Bagian 3

23 1 0
                                    

Aku bete. Diruang tamu, ada pacarnya kak Franco, kak Alif, sama kak Dave. Namanya, kak Iriana, dia pacarnya kak Franco, dan mereka baru pacaran 2 bulan. Terus, kak Hana, pacarnya kak Alif dari SMA. Dan kak Livia, pacarnya kak Dave.

Mereka asyik di ruang tamu, sampai-sampai nggak inget adiknya sendiri disini. Aku bingung, harus apa. Kalau izin keluar, pasti nggak boleh. Kalau tetap di kamar, aku nggak betah.

"Cala." panggil kak Alif.

Kebiasaan burukku, lupa kunci pintu kamar. Kak Alif langsung masuk ke kamarku.

"Ikut kakak, yuk."

"Kemana?"

"Dinner."

"Nggak mau."

"Kenapa?"

"Nggak mau jadi nyamuk."

"Siapa, sih, yang jadi nyamuk, La?"

"Aku lah, siapa lagi." ketusku.

"Kamu nggak suka, ya, kalau pacar kakak dateng ke rumah?"

"Nggak, aku nggak bilang gitu."

"Terus, kenapa kamu nggak mau kakak ajak dinner?"

Aku menggeleng aja. Kan, aku udah bilang, nggak mau jadi nyamuk. Soalnya, canggung juga. Aku nggak terlalu dekat sama pacar-pacar kakakku.

"Aku udah kenyang. Tadi udah makan mie instan."

"Tuh, kan, makan mie instan lagi. Nggak boleh makan itu terus, nanti kamu sakit."

"Iya, deh, kak Alif yang paling ganteng diantara kakak-kakakku." sahutku, agak malas.

Tiba-tiba, muncul kak Franco dan kak Dave di depan pintu kamarku. Mereka sudah rapih, seperti mau pergi jauh.

"Loh, kok belum siap-siap, La?" tanya kak Dave.

"Cala nya nggak mau ikut." sahut kak Alif.

Aku lihat ketiga kakakku, mereka cuman geleng-geleng aja. Sumpah, ya, aku nggak mau dipaksa. Nggak enak rasanya melakukan hal yang tidak ingin kita lakukan.

"Ganti baju kamu, Cala." kata kak Franco, seperti nggak mau dibantah.

"Aku ngantuk, kak. Besok aja pelajaran kimia di jam pertama."

"Pergi nya nggak lama, kok, sayang." timpal kak Dave. Dia berjalan ke arahku, terus mengelus rambutku.

Diantara kakakku yang lain, memang kak Dave yang lebih memanjakanku.

"Aku ngantuk," kubalas.

"Yah, gimana nih, Frans. Nggak jadi aja kali, ya?" tanya kak Alif pada kak Franco, kakak tertuaku.

Aku langsung menggeleng.

"Nggak usah. Kakak pergi aja. Aku nggak apa-apa kok ditinggal." kataku buru-buru.

Kali ini, kak Franco menatapku serius. Aku tau dia lagi mempertimbangkan sebuah keputusan. Semoga aja kak Franco setuju. Kalau lagi di tatap kak Franco, bikin deg-deg an. Kalau kamu belum mengenalnya, pasti kamu bilang kak Franco itu laki-laki yang dingin.

"Kunci gerbang. Kunci pintu depan. Tutup semua jendela dan hordengnya. Kunci pintu kamar kamu. Jangan keluar rumah."

Aku menghembuskan napas lega.

"Siap, bos."

"Kalau ada apa-apa. Telefon kakak." kata kak Dave.

"Pasti, kak."

Habis itu, mereka pergi. Aku mendengar suara mesin mobil dari bawah. Huft. Benar, kan, ujung-ujungnya mereka pasti bakal memilih pacar-pacarnya. Aku tambah bete. Tau begini, aku lebih baik tinggal di Jakarta. Bersama om Ridwan dan tetanggaku yang baik hati, Egy.

CALA (Love you 'til I die)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang