Genta memarkir mobilnya di garasi rumahnya, rumah bercat putih tulang itu tampak indah jika dilihat dari luar. Terkadang, Genta hanya bisa terkekeh miris ketika banyak orang menginginkan rumah mewah besar. Jika ada satu saja orang yang mau bertukar peran dengannya menjadi anak dari keluarga ini, mungkin Genta akan senang dengan hal itu. Nyatanya itu tidak semudah yang dibayangkan, ia tidak akan pernah bisa hidup tenang. Sepertinya.
Welcome to the Hell, Genta.
Genta memasuki rumahnya tanpa minat sedikit pun, dari lantai atas terdengar samar-samar suara seorang laki-laki dan perempuan. Genta mempercepat langkahnya dan menaiki anak tangga dengan langkah cepatnya. Rahangnya mengeras begitu mendapati pintu kamarnya yang terbuka.
Brak!
"Lo nggak pernah diajarin sopan santun? Masuk kamar orang sembarangan, berantakin semua buku-buku. Lo pikir lo siapa?!" kata Genta dengan tatapan tajam, tatapannya pun mengarah pada seorang yang duduk di kasurnya dengan santai.
"Keluar!"
"Gue siapa? Bukannya harusnya itu pertanyaan gue buat lo? Gue siapa? Gue Retta, sedangkan lo siapa? Lo orang asing di sini, nggak usah ngatur! Bebas gue mau ke mana aja, ini rumah gue! Paham?"
Genta hendak melayangkan tangannya namun langsung dicegah oleh seorang laki-laki yang tadi duduk di kasurnya. Emosinya langsung memuncak dan kepalan tangannya mendarat di wajah laki-laki itu, membuat Retta menjerit.
"Keluar Bangsat!"
Prang!
Saat Retta akan pergi Genta membanting gelas yang berisi air minum Retta di hadapan gadis itu, Retta memejamkan matanya takut Genta melakukan sesuatu padanya. Retta yang nyalinya begitu besar bisa menciut hanya dalam hitungan detik, tanpa kata Retta dan kekasihnya meninggalkan kamar Genta yang berubah seperti kapal pecah.
Drtttt...
Genta mengangkat panggilan masuk dari Ashila, ia melupakan janjinya- janji untuk mengabari ketika sudah sampai- tanpa kata Genta mendengar suara halus menyapa dari seberang sana.
"Udah sampai?"
"Sudah," sahutnya setengah berbisik, suaranya seolah tertelan akibat ia menahan emosinya. "Maaf, aku ada urusan dan nggak langsung ngabarin."
"Oke oke, nggak apa-apa. Sekarang makan, belum makan kan?"
Perhatian kecil dari kekasihnya membuat hatinya menghangat- ah apa ia pantas menyebut seperti itu saat dirinya masih membuat gadis itu menangis? "Kamu sudah makan?"
Brak!
"Genta!"
Teriakan seseorang membuat Genta menghela nafasnya pelan, "aku tutup dulu ya, nanti aku kabarin."
"Ada ap-"
Tut.
Genta merasakan kerah seragamnya dicengkeram membuat Genta terkekeh sinis pada sang pelaku, "apa Ayah mulai menyayangi anak hasil perselingkuhan kalian?" kata Genta sinis membuat Sang Ayah menatapnya berang.
"Kamu-"
"Apa Ayah akan menyalahkanku karena menghajar orang yang tidak tahu sopan santun itu? Seharusnya Ayah ajari itu dengan baik, jangan sampai mempunyai anak yang bad attitude. Atau mungkin dia seperti ibunya atau mungkin seperti Ayah?"
"Beraninya kau!"
Plak!
"Ingatkan mereka agar tahu batasannya, mereka boleh ke mana saja. Asal tidak ke kamarku," ujarnya penuh dengan penekanan dan penjelasan dengan unsur sindiran itu membuat ayah Genta melepaskan cengkeramannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me!
Teen FictionKamu itu kayak es krim, dingin tapi manis. Sebuah hubungan yang terlihat begitu manis di depan, belum tentu juga manis di dalam. Menjalin hubungan yang banyak diidam-idamkan teman seumurannya, nyatanya tak membuat hidupnya sempurna. Ia pikir bersama...