Part 2

1.7K 292 13
                                    

Di rumah Milly masih memikirkan pembicaraannya dengan Gina. Sahabatnya sangat menyesalkan mengenai hubungan dengan Putra. Teman tapi mesra. Tapi Putra tahu tentang perasaan Milly padanya. Dan pria itu tidak masalah malah seakan menyambutnya. Pria itu mengulurkan tangannya untuknya.

Tapi sampai kapan ketidakjelasan hubungan mereka?. Milly mulai berpikir, apa memang harus melepaskan Putra?. Dan menjalani hubungan dengan pria lain?. Namun pemikiran itu sirna ketika ia bersama Putra.

"Milly!!" teriak ibunya dari ruang tamu. Milly sedang ada dikamar, bekerja. Memikirkan konsep apa yang akan diberikan pada kliennua. Ia photografer freelance. Banyak Online Shop yang memakai jasanya untuk memotret dagangan mereka. Penghasilannya memang dari sana. Hidup hanya berdua dengan sang ibu sudah cukup baginya.

"Iya, Ma!! Sebentar aku lagi ngerjain kerjaan dulu." Milly buru-buru mematikan laptop dan menghampiri Ibu Erni. Ia sempat terkejut ketika sampai di anak tangga terakhir melihat Reza ada di rumahnya. Milly masih hafal benar dengan wajahnya. Ibu Erni sedang duduk di sofa dengan kaki terluka. "Mama kenapa?" ia menyampingkan keberadaan Reza. Milly duduk di samping ibunya. Memegang kaki yang luka.

"Mama keserempet mobil," ucap Ibu Erni memberitahu. Sontak Milly mendongak untuk melihat Reza.

"Bukan sama dia, Mil," lanjutnya. Ibu Erni tahu maksud putrinya. "Dia malah yang nolong Mama. Yang nyerempet kabur!" terdengar nada kesal darinya.

"Mama kenapa malem-malem keluar?" tanya Milly sambil memperhatikan lukanya.

"Maaf, apa kamu punya P3K?" Reza buka suara. Milly sampai lupa mengobati luka Ibunya. Tanpa pikir panjang ia segera beranjak ke dapur mencarinya dilemari. Setelah mendapatkannya kembali ke ruang tv. "Biar saya aja yang mengobatinya," ia menawarkan diri. Milly mengangguk, ia lebih tahu karena Dokter. Yupz, Dokter Kandungan. Geli rasanya menyebutkan profesinya. Reza mengambil alkohol lalu mengompres luka ibunya Milly.

"Kenapa Mama keluar malem-malem?!" Milly menodongkan pertanyaan yang sama.

"Sejak kamu pulang sama Gina, kamu belum makan. Kalau Mama belikan Mie Goreng kesukaan kamu yang ada di depan komplek. Milly pasti mau makan," ia terdiam mendengar jawaban sang ibu. Dan tangan pria itu ikut berhenti. Milly tidak nafsu makan karena Gina membahas hubungannya dengan Putra. Hatinya sedih, ibunya begitu perhatian sekali.

"Milly cuma belum laper aja, Ma. Gina ngajak makan juga tadi. Jadi aku masih kenyang," jawab Milly tidak mau Ibu Erni tahu masalahnya. Pria itu melanjutkan mengobati luka ibunya.

"Mama takut kamu sakit, Milly."

Milly tersenyum, "anak Mama ini kuat nggak mungkin sakit. Mama tau sendiri kan aku ini jarang banget sakit," kecuali sakit hati, tambahnya dalam hati.

"Mama tetep aja khawatir. Mama cuma punya kamu.." hati Milly mencelos. Matanya berkaca-kaca. Mama adalah segalanya baginya. Di dunia ini hanya mempunyai seorang ibu.

"Aku lebih khawatir kalau Mama kenapa-kenapa," lirihnya. Tangan Ibu Erni terangkat mengusap pipi. Milly memejamkan mata meresapi semua kasih sayangnya. Seketika matanya terbuka saat menyadari seperti ada yang memperhatikan. Pria itu melihat dan sudut bibirnya terangkat sedikit. Ia tersenyum berbeda dengan senyuman sewaktu di rumah sakit.

"Makasih ya, Nak. Udah nganterin ibu sampai rumah." Ibu Erni sangat berterimakasih padanya.

"Sepertinya lukanya memang tidak parah tapi ibu harus minum antibiotik. Apa punya?" tanyanya tapi matanya melihat Milly.

"Oh, kami nggak punya," jawabnya.

"Dirumah saya punya. Kalau begitu saya ambilkan dulu."

"Nggak perlu, Pak. Ngerepotin aja," seru Milly tidak enak.

Map Of Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang