Mister No Name

22 1 1
                                    



"Kamu menggigit bibirmu lagi malam ini. Aku paling suka melihat kamu menggigit bibirmu, putus asa karena suatu hal. Aku berharap bisa muncul dan menyelamatkanmu seperti ksatria berpedang berkuda putih." Membaca deretan tulisan itu, aku senang bukan kepalang. Rasanya aku ingin terbang ke langit ke tujuh. Apa yang harus aku lakukan menanggapi pesan ini?

Ponselku kembali bergetar. "Apa yang kamu lakukan di situ? Melamun? Menggigiti bibirmu lagi?" lagi-lagi deretan kalimat itu membuatku melayang. Kami belum berkenalan secara resmi, hanya saja dua bulan kehadiran pria bermata elang itu membuat hari-hariku lebih berwarna. Bagaimana tidak, meskipun aku tidak tahu namanya dan kami hanya bertemu sebatas pengunjung kafe dan aku sebagai waitress, si Mr. no name sukses membuat perutku dipenuhi kupu-kupu yang lincah mengepakkan sayapnya. Dan ketika malam-malam ia mengunjungi kafe, aku selalu kehilangan kewarasanku. Meski yang aku lakukan hanya sebatas melihat punggungnya dari kejauhan, atau secara tidak sengaja aku melewati mejanya, ketika aku sibuk mengantarkan pesanan para pengunjung kafe.

"Malam ini, aku akan mengantarmu pulang. Semalam kenapa kamu tidak datang ke parkiran?" Dadaku menggelayar senang, rupanya dia menungguku. Oh my, rasanya aku ingin berlari ke mejanya dan mengatakan aku tak ingin lagi hanya bisa melihat kagum padamu dari jauh. Aku melirik pada pria itu, si Mr. no name, ia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Ada kilat geli di matanya ketika melihat sikapku yang salah tingkah.

**

"Aku selalu menunggu pertemuan kita, kenalkan aku Adrian." Ia mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Dalam hati aku berdoa, agar ia tidak mendengar degub jantungku.

"Tania" jawabku serak, putus asa menghadapi jantungku yang ingin melompat keluar. Mata kami saling bertemu dan tembok pertahananku keropos.

"Tania, aku ingin bersamamu." Ucap Adrian kemudian.

"Kenapa aku?" tanyaku pelan. Ini kali pertama kami bertatap muka, berdiri di hadapannya seperti menatap keajaiban yang membuat aku tersiksa. Mendengar suaranya meremukkan kewarasanku. Kakiku seperti terkubur di lantai, aku tidak tahu apakah aku akan sanggup berjalan pergi dari hadapan Adrian.

"Tidakkah perasaan kita sama?" 

** 

Jumlah : 313 Kata 


Kumpulan Flash FictionWhere stories live. Discover now