3

46 5 4
                                    


Mata Rania terlihat sembab. Wajahnya terlihat sangat kusut dan tidak menampakkan kecerahan sama sekali. Rambutnya yang biasa diikat atau dijepit sekarang dibiarkannya tergerai. Biasanya jika berangkat ia mengenakan sweat iter, namun sekarang tidak. Penampilannya tidak serapi kemarin. Biasanya setiap pagi ia tidak pernah melewatkan berita di aplikasi beritanya. Namun, sekarang bahkan ia tidak menyentuh handphonenya yang mati dan tersimpan di tasnya.
Kejadian tadi malam membuatnya syok. Setelah keluarga Syakri datang ke rumahnya dan meminta Fikri dan Rania bertunangan, Rania masih tidak bisa menerima hal itu. Ia masih menganggap bahwa kejadian tadi malam adalah mimpi buruk baginya. Setelah keluarga Syakri meninggalkan rumah kediaman orang tua Rania, Rania langsung lari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya.
Cincin yang melingkar di jari tengah Rania menjadi benda yang tidak ingin ia lihat. Baru ia sendiri yang berada di dalam kelas pagi ini. Ia duduk di belakang dan langsung menopang wajahnya menggunakan kedua tangannya.
" Rania, kenapa kamu semalang ini? Kamu udah menata hidup kamu dengan rapi, but karena satu manusia itu. Ya Allah, kenapa Engkau memberikan cobaan seberat ini? Fikri. Mana bisa aku hidup tenang dengan status sebagai tunangan dia?" keluh Rania dengan meneteskan air mata.
Tiba-tiba seorang laki-laki datang. Rania yang menundukkan kepalanya langsung sedikit mengangkatnya dan melihat siapa yang datang. Laki-laki itu terhenti ketika melihat Rania.
" Fikri!" gumam Rania.
Fikri hanya melihat Rania dengan ekspresi antara bersalah dan kesal. Fikri masuk ke dalam kelas. Tanpa berpikir lama, Rania langsung pergi dari kelas. Ia melangkahkan kaki entah kemana. Mengikuti aliran perasaannya yang.membawanya sampai ke kamar mandi.
Ia menatap dirinya di depan cermin. Melihat bayangannya yang kusut dan sangat menyedihkan.
" Kenapa harus sama aku? Kenapa dia nggak tunangan sama mantannya atau sama pacarnya aja? Kenapa Bunda harus ketemu lagi sama Mamanya dia?" tanya Rania sambil meneteskan air matanya.
Ia mengusap air matanya perlahan kemudian mencuci wajahnya dengan air yang mengalir dari keran wastafel.
" Pertunangan ini cuma simbol. Bukan kenyataan. Mungkin di depan keluarga kami, kami tunangan. Tapi, menurut aku, pertunangan ini bukan apa-apa. Ini nggak akan berpengaruh buat aku. Nggak akan!" Nauva meyakinkan dirinya bahwa pertunangan ini tidak berpengaruh untuk dirinya.
Setelah ia rasa matanya tidak terlihat sembab lagi, ia langsung keluar dari kamar mandi. Kemudian ia menuju kelas kembali.
Kelasnya sekarang terlihat ramai. Namun, tidak terlihat tanda-tanda adanya Fikri. Hanya ada tasnya. Mungkin ia juga ingin menenangkan perasaannya sama seperti Rania. Ia kemudian langsung duduk di tempat duduknya lagi. Ema heran melihat kondisi Rania yang tidak seperti biasanya.
" Ni, are you okay?" tanya Ema sambil meletakkan tangannya perlahan di atas pundak Rania.
" I'm okay."
" Kamu ada masalah?"
" No. I'm okay. No problem. Aku cuma kecapean aja. Aku belajar sampai malam dan akhirnya kaya gini deh." jawab Rania bertingkah seolah-olah tidak ada masalah dan dirinya baik-baik saja.
" Nggak. Kalau penampilan kamu kaya gini mana mungkin kamu baik-baik aja. Kalau rambut kamu digerai mana mungkin kamu baik-baik aja. Dan kalau mata kamu sembab kaya gini mana mungkin kamu baik-baik aja. Pasti ada masalah." Ema bisa melihat sesuatu terjadi pada Rania dari caranya berpenampilan.
" Nggak apa-apa. Aku baik-baik aja kok. Aku cuma lagi kepengen digerai aja rambutnya. Terus sweaterku lagi dicuci." Rania mencari alasan kembali.
" Ya udah kalau kamu ngerasa nggak apa-apa. Tapi, kalau kamu ngerasa lagi ada masalah cerita aja."
Rania hanya menganggukkan kepalanya.

***

Bel pulang berbunyi. Rania yang keadaannya sedikit membaik menjepit rambutnya menggunakan jedai berwarna merah maroon. Karena Ema sedang ada OSN, Rania pulang sendirian. Ia berjalan sendirian di koridor kelas XII yang sudah sepi. Setelah berjam-jam ia tidak menghidupkan handphonenya, akhirnya ia memberanikan diri mengecek handphonenya dan melihat notifikasi yang memenuhi kolom notifikasi handphonenya.
Rania melihat satu nama yang memenuhi kolom notifikasinya. " Fikri? Ngapain dia wa aku? Line juga. Dm juga." Rania yang tadinya sudah merasa sedikit membaik namun kembali mengingat kejadian itu.

BersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang