"Cheers!" Suara dentingan gelas kaca mengudara. Tawa dan obrolan-obrolan kecil mengisi meja lingkaran yang penuh dengan para remaja. Rupanya ada pesta kecil-kecilan di sana, dengan minuman, ya, sedikit nakal.
Tapi tidak untuk Aliendra, menyentuh botol kaca dingin berisi minuman anggur saja tidak mau, apalagi meminumnya. Ia bahkan menyempatkan diri membeli es dawet di depan kafe mahal itu. Es dawet pinggiran, loh.
"Mas, ya Allah itu sendoknya nyemplung,"
"Jangan! Jangan di ambil, ambil yang baru!"
"Masnya belum cuci tangan, Ya Tuhan! Cuci tangan dulu mas,"
"Nggak usah mas, plastiknya nggak usah ditiup. Ganti-ganti,"
"Ya Allah ada debu, di tutup dulu mas cendolnya itu!"
Ali menepuk dahinya pelan mengingat betapa ribetnya mendapatkan satu plastik es dawet pinggiran.
Darenda Aliendra, cowok perfeksionis yang tingkat cinta kebersihannya sudah di atas batas wajar. Irit bicara? Dingin? Cuek? Sayangnya Ali bukan tipe cowok-cowok wattpad, yang bakal jadi idaman para wanita.
Sangking bukan cowok dingin, 1 kalimat pertanyaan saja Ali akan punya 100 kalimat jawaban. Bahkan, semasa SMA dulu, soal ujian yang isinya 30 soal uraian semua, jawaban Ali bisa dijadikan novel.
"Li, lamun aja lo!" Ali hampir aja tersedak ijo-ijo dari es dawet yang kini ia minum karena suara Elsan.
"Kita daritadi ngomongin lo sama Kiran euy. Kalian kapan ceelbeka?" Celetuk cowok dengan hoodie pull&bear abu-abu. " Hah? Apa? Celebek? Cebok maksud lo?"
Genta menoyor pelan kepala Ali, membuahkan tawa teman-teman lainnya. "Heran gue, kok bisa ya Kiran yang cantik bin badai, pintar bin cerdas, kalem bin anggun, badai bin halilintar itu bisa pacaran sama lo dulu,"
"Namanya juga rejeki anak soleh,"
"Tapi bapak gue bukan soleh,"
"Eh, bapak gue kan Andri S,"
"S nya soleh kali ya?"
Elsan, Genta, dan semua orang di sana memutar bola mata ketika Ali tak berhenti berbicara nggak jelas. Apalagi ketika cowok itu dengan tanpa dosa menatap semua orang dan mengakhiri ucapan nggak jelasnya dengan pertanyaan, "Eh, nama bapak gue siapa sih?"
"Bodo Li bodo! O segede bumi!"
Ali mengelus dadanya sok merasa tersakiti bak drama, "Apa salah Devano ya Allah,"
"Hah apa? Devano? Devano anaknya penyanyi dangdut maksud lo?" Ali mengangguk. Devano, anaknya Iis Dahlia yang ganteng itu. Masa' nggak tahu?
Ali berjengit, tatkala sedotan basah nyasar ke wajahnya. Bukan nyasar ternyata, tapi Agas memang melemparnya. "Lo mah anaknya penyanyi dangdut yang mati lampu, Li!"
Yang mati lampu?
Bentar.
Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu.
"Kampret! Nastar maksud lo?"
"Nassar woy Nassar,"
Tawa pun pecah karena kelakuan mereka yang sama-sama absurd. Nggak papa lah sekali-kali rame dan jadi nakal, masa' pusing mikirin dosen yang ngejar-ngejar skripsi terus padahal masih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
And Then I Meet You
Fiksi Remaja"Jatuh cinta sama gue dendanya sepuluh milyar!" Lari dari Gamaliel, Illiyin atau panggilan praktisnya Illy, harus bertemu Darenda Aliendra dan dengan berat hati memanfaatkannya. Karma. Itulah yang terjadi pada Illy, ketika ia justru terbawa perasaan...