"Bagaimana kalau kumulai dengan... aku mencintaimu, Lady Emily Holbrook...?"
Emily membisu. Matanya membulat kaget menatap James, sesaat tampak tidak mempercayai pendengarannya sendiri.
James mendadak merasa gelisah. Ia bisa merasakan panas merambati sekujur tubuhnya. Sialan, kenapa tidak ada yang pernah mengatakan kepadanya bahwa mengungkapkan perasaan kepada seorang wanita ternyata bisa membuat seorang lelaki merasa jengah?
Dan keheningan yang berada di tengah mereka terasa lama dan menyiksa.
Ketika akhirnya Emily bicara, James malah kehabisan kata-kata. "Maksudmu... sebagai wanita yang kau inginkan untuk... kau tiduri?"
James mengacak rambutnya. Ia pasti sudah meninggalkan kesan yang begitu buruknya di mata Emily. "Tidak. Maksudku... ya... aku memang tetap ingin tidur denganmu..." Rona merah mewarnai pipi Emily yang semula pucat dan James harus mati-matian menahan diri untuk tidak meraih gadis dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke bibirnya.
"Tidak... tidak..." James meraih tangan Emily, menggenggamnya sesaat. Ketika merasakan bahwa gadis itu tidak menarik tangannya dan lari, James melanjutkan kalimatnya. "Aku ingin meralat kalimatku. Aku memang bajingan bodoh karena sebelumnya pernah memberikan penawaran yang begitu busuk kepadamu, Emmie..."
Emily mendengarkan. Bibirnya terkatup, menunggu penjelasan James.
James tersenyum, dan Emily mendadak tahu.
Bahwa James memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Senyum James membuat hati Emily terasa aneh, seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnya, seperti ada sesuatu yang membebat dadanya kuat-kuat. Ini perasaan tersiksa yang menyenangkan.
"Aku mencintaimu," ulang James. "Sebagai pria, aku masih ingin menidurimu, tentu saja. Tetapi tidak dalam konteks dimana aku mengajukan penawaran untuk membayar hutang Ayahmu sebelumnya. Aku tidak menginginkan..." James memilih kata-katanya dengan bingung, sementara Emily diam. James ingin menyampaikan apa yang ada di hatinya, tetapi ternyata sungguh tidak mudah. Emily tersenyum dan menggerakkan tangannya yang berada dalam genggaman James.
"Aku tahu," ucap Emily lembut. "Aku paham..."
"Aku menginginkanmu..." balas James dengan suara serak. "Aku menginginkan jiwamu, tubuhmu, cintamu... kau yang seutuhnya, Emily. Bukan hanya untuk satu malam yang akan berakhir secepat helaan nafas. Tidak sesederhana itu. Aku ingin ada di sini, di sampingmu ketika kau membuka matamu di pagi hari, ketika kau tersenyum dengan mata hijaumu yang indah, ketika hangatnya mentari membuat rambutmu bagaikan berwarna tembaga... aku ingin ada di sisimu menghadapi semua hari itu..."
Emily menahan nafas, tatapanya beradu dengan James. Mata James yang biasanya menatapnya dengan dahaga liar kini terlihat teduh, seolah es di danau perlahan-lahan mencair dan membiaskan nuansa hijau di dalamnya. "Aku mencintaimu, Em... menikahlah denganku..."
Emily tersenyum. "Aku sudah mendengarnya, sebenarnya, James..."
James menatap Emily, tidak paham.
"Kata dokter... lukaku akan meninggalkan bekas. Apakah ayahku atau Susannah yang memaksamu... mengajukan lamaran kepadaku?"
Kepala James terasa sakit seperti baru saja ada seseorang yang memukulnya. "Kenapa kau berpikir demikian, Em? Tidak. Aku sungguh-sungguh..."
"Aku senang..." jawab Emily kaku. "Karena aku tahu, kau bersungguh-sungguh... James, apakah kau merasa bersalah aku mendapatkan bekas luka ini karena melindungimu? Aku senang dengan kebaikanmu, tetapi aku sungguh tidak apa-apa..."
"Oh, demi Tuhan, Emmie..." James menarik tengkuk Emily dan menjatuhkan ciuman yang panas dan kuat ke arah gadis itu.
Dengan nafas yang masih terengah-engah, James meraih tangan Emily yang tidak terluka dan meletakannya di dadanya. "Aku tidak pernah menganggap sebuah ciuman penting. Sungguh, sebelum bertemu dengan dirimu..." James menggeram. "Termasuk kenyataan bahwa kau mengubahku menjadi puitis dan menjijikkan seperti sekarang, Em..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daughter of The Duke [END]
Ficção HistóricaHighest Record: #18 (24 July 2017) Emily Waterborne, putri bungsu Duke of Holbrook, bangkrut dan miskin, terpaksa menerima pinangan Earl of Arundel yang usianya nyaris sama tuanya dengan Ayahnya. Emily yang sedih memutuskan untuk melakukan satu ak...