❄03 (SAHABAT)❄

27 2 0
                                    

Selama perjalanan ia masih memikirkan. Apakah Devon masih mau menerimanya. Akan kah dia bisa membuat Devon kembali seperti dulu. Seperti sebelum Aletha mengambil keputusan yang sangat fatal baginya.

Sibuk dengan apa yang dia fikirkan. Samapai-sampai ia tidak sadar kalau baru saja dirinya menabrak seseorang.

"So--sorry.." kata Aletha. Lalu mendongak ke atas melihat siapa korban yang ia tabrak tadi.

Aletha membeku. Melihat Devon yang menatapnya datar.

"Hmm." Devon hanya menggumam lalu beranjak pergi meninggalkan Aletha yang masih membeku.

Tapi sebelum Devon melangkah. Aletha dengan cepat mencekal tangan Devon. "Tu--tunggu!"

Devon menoleh lalu menaikan sebelah alisnya dengan maksud bertanya 'kenapa?'.

"A--an--

"Gue gak suka bertele-tele!" Sergah Devon dengan santai namun menusuk.

Aletha berusaha menetralkan jantungnya. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskanya dengan gusar.

"Maaf!" Kata Aletha dengan lantang lalu menunduk. Ia tidak akan bisa menatap mata Devon karena hal itu akan membuatnya semakin sakit.

Devon mengerutkan dahinya. "Buat?"

Aletha menggeleng-geleng cepat. Ia tidak bisa membendung lagi air mata yang sedari tadi ditahanya.

"Maaf buat semua keputusan gue!" Katanya terpotong dengan isak tangis nya.

Devon tersenyum. Tapi Aletha tau senyum devon bukan lah senyum bahagia melainkan senyum untuk menutupi rasa sakitnya.

"Gak perlu lo sesali lagi. Semua keputusan yang udah lo ambil harus lo tanggung resikonya."

Isak tangis Aletha semakin menjadi-jadi setelah mendengar
Apa yang dikatakan Devon.

"Gak usah nangis. Gue gak suka orang cengeng!" Kata Devon tegas dan berjalan menjauh meninggalkan Aletha yang masih terisak.

Aletha menatap sendu Devon yang perlahan menjauh. Ia menghapus sisa-sisa air matanya dengan brutal.

Devon masih sama. Dia masih tidak menyukai orang yang cengeng. Secercah harpan datang membuat dirinya semakin semangat untuk mengembalikan Devon seperti Devon yang dulu.

"Gue pasti bisa!" Ucapnya, menyemangati diri sendiri.

***

"OMAYGAT ALETHA. MATA LO BENGKAK KAYA ABIS DITONJOK GITU!"

Aletha baru saja memasuki ruang kelas. Dan langsung dihadiahi suara toa milik Shela.

"Shela lo bisa diem gak sih. Pecah pala gue lama-lama!" Omelnya.

Mimik wajah Shela seketika berubah. Aletha tidak pernah marah-marah seperti ini kecuali jika sahabatnya itu mempunyai masalah besar dan ia tidak sanggup bercerita.

"Leth? Lo bisa cerita sama gue" kata shela melembut.

Aletha langsung meledak kan tangis nya dipelukan Shela.

"Gu..e bing..ung ha..rus ceri..ta da..ri man..a" ucapnya terisak.

"Cup...cup...cup. sekarang coba lo tenangin diri lo dulu" perintah Shela.

Tangis Aletha mulai mereda, ia sudah bisa mengontrol tangisnya sekarang.

"Devon ya?" Tebak Shela.

Aletha mengangguk.

"Oke sekarang lo cerita. Gak usah takut kalau cerita lo bakal kepotong sama jam pelajaran karena hari ini kita free class. Dn soal Devon, dia mungkin gak masuk hari ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SnowflakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang