11

64 6 2
                                    

     Rania perlahan-lahan mengunyah makanan yang kini berada di mulutnya. Baru 6 sendok makanan masuk ke dalam mulutnya, itu saja sudah membuatnya kenyang. Lambungnya entah mengapa sekarang susah untuk menerima makanan yang masuk. Hanya kenyang-kenyang dan lagi-lagi kenyang yang ia rasakan, jika ia mengunyah 1 sendok makanan.

      Tiara menyodorkan satu sendok makanan yang berisikan makanan mendekat ke mult Rania. Namun, Rania menggeleng tanda menolaknya.

    Tiara mendengus pelan. “ Sayang, kamu makannya cuma sedikit. Ini juga cuma bubur, kenapa kamu udah kenyang aja?” Tiara merasa kasian melihat anaknya yang kondisi tangan kanannya kini patah, “ kamu makan lagi ya, kan kamu harus makan banyak.”

     Rania hanya menggelengkan kepalanya.

     Tiara kemudian meletakkan mangkuk tersebut di nakas samping Rania. Wanita cantik itu duduk di kursi samping tempat tidur anaknya.

     “ Bunda awalnya takut sayang. Takut kalau kamu kenapa-napa. Kamu anak perempuan Bunda, jadi wajar kalau Bunda takut. Apalagi Ayah, Ayah hampir mau ngelaporin Tian ke polisi, tapi Fikri ngelarang, Fikri bilang kalau ngelaporin dia ke polisi sama aja biarin kamu jatuh ke jurang. Dia bilang, kalau cowok satu itu bakal nyakitin kamu lebih dari ini. Kami nggak mau kamu kenapa-napa, akhirnya kami ngikutin apa kata Fikri.” terlihat wajah sendu Tiara menghiasi wajah cantik nan anggunnya, “ Fikri itu orangnya baik. Sebrandal-brandalannya dia, dia itu cowok yang bertanggung jawab besar. Bunda ngerti kalau tindakan Bunda salah dengan menjodohkan kamu dengan dia sedini ini. Tapi, Bunda ngelakuin ini buat kebaikan kamu.” Tiara mengelus halus kepala Rania.

       Rania mengangguk mengerti. Ia merasakan Tiara sangat mempercayai Fikri, seperti Bundanya itu sudah mengenal Fikri sejak lama. Padahal Tiara baru mengetahui Fikri baru-baru saja.

      Seseorang menarik ganggang pintu secara perlahan. Pintu kamar inap Rania terbuka perlahan, menampakkan seorang cowok tinggi tegap.

     “ Fikri, masuk sayang.”pinta Tiara setelah melihat cowok tampan itu.

     “ Iya, Tante,”

      Fikri masuk dan kemudian mendekati Rania. Tiara kemudian beranjak dari duduknya.

      “ Rania dikit banget makannya. Suapan paling banyak dia cuma tadi, itupun cuma enam sendok,” ucap pada kepada Fikri.

       Cowok itu kemudian menatap lekat Rania. Gadis itu bisa merasakan bahwa Fikri sekarang sedang menatapnya, ia tidak berani untuk menoleh dan melihat ke arah Fikri.

     “ Bun,” panggil Rania dan membuat Fikri memutuskan tatapannya kepada Rania.

     “ Iya, Sayang?”

      “ Bawa Rania ke taman rumah sakit, Rania bosen di sini.” ucap Rania.

     “ Biar gue aja. Tante, biar Fikri aja yang ajak Rania jalan-jalan di taman. Tante istirahat aja,”

     Rania melihat ke arah Tiara, Tiara langsung senyum tanda mengiyakan permintaan tunangan anaknya tersebut.

     Tiara mengambil kursi roda yang berada di samping kursi tamu. Fikri menaruh plastic yang ia bawa di atas nakas. Cowok itu kemudian membantu Rania turun dari tempat tidurnya dan duduk  di kursi roda. Setelah itu ia kembali mengambil plastik yang ia letakkan dia tas nakas tadi.

      Rania hanya termenung melihat lantai yang berada di depannya. Kebisuannya membuat Tiara sangat sedih. Hanya diam dan diam yang Rania lakukan akhir-akhir ini.

     “ Fik, Tante minta tolong ya, Rania dari pertama sadar, irit banget ngomongnya. Bahkan senyum aja susah, jawab pertanyaan orang dengan anggukan sama gelengan.” bisik Tiara pada Fikri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang