A Secret Date in Osaka

254 29 8
                                    

Irene baru saja sampai di ruang ganti dan mengamit ponselnya yang tergeletak di atas meja rias saat nama seseorang tertera di sana bersamaan dengan lampu notifikasi Irene berkedip beberapa kali. Dengan antusias, ia segera membuka kunci sandi ponselnya dan membaca satu pesan yang sampai di ponselnya satu menit yang lalu.

"Apa konsernya sudah selesai?"

Kontan saja kedua tulang pipi Irene terjungkit tinggi. Tak salah lagi, pesan itu berasal dari si pemuda jangkung bermarga Jung. Tanpa menunggu lama, Irene segera mengetikkan balasan.

"Baru saja selesai. Rasanya tubuhku akan remuk, Leo-ya. Tapi aku senang! Tidak kusangka respon mereka terhadap lagu baruku sangat meriah^^," ketiknya dan tak lupa menyisipkan beberapa emoji menangis dan tertawa lebar di sana.

Sambil menunggu balasan Leo, Irene pun menghapus riasannya terlebih dulu. Jujur saja, Irene lebih suka saat wajahnya tak tersentuh riasan sedikitpun. Ia merasa kulit wajahnya jadi bisa bernapas lebih lega. Lagipula konsernya sudah selesai dan setelah ini ia hanya tinggal beristirahat. Atau mungkin ikut dengan Wendy dan Seulgi yang katanya ingin jalan-jalan sambil belanja buah tangan sebelum mereka kembali ke Korea.

Drrttt...drrtt...

Irene beralih pada benda persegi panjang yang bergetar beberapa kali di atas meja rias—menandakan kalau sebuah pesan baru saja menyambangi ponselnya.

"Kalau begitu cepat ganti bajumu dan temui aku di lobby."

Serta merta manik karamel Irene membulat. Apa dia tidak salah baca? Bagaimana bisa pacarnya itu berada di sini? Di Osaka, tempat agensinya mengadakan konser. Well, ini bukan seperti di Korea—di mana Leo bisa seenaknya mengiriminya pesan akan mendatangi apartemennya 5 menit sebelum ia sampai. Tapi ini di Jepang. Seumur 2 tahun hubungan mereka terjalin, belum pernah Leo nekat menyusulnya keluar negeri. Yeah, mengingat grup mereka sama-sama populer dan memiliki jadwal yang padat. Justru terkadang Irene berpikir kalau waktu mereka tidak pernah tepat. Seakan-akan Tuhan tidak pernah menakdirkan mereka berada di tempat yang sama. Tapi tunggu sebentar...

Buru-buru Irene membuka aplikasi search engine-nya.

Astaga, pantas saja pemuda Jung itu sudah menunggunya di lobby.

::

Bukan sebuah kecupan singkat atau pelukan hangat—seperti kali terakhir mereka bertemu di apartemen Irene—yang Leo dapatkan dari gadisnya. Melainkan sebuah tinjuan dari kepalan mungil Irene di lengannya. Dan tidak sekali, tapi berkali-kali.

"Are you crazy?! Gimana bisa kamu yang mau konser di Tokyo besok malah ada di Osaka sekarang??" Irene masih terus menghajar lengan putih Leo yang tidak tertutupi atasan sleeveless kotak-kotak birunya kendati lelaki Jung itu sudah meringis sekaligus tertawa kecil.

"Naik Shinkansen dari Tokyo ke Osaka hanya 2 jam 30 menit kok," bela Leo sambil memamerkan eyesmile-nya. Gestur yang selalu sukses membuat Irene mengurungkan niatnya untuk marah.

"Pokoknya awas ya kalau sampai aku dengar kamu pingsan di konser besok!" Sepanjang perjalan mereka menuju Shinsaibashi Street, salah satu tempat belanja murah di Osaka(mereka sengaja memilih tempat ini untuk mengurangi kemungkinan mereka dikenali), gadis Bae itu masih mengomel. Irene melipat kedua tangannya di depan dada sambil memasang ekspresi galak. Tapi lagi-lagi pertahannya runtuh saat Leo merangkulnya dan berbisik dari balik masker hitamnya.

"Masa kamu do'ainnya gitu sih?" yang lantas dibalas Irene dengan menyikut pelan perut Leo. "Ya, habis kamu juga. Lihat betapa kurusnya badan kamu sekarang, Leo." Irene mulai memutar-mutar tubuh Leo sambil menggerutu seperti seorang Ibu yang sedang mengomeli anaknya yang sudah tidak makan seminggu. "Senang ya bikin aku khawatir?"

LEORENE - Leo and IreneWhere stories live. Discover now