Hujan turun ketika Faren pulang kampus. Ia berdiri di halte bis yang ada tepat di depan gerbang kampusnya, menunggu supir yang akan menjemputnya. Ia biasa pulang dengan Omar, tapi hari ini ternyata Omar ada kerja kelompok sehingga Faren tidak bisa ikut pulang menumpangi mobilnya. Akhirnya, tadi siang Faren menelepon Pak Roni, supirnya, untuk menjemput.
Badan Faren menggigil. Bodohnya, ia lupa membawa jaket padahal ia tau sekarang musim penghujan.
Ponsel di kantong jeans Faren bergetar. Ia segera mengeluarkannya.
Pak Roni menelepon.
"Halo, Non Faren. Mobilnya harus menginap di bengkel sampai besok siang. Saya bisa pulang dulu ambil mobil yang satu lagi. Tapi mungkin agak lama, Non." ucap Pak Roni di dalam telepon.
"Oh gitu ya Pak,"
Tidak jauh di depan jalan ada bis umum yang melintas.
"Aku naik bis aja, Pak Roni. Bapak pulang aja gapapa ya."
"Eh jangan non. Non tunggu aja ya. Saya..."
Belum selesai Pak Roni mengucapkan kalimatnya, Faren sudah keburu naik ke dalam bis. "Gapapa ya pak, aku naik bis ya. Sampai ketemu di rumah."
Tut. Telepon pun Faren tutup.
Faren sudah berada di dalam bis. Ini kali pertamanya naik bis umum. Rupanya bis ini dipenuhi banyak penumpang. Tak ada kursi yang tersisa. Alhasil, Faren berdiri sepanjang jalan. Penumpang di dalam bermacam-macam yang ia lihat. Ada ibu-ibu yang memangku anak kecilnya. Ada bapak-bapak dengan perut buncit yang menyenderkan badannya ke kaca bis, ia tertidur dengan mulut menganga. Ada juga anak-anak sekolah yang mungkin baru pulang sekolah.
Untungnya perumahan tempat Faren tinggal tidak begitu jauh. Karena kalau tidak, kaki Faren mungkin akan kesakitan akibat terlalu lama menopang berat tubuhnya. Ditambah lagi harus berdesak-desakan dengan penumpang lainnya yang juga tidak mendapatkan kursi.
Bruk. Badan sebelah kiri Faren tersentak.
"Eh, maaf kak." ucap seorang laki-laki yang sepertinya sepantaran dengan Faren.
Rupanya dia yang menabrak Faren tadi. Bukan masalah besar baginya, mungkin memang orang itu tidak sengaja karena memang situasi di bis itu sangat penuh dengan orang-orang yang berdesak-desakan.
"Gapapa kok." jawab Faren dengan sedikit tersenyum.
Perumahannya tinggal sedikit lagi di depan sana.
"Pesona Residence ya, Pak." ucap Faren kepada bapak-bapak yang menyetir bis itu.
Faren memberikan uang yang kebetulan ia taruh di dalam saku kepada seorang kenek dan segera turun ketika bis berhenti di depan perumahannya.
Pesona Residence memang perumahan elite. Isinya rumah-rumah megah yang memiliki bangunan tinggi dan taman yang besar.
Faren sudah tinggal di perumahan itu sejak ia masih kecil. Pesona Residence berada di daerah Bandung.
Terlahir di keluarga yang memang sangat berkecukupan tidak membuat Faren merasa bahagia. Menjadi seorang Faren tidak selamanya menyenangkan. Memiliki Mama dan Papa yang selalu sibuk dengan pekerjaannya.