Part 11

1.2K 100 0
                                    

Aku memeluk tubuhku karna menggigil. Sesekali melihat wajah Rahel yg terlihat menakutkan.

"Kamu pikir aku mau nganter kamu pulang" ucap Rahel tiba2 dan membuatku melotot kaget.

Pikiran aku sontak langsung jelek.
Mau ngapain ni nenek.lampir

"Kamu mau ngapain" tanyaku panik.

Rahel gak jawab dan melajukan mobilnya kencang, karna hujan jadi agak sepi dan dia ngebut.

"Kamu gila ya.. berhenti gak, kita bisa kecelakaan" teriakku pada Rahel yg memasang muka bengis.

Jadi makin takut, takut kalo di setres, dan mau bunuh diri tapi ngajak aku.

"Berhenti gak" teriakku sambil memegang tangan Rahel yg sedang nyetir. Karna terganggu akhirnya mobilnya oleng.

"Kamu mau mati,, jangan ganggu, atau kita bakalan mati" teriaknya padaku.

Aku langsung melepaskan tangannya.

"Tenang aja, aku cuma pengin ngajak kamu liburan kok" ucapnya membuatku berkeringat.

Aku mecari ponsel, tapi aku baru ingat kalo ponselku ada di tas, dan tasku di bawa Fano. Sial.

"Kamu mau bawa aku kemana" teriaku yg semakin panik melihat wajah Rahel yg hanya senyum2 gak jelas.

Aku berkeringat bahkan saat aku lagi menggigil kayak sekarang. Wajah Rahel menunjukan kalo dia mau jahatin aku. Dia terlihat tenang, tapi aku panik setengah mati.

"Makanya jangan macem2" ucapnya di sela2 nafasku yg mungkin bentar lagi putus.

Rahel menghentikan mobilnya di suatu tempat. Tempat yg aku gak kenal. Aku melihat sekeliling. Gelap, dan berkabut, ini jalan sepi dan banyak pohon2 besar.

"Cepet turun" suruh Rahel kasar. Sambil mendorongku.

"Kamu gila, ogah" ucapku menolak.

Rahel membukakan pintu lalu mendorongku keluar paksa, karna di dorong aku terpental keluar.

Tiba2 Rahel pergi ninggalin aku sendiri.aku panik.

"RAHEEELL" teriaku saat mobil itu melaju kencang, aku mencoba mengejarnya semampuku.

"Berhenti.. tunggu aku.. aku takut" teriaku sambil mengejar mobil Rahel yg semakin menjauh. Karna gak mungkin sanggup aku berhenti mengejar sambil menangis.

"Fano.. ibu.. Ayah.." panggilku seolah mereka bisa denger.

Di jalan ini bener2 sepi, mungkin karna hujan atau emang orang jarang lewat sini.

Aku mengedarkan pandanganku, hari mulai gelap, di tambah kabut yg menyelimuti, pohon2 besar itu terlihat seperti raksasa mengelilingiku.

Aku menangis dan terus berjalan berharap ada orang lewat atau aku bisa menemukan warung atau apapun yg di huni manusia.

Aku menangis sepanjang jalan , ketakutan, kedinginan. Melihat sekeliling yg semakin gelap.

Pada akhirnya mataku menangkap cahaya di seberang jalan. Aku berlari berharap ada orang di sana. Tapi nihil, itu hanya tempat orang istirahat.

Tapi aku gak habis pikir, Rahel tega banget ngelakuin ini.

Aku duduk memeluk lututku, duduk di pojokan, berharap ada orang lewat.

Aku menangis sesenggukan, sambil menggigil. Tega itu yg aku pikirkan tentang apa yg di lakukan Rahel padaku.

Terlalu takut untuk bersuara, takut, takut banget.

Aku menunggu tuhan mengirim bantuan untuk hambanya ini, berharap kalo aku gak akan di makan binatang hutan.

°°°°
Hari sudah malam aku berbaring di tempat seperti pos ronda ini. Kedinginan, bahkan aku gak berani buat liat sekitar karna udah terlalu gelap. Bahkan penerangan hanya ada di tempat ini aja.

Aku menangis lirih, menahannya agar gak berisik.

"Ayah.. ibu.. Fano.. kenapa kalian gak cari aku" batinku. Rasa takut bahakn makin bertambah ketika angin bertiup kencang membuat pohon2 sedikit goyang.

"Hani.." panggil seseorang yg suaranya gak asing lagi. Aku memejamkan mataku takut kalo itu hantu atau hanya halu ku saja.

"Hani" panggil sekali lagi tapi sekararang pria itu menyentuh punggungku. Aku terkesiap membuka mata lalu memeluk Fano yg ternyata itu nyata.

Fano memeluku erat, tangisku pecah seketika, melihat tuhan mengirim malaikat tak bersayap ini untuk ku.

"Gak usah takut, aku di sini" ucap Fano menenangkanku.

"Aku takut" ucapku lemah. Rasanya udah capek karna rasa takut.

"Aku disini, kita pulang sekarang, em" ucap Fano lembut, lalu menyelimutkan jaket besarnya padaku.

Dia merangkulku, membawaku masuk ke mobil. Sampai di mobil Fano memeberikan ku roti untuk aku makan. Tapi aku gak sanggup buat makan, masih terlalu syok.

"Maaf aku terlambat, pasti kamu sangat ketakutan ya" ucapnya sambil memegang wajahku dengan kedua tanganya. Aku kembali menangis. Senang sekaligus masih syok.

"Maaf udah nitipin kamu ke bajingan itu" ucap Fano yg terlihat sangat marah mengingat Rahel.

Aku hanya mengangguk  lemah. Gak tau mesti ngomong apa. Fano memelukku, sepertinya sangat menyesal.

Dia melepas pelukanya lalu memberikan roti itu lagi.

"Kamu harus makan sedikit, ya plis" pinta Fano memohon. Akhirnya aku menggigit sedikit roti itu. Menelannya susah payah.

"Orang tua kamu udah nunggu kamu, temen2 juga ada di sana, kita pulang sekarang" ucap Fano lalu melajukan mobilnya kencang karna melihat keadaanku yg sangat miris.

°°°°

Sampai di rumahku ibu langsung memeluku dengan tangisan hawatirnya, begitu juga Ayahku.

Teman2ku juga terlihat sangat prihatin melihat keadaanku yg sangat trauma.

"Kamu gak papakan" tanya ibu nelihat wajahku lalu memelukku dalam dekapannya.

"Bu, sebaiknya Hani istirahat aja, kayaknya dia trauma" jelas Fano yg melihat keadaanku di sana. Fano tau persis keadaanku yg sangat parah itu, dia pasti bisa membayangkan betapa takutnya aku di sana.

"Hani kamu gak papakan" tanya Seli yg mungkin sangat hawatir juga. Aku hanya mengangguk lemah.

"Awas aja tu anak, abis dia" geram Rafi kesal.

"Iya aku gak nyangka kalo dia bisa kayak gitu" ucap Ali yg tentunya sangat menyesal menyukai gadis sadis kaya Rahel.

"Biar aku yg urus dia" ucap Fano, lalu menatapku sepertinya janji akan membalas perbuatan Rahel.

"Dari mana kamu tau aku di sana?" Tanyaku dengan suara serak.

"Karna terakhir aku liat kamu sama dia, aku paksa dia buat ngomong, kamu gak perlu hawatir sekarang kamu mending istirahat ya" jelas Fano sekaligus menyuruhku istirahat

Ibu, Seli dan Eva pun nganter aku ke kamar sedangkan yg lainya seperitnya mau ngobrolin Rahel.

Aku berganti pakaianku lalu berbaring. Karna sepertinya aku demam tinggi di sebabkan hujan2an dan di guncang rasa takut akhirnya aku tepar.

Ibu mengopresku, dia terlihat sangat hawatir, air mata gak berhenti menetes. Sepertinya dia ngebayangin apa yg aku alami sendirian di luar sana. Di tempat yg aku gak kenal.

"Aku gak papa bu, ibu tidur sama aku ya" pintaku lalu ibu mengangguk.

"Kita bakal bales kelakuan tu anak buat kamu Han, tenang aja" ucap Eva yg keliatan geram. Seli.mengangguk membenarkan.

"Makasih ya semua" ucapku lemah. Akupun langsung tidur karna sumpah capek bgt.

Wah part sekrang lebih bikin tegang ya.. biar gak bosen bacanya
Follow dong dan kasih voment buat thor

The Somvlak Boy  - season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang