Menangislah dengan sepenuh hati agar kelak bisa tersenyum dengan sepenuh hati. Entahlah, bagi Mila, Ando itu siapa. Secepat itu Mila melenyapkan kesedihan berganti dengan setumpuk resep di apotik rumah sakit juga kekonyolan Dafa di rumah.
" halo mba Audy? Dafa? Nggak mba. Aku masih di rumah sakit. Oh dia bawa si Amel. Oh seingatku dia bilang mau bawa ke babershop. Ya kali mba ponakan sendiri di culik, ia aku bantu cari. Dont worry... sipp sipp" dengan cekatan Mila menghubungi nomor handphone Dafa, bisa bisanya membawa ponakan tanpa izin pada emaknya. How dare? Minta di piting bang Rendy.
"Nyuk! Angkat kek" umpat Mila setelah 5 sms dan 15 kali missedcallnya tidak di gubris. Terselip sedikit kekhawatiran dan banyak kata "jangan-Jangan dalam otaknya"
Kalau pas lagi bawa motor terus si kunyuk stroke gimana nasib si Amel? Aduh pikiran gue kok ngelantur gini. Ungkap Mila bermonolog.
"Mila... di cari si Dafa tuh" ujar Mba Dina santai lalu melengos menuju kamar mandi.
"Tante! Rambut Amel bagus nggak? Buatan om Dafa nih. Tadi kita potong di pantai Ancol. Seru tante..." celoteh Amel begitu Mila keluar dari ruang pembuatan resep.
" Daf... handphone lu mana?" Prak Mila melempar begitu saja setelah menerima Handphone Dafa.
"Mil... gue ngerti kalau lu lagi kesel but hello ini properti gue. Handphone gue" ungkap Dafa serius sambil memungut handphonenya, bagi Dafa ini keterlaluan.
Mila masih menahan emosinya, dengan gemas ia menarik tangan Dafa menuju taman Rumah sakit.
"Loe! Keterlaluan! Gue sms, missedcall ga ada respon. Buat apa punya HP nyuk! Kalau ga di respon?" Semprot Mila begitu menemukan tempat yang agak sepi.
"Loe juga keterlaluan. Ga perlu kali ngebanting HP gue. I phone nih"
"Keterlaluan mana sama lu yang udah buat mba Audy khawatir. Buat gue khawatir. Gue kira kalian kenapa napa. Kecelakaan, dirampok. Gue kira lu kenapa napa kunyuk!" Balas Mila menetralkan nafasnya mencoba menahan sesuatu yang asing ia keluarkan untuk Dafa. Ini kali pertama.
"Maaf. Maafin gue. Gue cuma mau nyantai sekalian ngajak Amel jalan. Itu doang Mil... gue ga tau efeknya bikin semua orang khawatir. Gue emang kunyuk! Maaf ya Mil" jelas Dafa sambil berlutut dan menumpuhkan bagian depan tubuhnya pada lutut Mila.
Mila kebingungan, kenapa ia harus semarah dan sekhawatir ini pada Dafa. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk, hal hal yang membuat Dafa menghilang dan terluka. Mila masih menutup wajahnya sambil menangis sesugukkan. Ini alay, lebay Mil please stop it. Keluh hatinya.
"Sorry gue lebay. Cuma, seriusan deh lu kabarin mba Audy" ucap Mila setelah tangisnya reda.
" udah gue sms. Maaf ya Mil... ga lagi lagi deh" janji Dafa sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Serah elu yang penting jangan bawa bawa keponakan kalau mau ngilang, kasian emaknya khawatir"
"Tapi, seneng juga tahu ada yang sekhawatir ini ke gue. Thanks ya teman terbaik sejagat" puji Dafa
"Pede lu! Udah ah mana hasil potongan si Amel"
"Amel!" Kontan mereka berteriak menyadari ketiadaan Amel. Inilah karena efek baperiah dan khawatiriah yang alay jos jos an sok drama.
Mereka berlari menuju area apotik dan mencari cari Amel hingga ke kolong kolong meja Apotik. Nihil. Anak itu tak ada. Hilang. Apa yang akan mereka kataka pada mba Audy dan bang Rendy?
"Gimana Daf? Gue takut bilang ke mba Audy" ucap Mila panik.
Kepanikan itu netral setelah mendengar rengekan dari balik tembok seberang loket pengambilan obat.
"Seperti suara Amel" ucap Dafa. Ya! Benar saja itu Amel yang sedang menangis dan di depannya ada seorang bocah lelaki sebesar Amel yang acuh tak acuh melihat Amel menangis.
"Hey! Cup. Cup. Om kingkong udah di sini. Maaf ya buat Amel nangis. Tadi om ninggalin Amel" ucap Dafa bersalah yang membuat Mila tersentuh sekaligus pengen ngakak guling guling "om kingkong" hahahaha. Cocok.
"Bukan om. Anak itu. Bilang rambut aku mirip Mail" jawab Amel di sela sela tangis dan tarikan ingusnya yang syahdu.
Mendengar Amel, Dafa melirik tak suka pada bocah lelaki itu. Karena sama saja menghina karya perdananya, sementara Mila yang baru menyadari Mail yang dimaksud adalah teman Upin Ipin spontan menutup mulut lalu berlari menuju kamar mandi dan tertawa sebisanya sambil menyumpal mulut dengan sapu tangan.
"Astaga. Fix emang mirip banget. Hasil karya lu mengagumkan jempol dah Dafa. Hehe bisa buat sekalian model Upin kagak" ledek Mila begitu kembali menemui om kingkong dan keponakannya yang sedang menikmati cilok juga sosis.
"Model botak Ipin gue jagonya, hahahaha" gema tawa mereka memenuhi lorong lorong rumah sakit yang sedang lengang siang itu.
Menarik beberapa pasang mata yang mulai menyusun gosip terpanas tentang Mila yang baru putus sudah menemukan pacar baru paket komplit, Entah masih suami orang atau duda. Astaga. Gosip berkembang mengerikan.
**
Bangsa yang hebat itu tak kan melupakan jasa para pahlawannya. Pun, Mantan yang hebat tak kan melengos begitu saja bila berpapasan.Kenapa sama samain mantan ama pahlawan? Anggap aja mereka deretan orang berjasa yang pernah menghibur, menenangkan, mentraktir dan antar jemput di masa lalu. Jadi, tak ada salahnya sekedar tersenyum. Apalagi ketika sedang melayani pasien yang adalah mantan.
"Tuan Ando" namanya mengingatkan pada sosok mantan, curhat Mila dalam diam.
Ya! Memang itu Ando yang sama dengan yang kini tengah muncul di dalam otaknya. Ando sakit, ya iyalah Mil... dia kan manusia.
"Hey, Mila... dinas malam?" Sapa Ando kikuk. Badannya terlihat lebih ringkih dari terakhir Mila ingat. Jalannya pun sampai harus di papah istrinya. Rini.
"Ehm. Gini mba.. obat yang ini diminum dua kali sehari, harus sampai habis ya... terus yang ini 3 kali sehari aja kalau nyeri. Nah ini buat lambungnya 3 kali sehari sebelum makan. Ini vitaminnya dua kali sehari" ucap Mila fasih menjelaskan aturan minum obat. Tugas seorang farmasi.
"Ia. Mila... terima kasih" balas Rini. Astaga wanita itu anggun, suaranya pun keibuan. Pantas aku tak diperhitungkan Ando. Mila hanya membalas senyum kepergian Ando dan istri.
"Huft... sabar Mila itu masa lalu" racau Mila begitu masuk dalam ruang resep.
"Eh! Itu Mas Ando ya? Hemn paham deh gue sekarang. Jadi yang tadi kemarim siang itu siapa namanya? Cepet banget move on nya neng" cerocos mba karlota. Dia emang biang gosip rumah sakit.
"Ngga mba. Si Dafa mah cuma teman"
"Biasa kan Teman tapi mesra gitu. Atau teman terus menikah. Udah 23 Mila... nikah lah... " sambung mba karlota makin menjadi.
"Nikah? Sama Dafa. Hahaha saya ga mau. Teman ya teman. Kalau jadian lah? Nanti... aneh" jawab Mila sopan, junior ya mesti banyak banyakin stok sabar.
"Ah. Kalau kamu ga mau biar ku kenalkan si Dafa sama sepupu aku aja ya? Salma namanya, tapi bantu comblangin ya Mila, ku liat tipe tipe Salma itu si Dafa" balas Mba karlota semangat.
Ah... bilang aja dari awal modus, sok sok interogasi. Kampret emang. Tapi kasian juga si Dafa kalau keluargaan sama si mba karlota. Cibir Mila dalam hati.
"Bisa mba... tapi ku tanya si Dafa dulu ya mbak. Kan saya temenan aja. Jadi ga tau juga kalau dia udah ada gebetan atau belum" ucap Mila kemudian berlalu memberi resep obat yang baru selesai di buat mba karlota.
Awalnya biasa saja, tapi kabar mengenalkan Dafa pada gadis lain, membuat Mila sedikit gundah. Karena yang biasa berhubungan akrab dengan lawan jenis di antara mereka hanya Mila. Dari dulu Dafa memilih sendiri. Jangan jangan dia homo.
Fikiran itu membuatnya menggeleng geleng sambil tersenyum. Tapi, Dafa juga berhak bahagia. Ya. Sebagai teman sudah seharusnya aku menjadi bagian terbesar dalam kisah cintanya. Seperti menjadi mak comblang. Ya! Ini sudah betul.
**
Gosip tentang Mila yang merebut suami orang perlahan ditumpas habis oleh mba karlota. Tapi Mila harus membayarnya dengan harga mengenalkan Salma pada Dafa. Semoga semua berjalan lancar. Aamiin. Harap Mila yang malah mengundang mala petakanya sendiri.