Ch1. Six Delegate Conference

91 7 11
                                    

Dini hari, seorang pemuda tengah berlari-lari kecil melewati corridor kantornya. Padahal waktu baru saja menunjukkan pukul 03.10 Am. Memang bukanlah waktu yang diperuntukkan bagi orang-orang biasa untuk melakukan kegiatan yang dikatakan normal. Tetapi, tidak bagi pemuda itu, ia sudah terbiasa dengan marathon pagi bolak-balik kantor. Pemuda itu terus berjalan, seiring waktu berjalan, langkah kakinya bertambah cepat. Alhasil, ia malah berlari kencang sembari memegang erat dokumen penting di tangan kirinya.

Pemuda itu menggebrak pintu ruangan dengan napas tersengal-sengal. Lantas kembali menghampiri petingginya yang tengah berkutat dengan beberapa software.
"Saya dengar, keadaannya sudah mencapai 100 km dari permukaan di kaki gunung, Pak."

Pemuda itu menghempaskan dokumennya tepat di atas meja petingginya. Seketika saja suara hempasan dokumen tersebut menggema di setiap penjuru ruangan. Bapak itu terkejut, lantas hanya bisa mengelus dada. Senyap untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, pemuda itu menghembuskan napas frustasi.

"Konferensi pagi nanti, apakah Bapak telah mempersiapkannya?" pemuda itu menatap lekat-lekat lawan bicaranya, sedang yang ditatap malah berdiri dari duduknya seraya berjalan ke arah jendela ruangan. Kontan saja pemuda itu mengikut di belakang.

"Sudah, tetapi saya alihkan kembali." Pemuda di belakangnya mengernyit, sedang pria itu tak mengalihkan arah pandangnya.

"Saya ada urusan mendadak hari ini dengan Kedutaan Meulaboh. Tak bisa ditunda, jam terbang sudah ditentukan sebentar lagi—"

"Bapak take off? Bukankah sudah saya katakan jauh-jauh hari, Pak? Konferensi ini sangat penting. Lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri?" pria itu terkejut dengan penyelaan pemuda di sampingnya. Lantas mengulas senyum setelah beberapa saat melihat sosok yang mengumpat terang-terangan.

"Jadi, kau pikir semuanya Saya yang atur? Ya tidaklah! Kau puncak tertinggi divisi kita, mengerti?" pemuda itu tersentak lantas mendelik tajam ke arah pria paruh baya itu. Pria itu tertawa ringan, tahu bahwasanya pemuda di sampingnya meminta keterangan lebih lanjut.

"Kami telah putuskan jauh-jauh hari, bukan berarti Saya ikut menjalankan. Konferensi kedutaan di Meulaboh dan Indonesia diadakan serempak, bukan berarti salah satunya tak penting. Kau ke kantor Kedutaan indonesia, sebagai delegasi tertinggi negara. Sedang saya merangkap menjadi bawahanmu sekarang! Dan tentu saja sebagai bawahan. Saya akan menghadiri kedutaan Meulaboh sebagai perwakilan." pemuda itu tambah tercengang, melipat tangan di depan dada sembari menghentakkan kakinya berulang kali ke tanah.

"Tumben sekali kau lambat berpikir, rapat terakhir di kantor kejaksaan kemarin sudah sempurna diputuskan. Sudah diperkirakan dengan matang. Saya tahu kau tidak akan datang, karena apa? Kau tak pernah peduli dengan rapat pemerintah." Pemuda itu mengacak rambutnya kasar lantas tersenyum kecut mengalihkan arah pandangnya.

"Tahu begitu, Saya akan datang, tanpa mengelak dengan alasan konyol yang sering Saya jadikan senjata, betapa bodohnya Saya tak tahu sifat bapak yang cukup 'menyebalkan' seperti ini." Keduanya tergelak sembari berjalan ke arah lain ruangan.

"Setidaknya menteri-menteri yang kau anggap tak berguna itu sekarang telah menjadi bawahanmu, bukan?" pemuda itu tergelak patah-patah, tersadar tindakan konyolnya, ia pun berpaling dengan wajah sebal.

"Bagaimana tak berguna? Menyelesaikan skandal sepele saja sampai bertahun-tahun, diikutsertakan dalam konferensi penting hanya mengangguk saja. Saya boleh jamin mereka mengangguk dengan umpatan di dalam hati. Saya hanya tak ingin melihat wajah-wajah arrogant mereka, sikap sok tahu dan hanya sekadar membusungkan dada, terima kasih Saya senang sekali jika mereka jadi bawahan Saya,"

Pria itu menggeleng penuh keterkejutan, ia tak akan memberikan hukuman pada pemuda itu, tentu saja. Sudah biasa dengan ucapan tajam seperti itu. Bahkan pernah Satu kali ia mengumpat tepat di hadapan Menteri Hukum. Terangan-terangan. Mereka tak marah, hanya tergelak penuh kebodohan. Pria itu hanya tersenyum miring mengingat kejadian tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SnowiceindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang