni

64 10 2
                                    

DiBengkel Seni miliknya, Han bebas menuangkan segala ide dan kreatifitasnya. Ia keluarkan kanvas dan cat minyak.

Warna demi warna ia tuangkan pada pallet alat gambarnya. Puluhan kuas ia celupkan thinner. Kuas yang besar ia pakai untuk mengambil cat warna abu abu campur warna putih untuk memulai dasar lukisan.

Goresan demi goresan ia ulangi. Satu demi satu bagian sketsa wajah mulai muncul. Dari garis yang tidak beraturan membentuk sebuah alis hitam tajam menukik.

Entah saking semangatnya dalam melukis, sampai tidak disadarinya telah hadir seseorang disampingnya.

Gadis tinggi semampai yang terkesan tomboy itu mengamati setiap goresan demi goresan tangan Han. Dahinya mengernyit, tidak biasanya Han melukis dengan goresan tajam. Ia tahu Han pribadi yang lembut dibalik tubuhnya yang tinggi tegap dan rahang yang kokoh.

”Goresanmu kali ini penuh emosi,penuh kemarahan, tapi penuh semangat yang tinggi!”ucap gadis manis itu mengapresiasi hasil karya Han.

”Kamu, Ra… sudah lama disini?” tanya Han kikuk.

”Baru juga lima belas menit…” jawabnya merajuk.

”Lima belas menit sudah lama dong?”jawab Han sambil memunguti kuas kuasnya yang berserakan.

”Teruskan saja, aku tidak mengganggumu kan?”

”Tidak dong Ra…sini duduk sini!”

Gadis yang dipanggil Ra itupun duduk mendekati Han. Hanpun beringsut menggeser tempat duduknya.

Merekapun asyik ngobrol berdua, sambil membahas lukisan Han yang masih berupa sketsa.

Ia melihat galery bengkel seni yang mereka bangun bersama, dapat menampung kreatifitas teman temannya dari fakultas Seni. Ada yang titip jual lukisan, patung, pahatan, dan juga tas tas cantik buatan anak anak Tata Busana. Rajutan dan Kardus Art banyak memenuhi ruangan galery. Bahkan anak putus sekolah yang pribumi kampus banyak pula yang ikut menjadi tim kreator. Mahasiswa lain bahkan pengusaha dan dosenpun banyak yang menjadi kurator.

Jika ada waktu senggang mereka kumpul bersama digalery yang juga mereka sebut sebagai base camp. 

Galery…hemm..sepertinya terlalu tinggi untuk disebut galery. Semua karena Ra.. Ya, gadis itulah yang mampu menginspirasi segala kehidupan Han yang terpuruk hampir putus kuliah, menjadi lebih berwarna.

Depan kos kosan Han atas ijin tuan rumah mereka sulap menjadi tempat positif berupa bengkel seni.

Tempat menuangkan ide kreatifitas dan konsinyasi barang seni.

Mengandalkan uang tabungan Ra dan Han, mereka membangun tempat bernaungnya para seniman kampus dan penduduk setempat guna menyalurkan bakat seninya.

Bukanlah bangunan megah. Hanya bilik bambu hitam dialasi batu granit permanen bekas bangunan si pemilik rumah. Disinari lampu terang didalam dan redup diluar menambah aksen manis saat petang menjelang.

Awalnya mereka hanya jadi bahan tertawaan teman teman Fakultas Ra. Mereka katakan susahlah, mimpi disiang bolong lah,atau mengatakan tak mungkin akan lahir Basuki Abdullah junior ataupula sindiran yang datang, mustahil mengembangkan sebuah Galery dijalan kecil areal kampus mereka.
Semua tak menyurutkan langkah mereka berdua. Mimpi mereka tidak muluk muluk, awalnya supaya memperpanjang hidup diperantauan, bisa mengulur sisa uang selama keluarga Han jatuh dalam kebangkrutan.

Selembar surat dari desa yang mengabarkan tentang kepailitan mereka akibat usaha pahat dan lukis serta kerajinan dari kulit sapi dan kambing gulung tikar.

Ra tampil menjadi gadis yang matang. Ia rengkuh Han menjadi suatu jiwa yang optimis. Jiwa yang tidak mudah menyerah, jiwa yang berani melawan suatu ketakutan akan bayangan kegagalan.

Cinta Bukan SesaatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang